Rabu, 23 Desember 2015


DASAR-DASAR FILOLOGI A. Beberapa Istilah dalam Filologi Beberapa istilah yang harus diketahui dalam penelitian filologi yaitu sebagai berikut : 1. Autograph (autobiografi) ; naskah asli, khusus ditulis oleh pengarangnya sendiri. Disini dibedakan antara pengarang dengan penulis. Sebab kadang-kadang pengarang bukan penulisnya sendiri itu bukan autograph. Yang dimaksud autograph yaitu pengarang sekaligus penulisnya. Ini adalah asli sebenar-benar asli sebagai sumber. Jika terdapat autrograph, maka kita dapat mengabaikan naskah-naskah yang lain. Timbul pertanyaan, bagaimana caranya kita mengetahui bahwa naskah itu autograph ? jawabnya tidak begitu mudah untuk menetapkannya. Syarat-syaratanya antara lain harus tahu benar ciri-cirinya; bentuk tulisannya, nama pengarangnya/penulisnya terdapat pada naskah itu. Pada umumnya naskah-naskah Jawa, Bali, Melayu, sukar ditentukan naskah dalam bentuk aslinya/autographnya. Suatu naskah yang berbentuk autograph dapat dijumpai pada Hikayat Bugis, Makasar. Karena disana ada tradisi penulis menuliskan pada catatan harian, dengan menuliskan tanggal dan bagian-bagian absen, misalnya ; Tanggal 28 ........................ ) Tanggal 29 ........................ absen ) autrograph Tanggal 30 ....................... ) Tanggal 1 ......................... ) Kemudian juga terjadi ‘ slip of the pen. Bila terjadi demikian apa yang seharusnya kita perbuat jika kita ingin menerbitkannya ?. disini tinggal subyektivitas kita (dilihat dari diri penyalin). Mungkin sekali ‘ apa yang kita sangka’ suatu kesalahan, ternyata memang disengaja oleh seorang pengarangnya. Kalau terjadi demikian maka harus diterangkan dalam foot note /catatan kaki ( aslinya demikian..., menurut pendapat saya ........) sebagaimana yang terdapat dalam naskah. Jika kita ingin mengisi ‘ apa yang kita sangka itu’. 2. Constitucio textus (konstitusi teks) yaitu; penetapan teks. 3. Recensio (resensi), yaitu Pertimnbangan atau Penilaian naskah.Usahakanlah sebanyak mungkin naskah sebelum mengadakan pertimbangan. Dimana kita mencarinya, mungkin dalam perpustakaan, koleksi pribadi, seringkali terdapat catalogusnya (kumpulan buku/rontal). Tetapi pada umumnya baik di Indonesia maupun di Eropa masih banyak koleksi yang belum ada catalogusnya. Bila penerbitan ‘awur-awuran’ saja misalnya hanya satu naskah saja sebagai bahan, maka hal ini sangat terlarang (tidak ilmiah). Beberapa contoh dapat dikemukakan disini. Doorenbos pada tahun 1935 menerbitkan “ Hamzah Fansuri”, yang hanya mempergunakan satu naskah saja, yaitu naskah dari Leiden (universitas tertua di Belanda). Padahal di Jakarta ada satu naskah yang lebih baik, berdasarkan recensi G.W.J. Drewes, akhir-akhir ini Dr. Alatas (Kualalumpur) menerbitkan juga, tetapi ia tidak juga memakai naskah yang ada di Jakarta. Walaupun kita sudah menemukan ‘ autograph’ nya boleh mengabaikan naskah-naskah lainnya, tetapi masih berkewajiban menuliskan naskah-naskah lainnya itu dalam pendahuluan, dengan menguraikan segala ciri-ciri naskah tersebut supaya jelas bagi pembacanya. Pada dasarnya Cuma ada dua kemungkinan : 1. Autograph 2. Salinan (copy) Umumnya sesudah copy ( C ) maka ada C1, C2, C3 dan seterusnya. Makin banyakisalin makin banyak kemungkinan kesalahan-kesalahan (pada waktu menyalin). 4. Examinattio (ujian) , yaitu menguji naskah. Kalau digolongkan menurut cacat yang terdapat dalam naskah, maka dapat terjadi : a. Subtition, penggantian karena kesalahan tulis, misalnya :sambar menjadi sambu, ini menimbulkan banyak sekali kemungkinan-kemungkinan. b. Lacuna, terlampaui (contoh lihat di depan) c. Haplologi : 1) Dalam aslinya dua huruf di tulis 2) Dalam salinan (copy) satu kali ditulis Misalnya ; ……… berdandan perak di tulis ------- berdan perak. Sebaliknya dari Haplologi yaitu “dittography” mestinya satu kali di tulis, malah ditulis dua kali.Misalnya ; s (en) i nagara Sang sinagara si (na-r) nagara Kadang-kadang terdapat kalimat-kalimat yang terbalik, bertukar tempat, karena kesalahan tulis oleh penyalin yang lupa atau kurang teliti. Hal ini dalam filologi disebut “ transposition”. Kadangkala ada naskah yang rusak sekali kalimat-kalimatnya, jika terjadi perbaikan naskah berdasarklan pemikiran kita sendiri disebut “emandatio”.Ini bisa dilakukan dalam keadaan terpaksa sekali. Istilah lain sering dipakai yaitu “ conjectura”, yang dimaksud yaitu persangkaan/pikiran, tetapi harus dengan hati-hati jangan terlalu mudah melakukan ini, sebab hal itu harus dilakukan karena dalam keadaan terpaksa. 5. Corruptela, yaitu kata-kata yang harus diperbaiki, disebut juga conjuntura. 6. Lacuna (yang sering terjadi), yaitu suatu kata yang tidak ditulis, karena dilampaui (hilang atau kosong). 7. Interpolatio, yaitu kata yang sebenarnya tidak ada, tetapi disispkan oleh penulis (penyalin) 8. Variant, yaitu bila ada dua kata yang berbeda, tetapi tidak diketahui mana yang betul, maka keduanya harus dituliskan. 9. Crux, yaitu suatu bagian karangan yang gelap, tetapi kita tidak dapat memperbaharui/ memperbaiki, maka dibiarkan seperti apa adanya. Tentang crux ini di Yunani seringkali dipakai dengan tanda (salib) 10. Arkhetypus ; jika naskah asli sudah tidak ada lagi, tetapi telah disalin dua kali (A dan B) ini disebut Arkhetypus. Dalam hal ini kedua naskah A dan B harus dipakai sebagai “seksi” (section). Jadi arkhetypus tidak sama dengan “autograph”. Seperti skema di bawah ini : X (asli tidak ada lagi, tetapi telah disalin dua kali ( A dan B) A B A dan B inilah arkhetypus Atau Autograph Arkhetypus A B Kalau terjadi perbedaan satu kata/kalimat pada naskah A dan B bagaimana kita memilihnya ? Kalau sama antara naskah A dan B (tidak ada perbedaan) maka itu dapat dipastikan sebagai arkhetypus, dan kalau berbeda terjadi “variant” (terjadi perbedaan disebut variant). Jadi harus dijelaskan juga variant yang ada. Apabila kita menerbitkan salah satu dari naskah A atau B. Cara penerbitan semacam ini sering juiga dilakukan : a) Sebagai foot-note b) Buku tersendiri, yang disebut “apparatus-criticus”. Itu kalau salinan ada dua, tetapi kalau salinan itu ada 3 (A, B, C). Jika dua yang sama (A = C), sedang B berbeda. Kalau terjadi demikian, maka dua yang sama yaitu (A=C) bias dipakai, sedangkan B yang berbeda boleh diabaikan. Sekarang apabila ada empat naskah salinan, yang nyata-nyata merupakan dua kelompok, yaitu kelompok (A, B) dan kelompok (C, D ). Itu dapat terjadi demikian: X adalah arkhetypus, pernah disalin dua kali yaitu Y dan Z, salinan keduanya (YZ) hilang, maka Y dan Z itu disebut ‘ hyparkhetypus’. Sedangkan kelompok (AB) yang disalin dari Y yang telah hilang dan kelompok (CD) yang disalin dari Z yang telah hilang. Kedua kelompok tersebut merupakan silsilah : X = arkhetypus (dua kali disalin) Y Z A B C D Y dan Z hilang disebut “hyparkhetypus”. (AB) (CD) merupakan silsilah. Kemungkinan seperti di bawah ini tidak mustahil akan terjadi A = B = C = D. jadi variant kemungkinan lebih banyak dan kedua-keduanya variant harus disebutkan. Kalau B = C; maka A = D, jadi B dan C dari X, sehingga Y = Z, maka A dan D boleh diabaikan. Akibatnya sejumlah variant setelah dibaca dan dibandingkan dapat diabaikan saja.Kemungkinan lain lagi Autograph Arkhetypus X Y A B C D Antara ABCD, sukar ditentukan mana yang lebih asli ? Seringkali terjadi ‘ kombinasi perbedaaan antara ABCD, misalnya : AB = … permata yang indah-indah …. CD = … permata yang elok-elok … Apabila terjadi demikian, maka boleh salah satu (AB) atau (CD), dengan memberikan foot note pada salah satunya (yang tidak dipilih). Masih ada kemungkinan lain lagi : (C) ………..) diberi persalin dengan baju (B) ………..) beberapa kain dan baju (AD) ……..) – (kain) Apabila terjadi demikian mana yang boleh dipilih ?Maka jawabannya yaitu (AD), (karena CB berbeda).Keterangan ini semua termasuk dalam ‘recentio’, hubungan tahap-tahap itu sering berkaitan. Usaha memperbandingkan naskah, kata demi kata baris demi baris disebut “ collatio” (pekerjaan yang paling berat dalam filologi). Sesudah memilih beberapa naskah kemudian harus membandingkan semua teks, baru mengadakan ‘interpretasi’ dengan cara memperhatikan ‘lectio’ (bacaan kalimat), seperti pada contoh di atas - - beberapa baju, kain dan baju, kain ---- Dua hal lagi mengenai mengenai recentio, yaitu tentang 1) lacuna dan 2) colophon. Menetapkan jika dua naskah yang salah satunya merupakan salinan dari yang lain. Pertama yaitu lacuna (kesalahan tulis), yang salah satu/beberapa kata dilampaui misalnya : A = …. kain baju B = …. kain dan baju, maka pada (A) terjadi lacuna yaitu (dan). Dalam hal ini (A) tidak mungkin (B) disalin dari (A), seharusnya (A) disalin dari (B). Kedua yaitu ‘colophon’ satu jalan yang lain yaitu memakai colophon. Naskah-naskah Melayu, Jawa, Bali, sering kali memuat colophon, yaitu menyebutkan tanggal dan tahun, nama tempat dimana dan kapan naskah itu disalin (kadang-kadang juiga berupa sandi; candra sangkala) Dalam hal ini kita ambil contoh Hikayat Banjar, yang mempunyai Sembilan naskah. Naskah A = Jumat II 1264 H = 1847 M BE = 1815 M CF = 1834 M G = 1844 M H = 1828 M Berdasarkan angka-angka tahun (colophon) tersebut dapat dipakai sebagai bantuan untuk menyusun “silsilah” naskah itu.Tetapi harus tetap waspada.Sebab kemungkinan terjadi penyalinan yang memakai angka tahun (colophon) dari naskah yang disalinnya.Artinya bukan diambil dari angka tahun kapan disalinnya. Kalau terjadi demikian, maka jelas pasti ada dua naskah yang salah satunya salinan dari yang lain. Sebab kadang-kadang tidak hanya salahan tulis dalam menyalin itu (menyalin dengan tidak usah membaca, pembaca sendiri kecendrungan untuk memperbaiki, tetap ada). Jika terjadi hal demikian, maka untuk kepentingan ‘silsilah’ lebih baik pilih yang pertama, yaitu menyalin dengan tidak usah membaca.Dalam Hikayat Banjar terdapat pada naskah G dan H, karenanya J.J. Ras mengabaikan saja. B. Ilmu Bantu Filologi Secara rinci ilmu bantu yang dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam teks adalah sebagai berikut. 1. Paleografi Paleografi adalah ilmu yang mempelajari bermacam-macam tulisan (huruf ) kuna (Soelastin- Soetrisno dalam Baroroh Baried, 1983:97). Menurut (Niermeyer, 1974:47) paleografi mempunyai tujuan utama menjabarkan tulisan kuna karena beberapa tulisan kuna sangat sulit dibaca. Di samping itu, juga bertujuan menempatkan berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum sebuah tulisan sehingga dapat ditentukan waktu dan tempat setiap bentuk tulisan dari aksara yang digunakan. Semula paleografi digunakan untuk membaca tulisan kuna yang terdapat dalam prasasti, namun pada saat sekarang juga digunakan untuk membaca tulisan kuna yang ada dalam naskah. Aksara yang digunakan dalam Prasasti Brahmi (100 – 400 M) Pengenalan aksara, dalam arti telah ditemukan artefak yang bertuliskan aksara, paling dini di wilayah Indonesia adalah dengan ditemukannya aksara Brahmi yang terdapat pada pecahan gerabah di Bali yang dipastikan berasal dari kurun waktu antara 150 M dan 200 M. Tulisan ini digunakan di India tenggara pada periode 100 – 400 M. Menurut Hunter (via Kumar, 1996:xv) adanya penemuan gerabah tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi jaringan dagang internasional yang luas dari cina ke Timur Tengah melalui India dan Asia Tengara yang keberadaannya sudah berkembang sejak milenium pertama Masehi. Menurut Coulmas (1989:182) dari aksara Brahmi inilah sistem aksara di Indonesia dapat dirunut.(lihat aksara yang digunakan) 2. Etimologi Etimologi adalah ilmu yang menyelidik mengenai asal-usul kata serta perubahanperubahannnya. Ilmu ini diharapkan dapat mengungkap sejarah kosa-kosa kata dengan melakukan penelitian penggunaan kata dari waktu ke waktu secara diakronis. Hasil penggunaan konsep kata dari penelitian tersebut secara sinkronis dapat ditentukan masa penulisan teks. Kata “penengaran” misalnya, adalah bentuk arkaik dari kata “pendengaran”. Kata tersebut digunakan pada abad keenam belas sampai pada abad kedelapan belas Masehi. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa teks yang menggunakan kata tersebut setidak-tidaknya ditulis paling akhir pada abad ke delapan belas. Di samping itu, penelitian secara etimologis juga dapat digunakan untuk memahami perubahan konsep makna bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan yang secara kultural dan struktural terkait dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Kata “ulama” misalnya, kata ini pada abad keenam belas digunakan dengan konsep makna “cerdik pandai”, sedangkan pada abad kesembilan belas telah digunakan dengan konsep makna “ahli dalam bidang agama”. Penggunaan konsep makna pertama justru muncul dalam masyarakat yang mayoritas agamanya adalah Islam atau masyarakat yang kebudayaannya diwarnai oleh sistem religi berdasarkan agama Islam, sedangkan penggunaan konsep makna yang kedua muncul pada masyarakat yang sekuler yang mencoba memisahkan antara kehidupan beragama dengan kebudayan profan. 3. Etnolinguistik Dalam kamus linguistik (Kridalaksana, 1983:42) dinyatakan bahwa etnolinguistik ialah cabang lingusitik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan; atau cabang liguistik yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa. Ilmu ini sangat berguna untuk penelitian teks lisan baik yang bergenre mite, legenda, dan dongeng. Di samping itu juga sangat berguna untuk menentukan varian bahasa Melayu rendah. 4. Sosiolinguistik Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. 5. Stilistik Secara umum, stilistik adalah ilmu yang membicarakan tentang gaya yang digunakan oleh pengarang dalan karya tulisnya. Dengan berbekal stilistik seorang filolog secara Sinkronik dapat memahami dan menjelaskan dari struktur kelas mana pengarang teks berasal, pembaca yang bagaimana yang diharapakan teks, dan pada masa kapan teks tersebut di produksi. Di samping itu, juga dapat dilacak secara diakronik perbedaan penerbitan teks dari masa ke masa. Penelusuran secara sinkronik, terhadap gaya bahasa teks dapat membantu filolog dalam pencaharian teks asli atau mendekati teks aslinya dan dalam penentuan usia teks. 6. Ilmu Sastra Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar teks variabel yang dijadikan objekpenelitian filologi adalah berupa teks sastra. Keadaan ini menuntut filolog untuk menguasai ilmu sastra bila ingin mengungkap makna teks yang juga dapat dilanjutkan untuk untuk memahami kebudayaan yang tersirat dalam teks. Oleh karena itu, penguasaan ilmu sastra merupakan syarat dasar yang harus dimiliki oleh seorang filolog.Baik itu yang digunakan untuk penelitian objektif, mimetik, reseptif, maupun ekspresif. Di samping itu, pemanfaatan sosiologi sastra juga dapat membantu untuk mengungkapkan digunakan Ilmu Pengetahuan keagamaan filsafat ilmu hukum sejarah anthropologi folklor. 7. Tekstologi : Tekstologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk teks, yaitu meliputi penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Untuk memahamipenjelmaan dan penurunan teks, peneliti harus memahami terlebih dahulu karakteristikpenurunan teks berikut dengan karakteristik tiap-tiap jenis teks, sedangkan untuk menafsirkaneksistensi teks berikut dengan pemahaman isinya peneliti hendaknya memahami penelitian teks. C. Kritik teks Istilah kritik dalam pergaulan biasa sering diartikan “celaan” (baik ataupun buruk). Arti sebenarnya dalam ilmu adalah “ menempatkan karya (naskah) itu pada proporsi yang sebenarnya, agar tepat memberikan evaluasi. Kata “ kritik “ secara etimologi dapat diterangkansebagai berikut : kritik berasal dari kata “crites” yang berarti menuntut kesalahan, disini berfungsi sebagai jaksa, tapi dapat juga berfungsi sebagai hakim yang memberi keputusan/evaluasi. Dalam menyelidiki naskah-naskah di Indonesia perlu diperhatikan : 1. Memperbaiki tulisan ; karakter tulisan di Indonesia pada umumnya berasal dari sekitar India yaitu “Pallawa” (berasal dari dinasti Pallawa), dalam pengertian “ambigius” (ruwet). 2. Melakukan translitrasi, misalnya dalam mentranslitrasikan dari huruf sanskerta dan Jawa Kuna, kita harus menentukan sikap. 3. Orthographi, ejaan atau ucapan yang benar. Orthos = benar, lurus; graphos = tulisan.Orthografi sebenarnya berhubungan dengan linguistiks-historio. Misalnya pada Yunani Kuna, fonem ph, masih dibunyikan p dan h, sedang yang baru dibunyikan f (misalnya “philosophos) menjadi filosofos. Juga bunyi ae pada kata prae masih dibunyikan ae. 4. Mengikuti ejaan baru atau tidak. Dalam hal ini Negarakertagama (Java in the Fourteenth Century) oleh Dr. Th. Pigeaud tidak konsekuen dalam sikapnya. 5. Apakah naskah itu dari jamannya (tertentu) 6. Naskah apa yang kita hadapi itu. Penyajian kritik teks dalam penelitian ini disertai dengan adanya aparatkritik (aparatus criticus). Menurut Mulyani (2009b: 29) aparat kritik (aparatuscriticus) adalah pertanggungjawaban ilmiah dari kritik teks yang berisi kelainanbacaan (variae lectiones atau varian) yang ada dalam suntingan teks ataupenyajian teks yang sudah bersih dari korup.Oleh karena itu, aparat kritik digunakan untuk menjelaskan segalaperubahan, pengurangan, dan penambahan yang dilakukan sebagai bentukpertanggungjawaban ilmiah dalam suatu penelitian naskah. Jadi, apabila dalamsuatu penelitian diadakan perubahan, penambahan, maupun pengurangan makadicatat dalam aparat kritik. Penyajian aparat kritik dalam suntingan disebutkanoleh Mulyani (2009b: 29-30) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1)dicantumkan di bawah teks sebagai catatan kaki atau (2) dilampirkan di belakangsuntingan teks sebagai catatan halaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar