Rabu, 23 Desember 2015


PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU A. Psikologi Agama dan Cabang Psikologi Para ilmuwan (barat) menganggap filsafat sebagai induk dari segala ilmu. Sebab filsafat merupakan tempat berpijak kegiatan keilmuwan (Jujun S.Suriasumanteri, 1990:22). Dengan demikian, psikologi termasuk ilmu cabang dari filsafat. Dalam kaitan ini, psikologi agama dan cabang psikologi lainya tergolong disiplin ilmu ranting dari filsafat. Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (cognisi), perasaan (emotion), dan kehendak (conasi). Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa, normal, dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia. Namun terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehingga para ahli psikolog menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikolog, yaitu pikiran, perasaan, kehendak, dan gejala campuran. Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelekgensi, kelelahan maupun sugesti. Ternyata seabad setelah psikologi diakui sebagai disiplin ilmu yang otonom, para ahli melihat bahwa psikologi pun memiliki keterkaitan dengan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan batin manusia yang paling dalam, yaitu agama. Para ahli psikologi kemudian mulai menekuni studi khusus tentang hubungan antara kesadaran agama dan tingkah laku agama. Menurut beberapa temuan dari hasil studi yang dilakukan mereka melihat bahwa kasus-kasus seperti itu dapat dipelajari melalui pendekatan psikologi. Beberpa contoh dari hasil penelitian A. Gobin dan Soeur Marthe terhadap pemikiran magis pada anak-anak, kemudian R.Goldman mengadakan studi mengenai perkembangan konseptual dalam pemikiran anak-anak, terlihat memiliki implikasi praktis yang jelas bagi pendidikan agama. Implikasi serupa merupakan salah satu contoh bagaimana sumbangan pemahaman agama secara psikologis (Robert H.Thouless, 1992:9). Menurut R.H Thouless, selama sekitar tiga puluh hingga empat puluh tahun terakhir ini jumlah peneliti terhadap permasalahan khusus dalam psikologi agama sudah banyak sekali (Robert H. Thouless:10). Pernyataan ini setidak-tidaknya menginformasikan, bahwa sebagai cabang dari psikologi, maka psikologi agama dianggap semakin penting dalam mengkaji tingkah laku agama. B. Pengertian Psikologi Agama Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psiologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manuasia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, et al, 1979:77). Menurut R.H Thouless, psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tetang tingkah laku dan pengalaman manusia (Robert H. Thouless, 1992: 13). Harun Nasution menurut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religere) dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukan, patuh, utang, balasan, kabiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari ( a = tidak, gam = pergi ) mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun. ( Harun Nasution, 1974:9-10). Secara definitif, menurut Harun Nasution agama adalah: 1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. 2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. 3. Mengikat diri pada suatu bentuk yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct)yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib. 6. Pengakuan terhadap adanya kejiwaan-kejiwaan yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul (Harun Nasution:10) Selanjutnya Nasution merumuskan ada empat unsur yang terdapat dalam agama, yaitu: a. Kekuatan gaib, yang diyakini berada diatas kekuatan manusia. Didorong oleh oleh kelemahan dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan gain itu. b. Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan nasib buruk manusia. Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini agar patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan gaib itu. c. Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respon ini dalam realisasinya terlihat dalam bentuk penyembahan karena didorong oleh perasaan takut (agama primitif) atau pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta bentuk cara hidup tertentu bagi penganutnya. d. Paham akan adanya yang kudus (sacred) dan suci. Sesuatu yang kudus dan suci ini adakalanya berupa kekuatan gaib, kitab yang berisi ajaran agama, maupun tempat-tempat tertentu (Harun Nasution:11). Menurut Robert H touless, agama adalah sikap (cara penyesuaian diri) terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukan lingkungan lebih luas daripada lingkungan fisik yang terikat ruang dan waktu-the spatiotemporal physical world (dalam hal ini dimaksud adalah dunia spiritual). Definisi ini secara empiris lebih cocok untuk membedakan antara sikap-sikap keagamaan (religious)dari yang bukan keagamaan (irreligious)antara lain seperti komunisme dan humanisme. Selain itu, psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiah Darajat,1970:11). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. C. Ruang Lingkup dan kegunaannya Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama yang lainnya. Sebagai contoh dalam tujuannya psikologi agama dan ilmu perbandingan agama memiliki tujuan yang tak jauh berbeda, yakni mengembangkan pemahaman terhadap agama dengan mengaplikasikan motode-metode penelitian yang bertipe bukan agama dan bukan teologis.bedanya adalah, bila ilmu perbandingan agama cenderung memusatkan perhatiannya pada agama-adagam primitif dan eksotis tujuannya adalah untuk mengembangkan pemahaman dengan memperbandingkan satu agama dengan agama lainnya. Sebaliknya psikologi agama memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan tersebut dengan menggunakan pendekatan psikologi (Robert H. Thouless:25). Lebih lanjut, Prof.Dr.Zakiah Darajat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama, yang dianut).oleh karena itu menurut Zakiah Darajat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai: 1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biada (umum), seperti rasa lega dan temteram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegengan batin sesudah berdoa dan membaca ayat-ayat suci, kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan. 2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa tenteram dan kelegaan batin. 3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati pada setiap orang. 4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan. 5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. BAB III PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA A. Sejarah Perkembangannya Perjalanan hidup Sidharta Gautama dari seorang raja Kapilawastu yang bersedia mengorbankan kemegahan dan kemewahan hidupuntuk menjadi seorang pertapa menunjukan bagaimana kehidupan batin yang dialaminya dalam kaitan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Proeses perubahan arah keyakinan agama ini mengungkapkan pengalaman keagamaan yang mempengaruhi diri tokoh agama budha. Proses ini kemudian dalam psikologi agama disebut dengan konversi agama. Berdasarkan sumber barat, para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi agama mulai populer sekitar akhir abad ke-19. Sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian agama. Kajian semacam itudapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah laku, berpikir, dan mengemukakan perasaan keagamaan. Menurut Thouless, sejak terbitnya buku The Varieties of Religious Experience tahun 1903, sebagai kumpulan dari materi kuliah William James di empat Universitas di Skotlandia maka langkah awal dari kajian psikologi agama mulai diakui para ahli psikologi dan jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku lain diterbitkan. Diantara buku-buku tersebut adalah The Psychology Of Religion karangan E.D Starbuck, yang mendahului karangan William James. Buku lainya seperti The Spiritual Life oleh George Albert Coe tahun 1900, kemudian The Belief God and Immortality (1927) oleh J.H Leuba dan oleh Robert H. Thouless dengan judul An Introduvtion the Psychology of Religion tahun 1923, serta R.A Nicholson yang khusus mempelajari mengenai aliran sufisme dalam islam dengan bukunya Studies in Islamic Mysticism, tahun 1921. Sebagai disiplin ilmu boleh dikatakan psikologi dapat dirujuk dari karya penulis barat, antara lain Jonathan Edward, Emile Durkheim, Edward B.Taylor maupun Stanley Hall yang memuat kajian mengenai agama suku-suku primitif dan mengenai konversi agama. Sumber-sumber barat umumnya merujuk awal kelahiran psikologi agama adalah dari karya Edwin Diller Starbuck diterbitkan tahun 1899, dinilai sebagai buku yang memang khusus membahas masalah yang menyangkut psikologi agama. Setahun kemudian (1900), William James menerbitkan buku The Varieties of Religion Experiences. Buku yang berisi pengalaman keagamaan berbagai tokoh ini kemudian dianggap sebagai buku yang menjadi perintis awal dari kelahiran psikologi agama menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Psikologi agama diakui sebagai disiplin ilmu, cabang dari psikologi, seperti ilmu-ilmu cabang psikologi yang lainnya. Pengenalan psikologi agama dilingkungan perguruan tinggi (IAIN) dilakukan oleh Prof. Dr. H.A. Mukti Ali dan Prof. Dr. Zakiah Darajat. Buku-buku khusus yang khusus mengenai psikologi agama banyak dihasilkan oleh Prof.Dr.Zakiah Darajat, antara lain: ilmu jiwa Agama (1970), peranan agama dalam kesehatan mental (1970), dan kesehatan mental. Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, perkembangan psikologi agama dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda. Hal ini antara lain disebabkan selain bidang kajian psikologi agama menyangkut kehidupan manusia secara pribadi, maupun kelompok, bidang kajiannya juga mencakup permasalahan yang menyangkut perkembangan usia manusia. B. Beberapa Metode dalam Psikologi Agama Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi juga memiliki metode penelitian ilmiah. Didalam penelitian psikologi agama ada beberapa hal yang perlu duperhatikan, diantaranya: 1. Memiliki kemampuan dalam meneliti kehidupan dan kesadaran batin manusia. 2. Memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pengalaman dapat dibuktikan secara empiris. 3. Dalam penelitian harus bersikap filosofis spiritualistis 4. Tidak mencampuradukan antara fakta dengan angan-angan atau perkiraan khayali. 5. Mengenal dengan baik masalah-masalah psikologi dan metodenya. 6. Memiliki konsep mengenai agama serta mengetahui metodologinya. 7. Menyadari tentang adanya perbedaan antara ilmu dan agama. 8. Mampu menggunakan alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ilmiah. Dalam meneliti ilmu jiwa agama menggunakan sejumlah metode, yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Dokumen Pribadi (Personal Documant) Metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk memperoleh informasi mengenai hal tersebut maka cara yang ditempuh adalah mengumpulkan dokumen pribadi seseorang. Dokumen tersebut dapat berupa autobiografi, biografi, tulisan maupun catatan-catatan yang dibuatnya. William James dalam bukunya The Varieties of Religius Experience tampaknya menggunakan metode ini. Dalam buku tersebut James mengemukakan sejumlah kasus pribadi tentang pengalaman agama yang dirasakan oleh masing-masing individu. Dalam penerapannya, metode pribadi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara atau teknik, diantaranya: a. Teknik Nomotatik Nomotatik merupakan pendekatan psikologi yang digunakan untuk memahami tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan umum dari hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi yang dianggap sebagai penyebab terjadinya sikap tersebut. Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari perbedaan-perbedaan individu. Dalam penerapannya, nomotatik ini mengasumsikan bahwa pada diri manusia terdapat suatu lapisan dasar dalam struktur kepribadian manusia sebagai sifat yang merupakan ciri umum kepribadian manusa. Nomotatik yang digunakan dalam studi tentang kepribadian adalah mengukur perangkat sifat seperti kejujuran, ketekunan, dan kepasrahan sejumlah individu dalam suatu kelompok. Hartshorne dan Mark A.May sejak tahun 1928 dan 1929 mempelajari tentang karakter alami manusia. Dalam studi tersebut terungkap bahwa ada sejumlah kecil pemantapan diantara pengukuran-pengukuran yang dilakukan terhadap sifat dasar moral (Philip G. Zimbardo, 1979:294). b. Teknik Analisis Nilai Teknik ini digunakan dengan dukungan analisis statistik. Data yang terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti. Teknik statistik digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan yang dapat dibahas dengan menggunakan bantuan ilmu eksakta, terutama dalam mencari hubungan antara sejumlah variabel. Carlsom misalnya dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan antara kepercayaan dengan tingkat kecerdasan. Didapatnya korelasi antara agama dan kecerdasan yang berarti bahwa anak-anak yang kurang cerdas cenderung berpegang erat kepada kepercayaan agama, sedangkan pada anak-anak yang cerdas cenderung itu lebih kecil. c. Teknik Idiography Teknik ini juga merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami sifat-sifat dasar manusia, namun lebih dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat yang dimaksud dengan keadaan tertentu dan aspek-aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing-masing individu dalam upaya untuk memahami seseorang. Gordon Allport merupakan pelopor dari penggunanaan teknik ideografi mengemukakan bahwa untuk mempelajari kepribadian semestinya mencakup sifat-sifat dasar yang merupakan ciri khas yang ada hubungan antara seseorang dengan perspektif dirinya. Masing-masing sifat dasar (tabiat) seseorang individu sebagai ciri khas terlihat dalam penampilan sikap seseorang secara umum (Philip G. Zimbardo, 1979:197). d. Teknik Penilaian terhadap Sikap (Evaluation Attitudes Technique) Teknik ini digunakan dalam penelitian terhadap biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen tersebut, kemudian ditarik kesimpulan bagaimana pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama. 2. Kuesioner dan Wawancara Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Metode ini dinilai memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) Dapat memberi kemungkinan untuk memperoleh jawaban yang cepat dan segera. 2) Hasilnya dapat dijadikan dokumen pribadi tentang seseorang serta dapat pula dijadikan data nomotatik. Selain pertimbangan tersebut, metode ini juga mempunyai kelemahan, seperti: 1) Jawaban yang diberikan terikat oleh pertanyaan sehingga responden tak dapat memberikan jawaban secara lebih luas. 2) Sulit untuk menyusun pertanyaan yang mengandung tingkat relevansi yang tinggi, karena itu diperlukan keterampilan yang khusus unutk itu. 3) Kadang-kadang sering terjadi salah penafsiran terhadap pertanyaan yang kurang tepat, dan tidak semua pertanyaan sesuai untuk setiap orang. 4) Untuk memperoleh jawaban yang tepat, dibutuhkan adanya jalinan kerjasama yang baik antara penanya dan responden. Dan kerja sama seperti itu memerlukan pendekatan yang baik dari si penanya. Dalam penerapannya, metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk. Diantara cara yang digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui: 1) Pengumpulan Pendapat masyarakat (public opinion polls) Teknik ini merupakan gabungan antara kuesioner dan wawancara. Cara mendapatkan data adalah melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai. Data tersebut selanjutnya dikelompokan sesuai dengan klasifikasi yang sudah dibuat berdasarkan kepentingan penelitian. Teknik ini banyak digunakan oleh E.B Taylor dalam penelitiannya. 2) Skala penilaian (Rating Scale) Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri sessorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok. 3) Tes (test) Tes digunakan dalam upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu. 4) Eksperimen Teknik eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan kasus yang sengaja dibuat. Teknik ini sering digunakan oleh J.B Cock dalam penelitiannya. 5) Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi (sociological and anthropological observation) Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang perorang atau kelompok. 6) Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya Cara ini digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan (upacara,ritus) dengan menggunakan pendekatan psikologi. Melalui pengukuran statistik kemudian dibuat tolak ukur berdasarkan pendekatan psikologi yang duhubungkan dengan kebudayaan. Berdasarkan pendekatan tersebut misalnya ditentukan kategori hubungan menjadi: a. Adanya persaudaraan antara sesama orang yang ber-Tuhan. b. Masalah ketuhanan dan agama c. Adanya kebenaran keyakinan yang terlihat dalam bentuk formalitas d. Bentuk-bentuk praktik keagamaan 7) Pendekatan terhadap perkembangan (Development Approach) Teknik ini digunakan untuk meneliti asal usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya. 8) Metode klinis dan proyektivitas (Clinical Method And Projectivity Technique) Dalam pelaksanaannya, metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dengan agama. 9) Metode umum proyektivitas Berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu. Selanjutnya, peneliti memperhatikan reaksi yang muncul dari responden. Dengan membiarkan reaksi secara tak sengaja, maka pertanyaan yang muncul dari reaksi itu dijadikan dasar penafsiran terhadap gejala yang diteliti. 10) Apersepsi Nomotatik (Nomothatic Apperception) Caranya dengan menggunakan gambar-gambar yang samar.melalui gambar-gambar yang diberikan diharapkan orang yang diteliti dapat mengenal dirinya. 11) Studi kasus (Case Study) Studi kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu. Jadi studi kasus merupakan cara pengumpulan data melalui berbagai teknik. 12) Survei Survei biasanya digunakan dalam penelitian sosial. Metode ini dapat digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat. Metode kuesioner dan wawancara dengan berbagai tekniknya seperti dikemukakan diatas, biasanya digunakan untuk tujuan-tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui latar belakang keyakinan agama b. Untuk mengetajui bentuk hubungan mabusia dengan Tuhannya c. Serta untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi. Selain dari tujuan tersebut, dalam kaitannya dengan penelitian psikologi agam juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lain misalnya: a. Untuk kepentingan pembahasan, mengenai hubungan antara penyakit mental dengan keyakinan beragama. b. Untuk dijadikan bahan guna membenruk kerja sama antara ahli psikologi dengan ahli agama c. Untuk kepentingan meneliti dan mempelajari kejiwaan para tokoh agama, termasuk para pembawa ajaran agama itu sendiri seperti para nabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar