Rabu, 23 Desember 2015


TUJUAN INSTRUKSIONAL Pada bagian ini disajikan tentang tujuan instruksional. Bab ini difokuskan pada pemahaman tentang pengertian tujuan intruksional, fungsi tujuan instruksional, taksonomi tujuan instruksional, cara penulisan tujuan instruksional dan pola penulisan tujuan instruksional KOMPETENSI DASAR Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian pengertian tujuan intruksional, fungsi tujuan instruksional, taksonomi tujuan instruksional, cara penulisan tujuan instruksional dan pola penulisan tujuan instruksional dengan benar. INDIKATOR 1. Mampu menjelaskan pengertian tujuan instruksionl 2. Mampu menyebutkan fungsi tujuan instruksional 3. Mampu menyebutkan taksonomi tujuan instruksional 4. Mampu menjelaskan cara penulisan tujuan instruksional 5. Mampu menjelaskan pola penulisan tujuan instruksional A. Pengertian Tujuan Instruksional Seseorang guru yang mengajar tanpa menetapkan tujuan instruksional terlebih dahulu dan mengajar tanpa berpedoman pada tujuan instruksional ibaratkan nakhoda berlayar tanpa mempergunakan kompas yang mengakibatkan meraba-raba menentukan tujuan yang hendak dicapai.Memang aneh kedengarannya tetapi dalam kenyataan di lapangan para guru masih ada yang mengabaikan hal ini walaupun kepala sekolah menginstruksikan untuk pembuatan pengembangan KTSP 2006 sebelum masuk ke dalam kelas. Akibatnya akan besar sekali terhadap mutu output sekolah, tidak memenuhi standar kualitas sekolah dan kita akan menanggung semua akibatnya kelak tentang kualitas sumber daya manusia hanya gara-gara guru melalaikan menetapkan tujuan instruksional/kompetensi dasar dan indikator secara tepat dan benar. Berikut ini kita membicarakan tentang definisi tujuan instruksional yang telah dikembangkan oleh para ahli: 1. Robert F. Mager (1962). Tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi tertentu. 2. Eduart L Dejnozka dan David E. Kapel (1981). Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. 3. Fred Percival dan Henry Ellington (1984). Tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan atau ketrampilan siswa tertentu yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Ketiga definisi yang telah disebutkan di atas pada prinsipnya memiliki maksud yang sama karena unsur-unsur yang dipakai untuk merumuskan definisi dan cara perumusannya sama. Beberpa ahli pendidikan menyarankan bahwa sebaiknya perilaku itu dapat dikategorikan ke dalam bentuk “covert” atau dalam bentuk fakta yang dapat dikuantifikasikan agar mudah dalam mengukurnya. Tujuan instruksional sangat erat hubungannya dengan pre-assessment, desain program, strategi mengajar, spesifikasi dari pemilihan media proses mengajar dan penilaian. Manfaat tujuan instruksional dan indikator adalah sebagai dasar dalam: a) Menyusun instrument tes (pre-tes dan pos-tes) b) Merancang strategi instruksional c) Menyusun spesifikasi dan memilih media yang cocok d) Melaksanakan proses belajar Dengan dilakukannya rincian tujuan instruksional secara tepat dan jelas maka akan dapat dirumuskan suatu strategi belajar mengajar yang lebih cocok. Kemudian akan dapat dirumuskan cara-cara penilaian yang tepat yang artinya penilaian tersebut betul-betul akan mengukur isi dari tujuan instruksional. B. Fungsi Tujuan Instruksional Kata-kata tujuan instruksional kedengarannya memang tidak banyak bermakna bagi perbaikan mutu pengajaran dan latihan, karena itu sekarang masih banyak menerapkan tujuan instruksional secara utuh dan menganggapnya sepele. Pada sisi lain banyak juga pengajar yang sangat tertarik untuk menerapkan tujuan instruksional akan tetapi belum banyak mengetahui apakah tujuan instruksional itu? Hanya sebatas kewajiban dan kepatuhan terhadap perintah dari kepala sekolah. Kata-kata operasional yang dibuat di dalam pengembangan silabus dan rencana pembelajaran tidak diaplikasikan atau kata-kata operasional tersebut tidak memiliki muatan dan relevansinya terhadap pokok bahasan. Bila kita simak sejarah lahirnya tujuan instruksional yang diawali oleh usaha B.F. Skinner pada tahun 1950. Ia mencoba menerapkan ilmu perilaku untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Kemudian atas teori-teorinya Robert Marger menyusun buku dengan judul:”Preparing Instruksional Objektive (1962) yang pada tahun 1970an telah diterapkan secara meluas di seluruh dunia termasuk Indonesia. Teori tersebut sebaiknya mulai diterapkan pada saat pengajar merumuskan atau merancangkan satuan pelajaran dan bahan pelajaran. Dengan menggunakan tujuan yang jelas dan benar maka ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh antara lain: a) Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat b) Pokok bahasan dapat dibuat seimbang sehingga tidak ada materi pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit c) Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaliknya disajikan dalam jam pelajaran d) Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat. Artinya peletakan masing-masing materi pelajaran akan memudahkan siswa dalam mempelajari isi pelajaran e) Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi pembelajaran yang cocok dan menarik f) Guru dapat dengan mudah, tepat dan cukup waktu untuk mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun bahan yang diperlukan dalam belajar g) Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar h) Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan instruksional C. Taksonomi Tujuan Instruksional Taksonomi Bloom sangat dikenal di Indonesia dibanding taksonomi Gagne dan Merill. Taksonomi Bloom menyusun kategori enam level. Keenam level tersebut diurut dari tingkat intelektual yang rendah (tingkat pengetahuan) ke tingkat yang paling komplek (tingkat evaluasi). Keenam level ini bersifat hirarkis dari tingkat level yang tertinggi dapat dicapai melalui level sebelumnya, yang masing-masing level diurut secara procedural dan apabila level terbawah terkuasai maka dilanjut pada level berikut. Taksonomi disini diartikan sebagai salah satu metode klasifikasi tujuan instruksional secara berjenjang dan progresif ke tingkat yang lebih tinggi. Taksonomi ini disusun oleh satu tim yang diketuai oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool (1964). Disini tujuan instruksional diklasifikasi menjadi tiga kelompok atau kawasan dipecah lagi menjadi beberapa tingkat yang lebih khusus. Berdasarkan tingkat yang khusus itulah dikembangkan tujuan instruksional secara umum dan khusus atau kompetensi dasar menjadi indicator-indikator sehingga memudahkan dalam mengukur tingkat keberhasilan atau prestasi belajar seseorang.Ini berarti setiap kawasan membahas berbagai pendidikan yang berbeda-beda. Sampai saat ini taksonomi tersebut banyak dipakai sebagai dasar pengembangan tujuan instruksional di berbagai kegiatan latihan dan pendidikan. Secara singkat masing-masing isi kawasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kawasan Kognitif (pemahaman) Kawasan kognitif dan afektif adalah dua dari tiga kawasan tujuan instruksional yang memiliki klasifikasi atau rincian yang paling detail sehingga seolah-olah merupakan suatu system tersendiri. Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan “berfikir” yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu: mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan kognitif adalah sutaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat “pengetahuan” sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu “evaluasi”. Kawasan kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut adalah: a. Tingkat pengetahuan (knowledge) Tujuan instruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya seperti, fakta, rumus, strategi pemecahan dan sebagainya. Contoh:  Siswa dapat menggambarkan struktur kelembagaan Negara Indonesia  Siswa dapat mengurutkan nama-nama Presiden Indonesia dari pertama sampai sekarang b. Tingkat pemahaman (comprehension) Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa diharapkan menterjemahkan/menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. Contoh:  Siswa dapat menjelaskan tentang cara menanggulangi bahaya banjir  Siswa dapat menggambarkan tentang akibat banjir yang telah mereka lihat c. Tingkat penerapan (application) Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelaj ari kedalam situasi yang baru serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Contoh:  Siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola dengan benar  Siwa dapat mengerjakan tugas pekerjaan rumah yang telah diajarkan guru di sekolah d. Tingkat analisis (analysis) Analisis merupakan kemampuan untuk mengindentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi. Dalam hal ini siswa diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. Contoh:  Siswa dapat menganalisis sejauhmana hasil diskusi mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warganegara Indonesia e. Tingkat sintesis (synthesis) Sintesis disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan meyatukan berbagai elemen dan unsure pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. Contoh:  Siswa dapat menyiapkan bahan pelajaran yang akan didiskusikan  Siswa dapat merancang kegiatan kegiatan-kegiatan bakti sosial mereka ditengah-tengah masyarakat f. Tingkat evaluasi ( evaluation) Evakuasi merupakan level tertinggi ysng mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan criteria tertentu. Jadi evaluasi di sini lebih condong ke bentuk penilaian biasa daripada system evaluasi. Contoh:  Siswa dapat memilih kegiatan sesuai dengan bakatnya dari kegiatan pilihan yang telah ditetapkan sekolah Kalau kita melihat ke belakang yaitu pada sistem pendidikan dan penataran yang biasa kita selenggarakan selaman ini dapat ditarik kesimpulan bahwa umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah (seperti; tingkat pengetahuan, pemahaman dan penerapan) jarang sekali menerapkan analisis, sintesis dan evaluasi. Guru dituntut agar mendesain program satuan pembelajaran, rencana pembelajaran yang sesuai dengn tujuan instruksional/kompetensi dasar dan harus banyak melakukan latihan terlebih dahulu. 2. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku) Kawasan afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang kompleks yang merupakan factor internak seseorang seperti kepribadian dan hati nurani. Perumusan tujuan instruksional pada kawasn afektif tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan kawasan kognitif tetapi dalam mengukur hasil belajarnya jauh lebih sukar karena mnyangkut kawasan sikap dan apresiasi. Di samping itu kawasan afektif juga sulit dicapai pada pendidikan formal karena pada pendidikan formal perilaku yang Nampak dapat diasumsikan timbul sebagai akibat dari kekakuan aturan, disiplin belajar, waktu belajar, tempat belajar dan norma-norma lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku seperti itu timbul bukan karena siswa telah sadar dan menghayati betul tentang kebutuhan akan sikap dan perilaku tersebut tetap dilakukan karena sekedar untuk memenuhi turan dan disiplin saja agar tidak mendapat hukuman. Contohnya: Setiap belajar bidang studi matematika hampir seluruh siswa kelas XI SMA selalu masuk ruangan kelas lebih awal dan mereka umumnya begitu sungguh-sungguh mendengar dan mencatat uraian dan keterangan guru di depan kelas. Sikap dan perilaku seperti ini mungkin sekali timbul karena gurunya killer dan proses belajar yang kaku juga tegang. Jadi bukan karena para siswa sadar dan tertarik pada pelajaran tersebut tau karena factor lain yang tidak memperkuat tujuan instruksional kawasan afektif ini. Untuk memperoleh gambaran tentang kawasan tujuan instruksional afektif secara utuh berikut ini akan dijelaskan setiap tingkat secara berurutn beberapa contoh kongkrit berikut ini: 1) Tingkat menerima (receiving) Menerima disini adalah diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang adanya (stimulus0 tertentu yang mengandung estetika. Contoh: • Kesadaran para siswa bahwa kesulitan-kesulitan yang ditemui selama belajar adalah tantangan bagi masa depannya • Kesediaan para siswa untuk menerima peraturan dan tata tertib belajar Selama kegiatan belajar berlangsung 2) Tingkat tanggapan (responding) Tanggapan atau jawaban (responding) mempunyai beberapa pengertian antara lain : a. Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku bar dari sasaran didik (siswa) sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia belajar b. Tanggapan dilihat dari segi psikologi perilaku (behavior psychology) adalah segala perubahan perilaku organism yang terjadi atau yang timbul karena adanya perangsang dn perubahan tersebut dapat diamati c. Tanggapan dilihat dari segi adanya kemampuan dan kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu kejadian (stimulus) dengan cara berpartisipasi dalam berbagai bentuk Contoh: • Para siswa aktif memperdebatkan masalah yang dilontarkan gurunya • Seorang pengemudi dengan sukarela sedang mencoba mengatasi kemacetan lalu lintas yang tiba-tiba terjadi 3) Tingkat menilai Menilai dapat diartikan sebagai : a. Pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, system atau benda tertentu yang mempunyai kadar manfaat b. Kemauan untuk menerima suatu objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek tersebut mempnyai nilai atau kekuatan dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negative Contoh: • Setelah beberapa kali seorang siswa gagal memahami rumus-rumus tertentu maka ia memutuskan untuk belajar sungguh-sungguh 4) Tingkat organisasi (organization) Organisasi dapat diartikan sebagai: a. Proses konseptuslisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai tersebut kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan b. Kemungkinn untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan antar nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih dominan disbanding nilai yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai Contoh: • Seorang siswa memutuskan untuk hadir pada pertemuan kelompok walaupun pada jam yang sama di televise ada program film horror yang menarik. Padahal ia seorang penggemr film tersebut. 5) Tingkat karakterisasi (characterization) Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya sehingga sikap dan perbuatan seolah-olah telah terjadi ciri-ciri perilakunya. Contoh: • Sejak di Sekolah Lanjutan Atas hingga tamat Perguruan Tinggi. Siti selalu belajar siang dan malam karena ia percaya bahwa hanya dengan belajar keras cita-citanya akan tercapai. 3. Kawasan psikomotor (psychomotor domain) Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada ketrampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dengan demikian maka kawasan psikomotor adalah kawasan yang berhubungan dengan seluk beluk yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot oleh fikiran sehingga diperoleh tingkat ketrampilan fisik tertentu. Kalau dilihat dari segi taxonomi keempat urutannya tidak bertingkat seperti pada kawasan kognitif dan afektif. Kelompok-kelompok tersebut adalah sebagai berikut: 1. Gerakan seluruh tubuh (gross body movement) Gerakan seluruh badan adalah perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh. Contoh: o Siswa sedang melantunkan sloka dengan gerak tubuh o Siswa sedang berlatih yoga 2. Gerakan terkoordinasi (coordination movements) Gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antar fungsi salah satu atau lebih indera manusia dengan salah satu anggota badan. Contoh: o Seorang yang sedang berlatih menyetir o Seorang yang sedang berenang 3. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication) Komunikasi nonverbal adalah hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan symbol-simbol atau isyarat.Misalnya: isyarat dengan tangan, anggota kepala dan ekspresi wajah. Contoh: o Perilaku seseorang yang sedang mengirim kode-kode dengan jari tangan o Perilaku sekelompok orang yang sedang melakukan pantomin di pentas pertunjukkan 4. Kebolehan dalam berbicara (speech behavior) Kebolehan dalam berbicara adalah hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara. Contoh: o Perilaku seseorang guru di depan kelas o Perilaku seseorang yang sedang membaca deklamasi atau sajak D. Cara Penulisan Tujuan Instruksional Setelah dibahas secara singkat tentang latar belakang, pengertian dan kawasan tujuan instruksional maka selanjutnya akan diberikan penjelasan tentang cara-cara menulis tujuan instruksional. Secara umum tujuan instruksional dibedakan menjadi dua yang sampai sekarang masih dipakai oleh sebagian besar pendidik. Kata instruksionak dapat juga diganti dengan kata pembelajaran sebagai berikut: 1. Tujuan instruksional umum atau kompetensi dasar yang sering disingkat menjadi KD. Dalam bahasa asing disebut dengan goal, terminal objective dan target objective. Tujuan terminal melkiskan hasil belajar utama dalam istilah perlaku yang semula disebut dengan tujuan umum. Lebih dari satu tujuan terminal diperlukan untuk mencapai satu tujuan umum 2. Tujuan instruksional khusus atau indikator yang dalam istilah asing dikenal dengan enabling objectives, subording objective dan supportive (tujuan yang memungkinkan , tujuan bawahan, tujuan penyangga). Tujuan penyangga melukiskan perilaku khusus (kegiatan tunggal atau langkah tunggal) yang harus dipelajari atau ditampilkan supaya tercapainya tujuan terminal Tujuan instruksional juga dapat disebut dengan tujuan kurikulum atau tujuan pembelajaran. Arti tujuan instruksional adalah perilaku akhir yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil proses belajar, latihan atau proses pendidikan lainnya yang dinyatakan dalam kalimat aktif yang operasional dan mempunyai kandungan maksud yang relatif luas dibandingkan tujuan instruksional khusus. Dengan demikian berarti cakupan masalah atau materi bahsasannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang sedang dilakukan sebagai informasi biasanya dalam masalah atau tulisan-tulisan sering digunakan kata-kata maksud dan tujuan. Ini berarti bahwa maksud adalah menjelaskan tentang tujuan umum/kompetensi dasar sedangkan tujuan adalah menjelaskan tentang tujuan khusus/indikator. Arti indikator adalah perilaku yang ingin dicapai oleh anak didik pada waktu proses belajar mengajar yang sedang dilakukan. Apabila dari kandungan dan kedudukan antara kedua tujuan yaitu tujuan instruksional khusus adalah penjabaran dari tujuan umum. Berarti kompetensi dasar dan hasil penjabarannya harus seluas cakupan kompetensi dasar. Contoh kedua tujuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tujuan instruksional/kompetensi dasar adalah agar pada akhir kuliah mahasiswa dapat merumuskan tujuan instruksional/kompetensi dasar dan indicator untuk suatu topic tertentu 2. Tujuan instruksional/kompetensi dasar/indicator adalah agar selama proses belajar tentang KD mahasiswa dapat: a. Membuat definisi tujuan instruksional umum, kompetensi dasar dan indicator b. Menyebutkan isi masing-masing kawasan taxonomi tujuan instruksional Bloom dan Krathwool c. Menjelaskan makna tujuan pembelajaran /kompetensi dasar dari setiap tingkat pada kawasan kognitif lengkap dengan contohnya d. Menjelaskan makna tujuan instruksional/kompetensi dasar dari setiap kawasan afektif lengkap dengan contohnya e. Menjelaskan makna tujuan instruksional/kompetensi dasar dari setiap kawasan psikomotor lengkap dengan contohnya f. Menyebutkan beberapa kata kerja aktif yang dapat dipakai untuk masing-masing tingkat pada kawasan kognitif, afektif dan psikomotor g. Menjelaskan baik tulisan maupun lisan hubungan antara tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus h. Menjelaskan keuntungan dan kelemahan diterapkannya tujuan instruksional/kompetensi dasar dalam kegiatan belajar mengajar i. Membuat contoh tujuan instruksional umum, kompetensi dasar dan indicator untuk suatu topic bahasan dengan tepat j. Memberikan alasan mengapa tujuan instruksional model Mager kurang popular Dari contoh kompetensi dasar dan indicator tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi dasar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Merupakan pernyataan yang lebih umum dibandingkan indicator 2. Cakupan luas tapi cukup menggunakan kata kerja operasional yang dalam kalimat tersebut digunakan “merumuskan” Sedangkan kompetensi dasar/indikator adalah: 1. Merupakan penjabaran dari kompetensi dasar sehingga indikator menjadi banyak 2. Juga selalu menggunakan kata kerja operasional seperti: menyusun, menjelaskan, menyebutkan, membuat contoh dan sebagainya 3. Isi indikator harus selaras dengan cakupan pada kompetensi dasar Tujuan dilakukannya rincian kompetensi dasar dalam indicator adalah: 1) Untuk mengungkapkan kemampuan atau ketrampilan apa yang perlu dikuasai oleh sasaran didik selama dan sesudah proses belajar 2) Agar proses belajar mengajar dapat dimulai dari materi belajar yang mudah ke materi yang sulit dan seterusnya sehingga materi belajar yang tersulit (hirarki belajar) 3) Agar diperoleh gambaran tentang luas cakupan materi yang akan diajarkan E. Pola Penulisan Tujuan Instruksional Tata bahasa merupakan unsur yang paling diperhatikan dalam menulis tujuan. Sebab dari unsur tersebut dapat dilihat konsep atau proses berfikir seseorang dalam mengungkapkan ide-idenya. Bahasa yang dipergunakan mudah dimengertikan oleh orang, singkat dan padat. Sehubungan dengan teknis penulisan tersebut Robert F. Mager (1962) menyatakan cara penulisan tujuan instruksional harus dibuat dalam bahasa yang jelas maksudnya tanpa diberi penjelasan tambahan apapun pembaca ( guru, siswa atau sasaran anak didik sudah dapat menangkap maksudnya. Menurut Mager tujuan instruksional mencakup tiga elemen yaitu: 1) Menyatukan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang sebaiknya dikuasainya pada akhir atau sesudah pelatihan 2) Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut 3) Perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima Berdasarkan uraian dan elemen tersebut maka tujuan instuksional sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD yang artinya: A = Audience (petatar, siswa, sasaran anak didiknya) B = Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar) C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai) D = Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima sebagai ukuran hasil belajar siswa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar