Rabu, 23 Desember 2015


A. Pengertian Filologi Secara etimologis, filologi berasal dari kata Yunani philos yang konsep maknanya hampir sama dengan kata “cinta” dalam bahasa Indonesia dan kata logos (Yunani) yang konsep maknanya hampir sama dengan “kata” dalam bahasa Indonesia. Dari dua pengertian kata tersebut filologi bermakna “Cinta kata” atau “senang bertutur”. Perkembangan makna filologi selanjutnya menjadi “senang belajar” “senang ilmu” “senang kesusastraan”atau “senang kebudayaan”. Dilihat dari etimologinya, maka filologi penyelidikannya pada yang tertulis. Mementingkan arti kata-kata atau berkepentingan dengan kata-kata dalam unsur komunikasi. Khususnya kata-kata yang dikomunikasikan secara tertulis (yang kuna). Menyelidiki kata-kata dalam arti sebenarnya (maksudnya). Jadi tidak melihat dari segi estetika, karena hal ini termasuk dalam ilmu sastra ( kesusastraan). Sehingga letak filologi dapat diterangkan demikian Teknis maksud/tujuan nilai -------------------------- --------------------------------- ------------------------------ linguistik filologi kesusastraan Penjelasan lain dapat kita ikuti pendapat dari Prof. Dr. A.A. Fokker dalam kuliah-kuliahnya sekitar tahun 1955 – 1956, memberikan batasan filologi sebagai berikut : ..........ahli filologi mempelajari bahasa bukan dengan maksud untuk mengetahui susunan-susunan atau hukum-hukumnya, melainkan untuk mengetahui karya sastra, hingga pelajaran bahasa gabi ? mereka hanya merupakan alat saja, bukan tujuan. Tujuannya yaitu kesusastraan dan kebudayaan yang bersangkutan. Jadi, ahli filologi menelaah buah pikiran yang dinyatakan dalam salah satu bahasa. Sebaiknya ahli linguistik bertanya ; bagaimanakah buah pikiran dinyatakan dengan suatu bahasa. Jadi bahasa bukan sebagai alat belaka melainkan sebagai tujuan. Daripengertian secara etimologis di atas, setidaknya ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan pegangan untuk dikembangkan menjadi definisi, yaitu senang, kesusastraan, dan kebudayaan. Pengertian filologi secara etimologi serta sejarah penelitiannya dapat dibangun definisi filologi : ilmu yang membahas cara penelitian teks untuk dapat menarik pemahaman nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam teks tersebut baik yang tersurat maupun yang tersirat.Untuk membangun definisi filologi secara komprehensif maka perlu dilakukanpenelusuran terhadap unsur-unsur penelitian filologi yang secara paradigmatis selalu munculdalam sepanjang sejarah penggunaan ilmu tersebut dari waktu ke waktu.Unsur-unsur penelitian filologi tersebut meliputi fokus, subjek, dan objek penelitian. Jika memungkinkan juga melihat metode penelitian yang digunakan. Mengenai etimologi kata filologi sudah diterangkan, yaitu ilmu yang dipakai orang-orang “yang menyukai perkataan”, yang dalam bahasa Inggeris yaitu “ Philology”. Di Inggeris juga di Amerika istilah filologi tidak dipakai lagi, lebih umum dipakai istilah “ study of Literature” (studi sastra), karena istilah filologi dipandang sudah kolot (arkhais). Kalau yang dimaksud itu khusus filologi seperti pengertian kita, Inggeris dan juga Amerika memakai istilah “Textual Criticism”(dipinjam dari bahasa Jerman) yang tidak dilepaskan dari linguistik artinya termasuk dalam linguistik. Sedang di Jerman filologi telah dihubungkan dalam bahasa latin dan Yunani Kuna. Seorang yang sering bukunya disebut untuk mempelajari filologi yaitu Paul Maas (ahli bahasa Yunani Kuna, Jerman). Bukunya pertama kali ditulis dalam bahasa Jerman dengan judul “Tekxtkritik”, yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris antaranya oleh Barbara Flower (1985) : English Edting Oxford University dan sebelumnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris yaitu ; Textual Criticism. Isi buku tersebut diambilkan dari naskah-naskah Yunani Kuna. Buku kecil saja, hanya 50 halaman, dan sulit dimengerti karena berupa gambar-gambar. Sesuatu bahasa jika kita mengambil dasar dari buku-buku yang berbahasa asing, bila umpamanya saja kita mentrapkan pada filologi Indonesia. Sebuah contoh misalnya “Tantu Panggelaran” edisi (terbitan), editor ( penerbit), Dr. Th. Pigeaud, masih memakai metode kuna (out to date) pada waktu itu. Ia hanya memakai sebuah naskah saja, dengan kesalahan-kesalahannya. Biasanya mengumpulkan teks (legger), kemudian diambil satu diantaranya yang dipandang paling baik, paling sedikit kesalahan, tetapi tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1932, J Gonda menerbitkan Brahmandapurana, maka untuk pertama kalinya Gonda lah yang memakai metode yang baru dalam penelitian filologi di Indonesia. Perlu juga kiranya diketahui bahwa pada akhir-akhir ini timbul ide yang cenderung untuk mendekati telaah filologi dengan teori-teori yang terdapat pada sastra modern. Ternyata kenyataannya tidak bisa dalam penyelidikan filologi melepaskan diri dari linguistik dan kesusastraan. Karena itulah maka tugas penelitian filologi : 1. Tidak boleh mengasingkan diri 2. Harus juga berhubungan dengan linguistik dan kesusastraan 3. Penelitian pada latar belakang naskah-naskah (makna, maksud yang sebenarnya). B. Objek Penelitian Filologi Objek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Berikut ini adalah uraiantentang naskahdan teks. 1. Naskah Naskah dalam bahasa Inggris disebut manuskrip dan dalam bahasaBelanda disebut handschrift (Djamaris, 1977: 20). Menurut Darusuprapta(1984:10), naskah adalah karangan tulisan tangan, baik yang asli maupunsalinannya, yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata yang merupakanbacaan dengan isi tertentu. Baroroh-Baried (1977: 20) berpendapat bahwa naskahmerupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran danperasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Dari ketiga pengertiantersebut dapat disimpulkan bahwa naskah adalah tulisan tangan, baik asli maupunsalinannya yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, sebagai hasil budayabangsa pada masa lampau. Peninggalan-peninggalan naskah pada masa lampau banyak yang tersebardi wilayah Jawa. Peninggalan naskah jumlahnya tidak terbilang, yakni sebagianbesar telah dihimpun dalam koleksi naskah lembaga ilmiah. Adapun lembaga-lembagayang menyimpan naskah Jawa, antara lain: Balai Penelitian Bahasa diYogyakarta, Balai Kajian Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional di Yogyakarta, serta10naskah-naskah koleksi pribadi yang tersebar luas di segala lapisan masyarakat(Darusuprapta, 1995: 2-3).Selain lembaga-lembaga penyimpanan naskah yang telah disebutkan diatas, naskah-naskah Jawa juga tersimpan di pusat kebudayaan Jawa. Adapun pusatkebudayaan Jawa tempat penyimpanan naskah tersebut, seperti: TepasKapujanggan Widyabudaya Kasultanan Yogyakarta, Perpustakaan PuraPakualaman Yogyakarta, Perpustakaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta,Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta, Perpustakaan Reksapustaka PuraMangkunegaran Surakarta, dan Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta(Darusuprapta, 1995: 3-6).Naskah Jawa mengandung isi bermacam-macam, di antaranya naskahmengandung unsur peristiwa penting dalam sejarah, sikap dan pikiran sertaperasaan masyarakat, ide kepahlawanan, sikap bawahan terhadap atasan dansebaliknya. Ada pula naskah yang menguraikan sistem pemerintahan, tata hukum,adat istiadat, kehidupan keagamaan, ajaran moral, perihal pertunjukan besertasegenap peralatannya (Darusuprapta, 1995: 137). Naskah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu naskah Sêrat Dwikarånå.Dalam naskah Sêrat Dwikarånå memuat tentang bermacam-macam tekspiwulang, misalnya sabab musababing manungsa saged mlampah, patrap wawansabda kaliyan tiyang sanes, pralambangipun (Behrend, 1990: 495), dan lainsebagainya.Menurut Ismaun (1996: 8), naskah Jawa ditulis dengan keragaman bentukpenulisan aksara Jawanya. Keragaman bentuk penulisan aksara Jawa itu ada limamacam, yaitu (1) bata sarimbag, (2) ngêtumbar, (3) mucuk êri, (4) nyacing,dan(5) kombinasi. Di bawah ini diuraikan bentuk-bentuk penulisan aksara Jawa. 1. Bata sarimbag, yaitu aksara Jawa yang berbentuk persegi menyerupaibata merah. 2. Ngêtumbar, yaitu aksara Jawa yang pada sudut-sudutnya tidakberbentuk sudut siku tetapiberbentuk setengah bulat menyerupai bijiketumbar. 3. Mucuk êri, yaitu aksara Jawa yang pada bagian atas berupa sudutlancip seperti duri (êri). 4. Nyacing, yaitu aksara Jawa yang bentuk aksaranya pipih seperticacing. 5. Kombinasi, yaitu aksara Jawa yang bentuknya terbentuk darigabungan keempat jenis aksara Jawa tersebut di atas. 2. Teks Objek penelitian selain naskah adalah teks. Teks adalah kandungan ataumuatan naskah,sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja(Baroroh-Baried, 1985: 56). Kandungan naskah yang menyajikan berbagai aspeksekarang sudah mulai mendapat perhatian peneliti. Hal itu disebabkan karenakandungan naskah menyimpan informasi tentang produk-produk masa lampaumempunyai relevansi dengan produk-produk masa kini. Dalam penjelmaan danpenurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:(1) teks lisan atau tidak tertulis, (2) teks naskah atau tulisan tangan, dan (3) tekscetakan (Baroroh-Baried, 1985: 56). C. Filologi Termasuk Disiplin Bahasa. Sebagaimana diketahui bahwa studi bahasa di Fakultas Sastra (UNUD) dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menyangkut disiplin “bahasa” dan yang kedua disiplin “Arkeologi, Antropologi dan sejarah”. Kelompok pertama (bahasa) terdiri dari : 1. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia 2. Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris 3. Jurusan Bahasa dan sastra Bali 4. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Kuna. Pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di bagi lagi menjadi 3 seksi : 1. Seksi Linguistik 2. Seksi kesusastraan 3. Seksi filologi. Bahasa secara umum adalah alat komunikasi, baik lisan maupun tulis. Bahasa merupakan tindakan khas manusia, karena itu termasuk Ilmu kemanusiaan (humaniora = humanities). Disebut juga Ilmu Budaya sesuai dengan ciri khas manusia. Dilihat dari fungsinya termasuk ilmu yang berhubungan dengan tindakan manusia (berhubungan seks, pergaulan dsb. / rumpun ilmu sosial) Dalam abad XX ini, ilmu pengetahuan kemanusiaan belum ada, hubungan antar manusia termasuk dalam ilmu Sosiologi, hubungan manusia dengan benda yang diciptakannya adalah rumpun Antropologi Budaya. Dulu penyelidikan Filologi terbatas pada naskah-naskah (yang sudah mati dan kuna), tetapi sekarang sampai pada ilmu sosial budaya. Gejala bahasa, cara bagaimana terjadinya (seperti perkembangan bunyi dalam menghasilkan bahasa, cara pengucapan, pemakaian kata-kata dalam kalimat. Ilmu yang melihat gejala-gejala bahasa secara teksnis disebut Ilmu Linguistik. D. Tujuan Filologi Seperti halnya ilmu lainnya, penelitian filologi mempunyai tujuan yangmendasari langkahkerjanya. Langkah pengkajian filologi mempunyai dua tujuan,yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Baroroh-Barried, dkk. (1985: 5),menyebutkan bahwa tujuan umum dan tujuankhusus filologi adalah sebagaiberikut. a. Tujuan umum 1) Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasilsastranya, baik lisan maupun tulisan; 2) Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya; 3) Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternativepengembangan kebudayaan. b. Tujuan khusus 1) Menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teksaslinya; 2) Mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya; 3) Mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya. Sedangkan menurut Djamaris (2002 : 9) Filologi mempunyai tujuan sebagai berikut : 1) Mentransliterasikan teks dengan tugas utama menjaga keaslian/cirri khusus penulisan kata dan menterjemahkan teks yang ditulis dalam bahasa daerah ke bahasa Indonesia 2) Menyunting teks dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan pedoman ejaan yang berlaku, penggunaan huruf capital, tanda-tanda baca, penyusunan alinea dan bagian-bagian cerita. 3) Mendeskripsikan kedudukan dan fungsi naskah dan teks yang diteliti supaya dapat diketahui tempat karya sastra yang diteliti itu dalam kelompok atau jenis sastra yang mana dan apa manfaat dan gunanya karya sastra itu. 4) Sebagai tambahan, tujuan kritik teks adalah membersihkan teks dari kesalahan yang terjadi selama penyalinan berulang kali, merekontruksi isi naskah sehingga naskah telah tersusun kembali seperti semula dan menjelaskan bagian-bagian yang kurang jelas sehingga seluiruh teks dapat dipahami. E. Sejarah Filologi Penelusuran secara historis dimaksudkan untuk memahami dan menjelaskan setiap transformasi yang terjadi pada unsur-unsur tersebut. Filologi sebagai ilmu sebetulnya mempunyai sejarah yang panjang. Ilmu ini untuk pertama kalinya muncul sejak abad ke-3 Sebelum Masehi di Eropa baik itu di Romawi Barat, Romawi Timur maupun Iskandariyah. Kemudian berkembang pada Abad ke-13 Masehi sampai abad ke 17 Masehi dan mengalami transformasi yang cukup signifikan pada abad ke-20 Masehi terutama yang terjadi di Eropa atau tepatnya di Wilayah Anglo-sakson. Di samping itu, ilmu ini juga menyebar ke Timur Tengah pada abad ke-4 Masehi dan berkembang sampai pada abad ke sembilan Masehi, yaitu pada waktu pemerintahan Islam Daulah Abasiyah yang berpusat di Bagdad. Pada Abad ke-15 sampai dengan abad ke 20 Masehi sejalan dengan munculnya bangsa Eropa ke Wilayah Timur, ilmu ini juga masuk ke India dan beberapa daerah di wilayah Nusantara.Meskipun telah mengalami perubahan atau perkembangan yang cukup lama namun ilmu tersebut tetap memiliki karakteristik yang tidak berubah. Karakteristik tersebut terlihat pada objek, subjek, dan fokus kajian yang dilakukan oleh para filolog sejak ilmu ini pertama kali dikenal orang sampai sekarang. Pada waktu pertama kali penelitian filologi ini dilakukan, yaitu pada abad ke 3 SM kerja seorang filolog ialah membaca dan menyalin naskah Yunani yang ditulis pada abad ke-8 SM di daun papirus dalam bahasa Funisia. Pada umumnya teks tersebut berisi berbagai ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra & karya sastra, ilmu hukum, dsb. Mereka melakukan pekerjaan tersebut untuk keperluan penggalian ilmu pengetahuan Yunani lama & perdagangan naskah. Agar hasil pekerjaannya tersebut layak jual mereka melakukan perbaikan huruf, ejaan, bahasa, tatatulis kemudian menyalinnya dalam keadaan yang mudah dibaca serta bersih dari kesalahan. Selanjutnya suatu waktu ditemukan sebuah naskah dalam keadaan yang masih gelap, diperkirakan berisi tentang penobatan salah seorang raja Athena atau Macedonia. Setelah diteliti ternyata dugaan itu tidak benar. Isinya ternyata merupakan suatu mitos tentang “terbitnya matahari.Demikian yang dilakukan para filolog pada abad ke-3 Masehi di Aleksandria. Pada Abad yang sama, di Romawi Barat para filolog membaca dan menyalin naskah berbahasa Latin yang berisi puisi dan prosa yang telah diteliti secara filologis sejak abad ke-3 SM. Perbedaannya dengan para filolog di Aleksandria ialah terletak pada fokus perhatian mereka. Kalau di Aleksandria para filololog hampir memperhatikan berbagai ilmu pengetahuan, di Romawi barat mereka hanya memfokuskan pada naskah keagamaan terutama sejak terjadi kristenisasi di Eropa. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pembacaan dan penyalinan naskah pada kulit binatang domba yang disebut “perkamen” (Belanda) “parchment” (Inggris). Perbedaan lainnya ialah pada cara penulisan yang telah menggunakan nomor halaman dalam bentuk buku (codex) Perbedaan yang cukup signifikan dilakukan oleh para filolog Romawi Timur. Jika para filolog di Eropa atau Romawi Barat mereka hanya membaca dan menyalin naskah maka para filolog di Romawi Timur menambah kegiatan mereka dengan menafsirkan isi naskah. Penafsiran mereka dinamakan scholia, yaitu penafsiran yang ditulis pada setiap halaman berupa tulisan lain yang membicarakan masalah yang sama yang ada dalam naskah. Pada abad ke-5 M di Timur Tengah tepatnya di Jundi Syapur, Pusat Studi ilmu Filsafat dan ilmu kedokteran, para filolog melakukan penerjemahan teks Yunani ke dalam bahasa Syria kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Kegiatan serupa juga terjadi di Herra (Hirah), yaitu menerjemahkan teks yang berisi tulisan Plato, Ptolomeus, dan Galen ke dalam bahasa Syiria dan Arab. Di Bagdad Abad ke-8 s/d ke-9 Masehi para filolog Dinasti Abasiyah di samping melakukan penerjemahan teks Yunani dan Parsi ke dalam bahasa Arab juga melakukan penelaahan dan studi kandungan teks yang berisi ilmu pengetahuan seperti geometri, astronomi, teknik, dan musik. Di samping itu mereka juga mengiventarisir naskah yang ditemukan. Metodologi yang digunakan ialah kritik teks yaitu dengan memberikan kritik terhadap adanya korupsi dan penerjemahan yang kurang tepat. Penerjemahan juga dilakukan oleh para filolog di Cambridge dan Oxford pada abad ke-17 M dengan melakukan penerjemahan terhadap teks Arab, Parsi, Turki, Ibrani, dan Siria ke dalam bahasa Inggris. Teks-teks yang mereka teliti berisi berbagai ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Pada Abad ke-13 M dapat dikatakan sebagai puncak perkembangan filologi. Di Italia para filolog di samping membaca dan menyalin juga merunut sejarah suatu teks. Untuk kegiatan tersebut mereka telah menggunakan metode kritik teks dalam merunut sejarahnya. Isi teks yang dikerjakannya meskipun terfokus pada masalah humaniora namun cukup beragam, yaitu mulai dari masalah keagamaan, filsafat, ilmu hukum, sejarah, ilmu bahasa, kesastraan, sampai masalah kesenian. Pada Abad ke-15 di daratan Eropa terjadi revolusi dalam penyalinan naskah, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak. Penemuan ini akan memberi warna tersendiri terutama dalam kegiatan penyalinan naskah, yaitu yang berupa perbanyakan naskah. Naskah yang telah diteliti dan disunting dengan memperkecil kesalahan atau mengusahakan naskah sesuai dengan teks aslinya kemudian diperbanyak dengan menggunakan mesin cetak. Dalam praktiknya, banyak naskah sebuah teks yang disunting dengan memasukkan semua unsur yang baik yang terdapat dalam berbagai naskah yang dijumpai sehingga terjadilah naskah baru yang berupa naskah hibrid karena tidak diketahui lagi ciri-ciri setiap naskah yang diperbandingkan. Hal ini terjadi karena filolog tidak memberikan kritik teks terhadap setiap perbedaan yang terjadi pada setiap naskah. Di samping terjadinya peristiwa seperti di atas pencarian daerah baru yang terjadi di negara-negara Eropa memunculkan daerah koloni baru. Kondisi ini menodorong pemerintahuntuk membebani para filolog agar dapat melakukan penelitian teks untuk memahami kebudayaan masyarakat yang berada di daerah-daerah jajahan demi kepentingan penjajahan atau pemerintah kolonial. Para filolog kemudian melakukan penelitian bahasa teks, penerjemahan, penelaahan, dan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan yang berasal dari India dan Nusantara. Sejarah penelitian filologi di atas menunjukkan bahwa objek penelitian filologi sejak pertamakali hingga sekarang tetap tidak berubah, yaitu teks atau naskah. Berbeda dengan objek penelitiannya, subjek penelitian filologi secara struktural mengalami transformasi sejalan dengan perkembangan atau tuntutan zaman, yaitu mulai dari berbagai macam ilmu pengetahuan, masalah keagamaan, sampai pada semua aspek kebudayaan untuk kepentingan penjajahan. Demikian juga yang terjadi pada fokus penelitiannya, yaitu mulai dari pembetulan kesalahan, penyalinan, penafsiran, sampai pada kegiatan penerjemahan. Definisi Filologi Berdasarkan tiga kata kunci pengertian filologi secara etimologis serta sejarah penelitian filologi di atas dapat dibangun definisi filologi sebagai berikut. Filologi adalah ilmu yang membahas cara penelitian teks untuk dapat menarik pemahaman nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam teks tersebut baik yang tersurat maupun yang tersirat. Dari contoh penelitian filolog di Yunani tersebut, dapat kita menarik suatu kesimpulan bahwa filologi tidak dapat dilepaskan dari bidang-bidang ilmu sosial lainnya , seperti ; agama, filsafat, antropologi, sosiologi, folklore, mythe, sejarah, politik maupun sosial), ilmu-ilmu itu harus kita pertimbangkan dalam melakukan penelitian filologi. Contoh lain yaitu kakawin Negarakertagama (yang mula-mula diketemukan di Lombok). Implikasinya, seorang filolog tidak dapat membatasi diri, hanya sampai pada rangkaian kata-kata yang dihadapi saja (yang tertulis atau harfiah saja). Sebab akan menimbulkan bahaya kekeliruan dalam evaluasi, hal ini terjadi pada jaman dulu, umpama tentang kata “dewa”, di india dapat dipakai untuk raja-raja. Kalau mempelajari benda-benda mati , berupa naskah-naskah, maka dalam evaluasi sering kali lebih berbahaya. Hal-hal di atas merupakan hukum, dasar-dasar filologi, yaitu ; - Melihat teks (naskah) - Mengadakan penelitian - Penafsiran - Dan akhirnya evaluasi. Prinsipnya jangan sampai melewati atau mengabaikan teks, sikap ini harus tetap dipertahankan dan memerlukan ketabahan dalam menghadapi suatu naskah kuna. Jadi seorang filolog tidak bisa menulis suatu naskah yang berasal dari terjemahan saja, tetapi harus sampai kepada aslinya (teks orisinil). Selanjutnya perkembangan filologi misalnya di Inggeris juga di Amerika istilah filologi tidak dipakai lagi, lebih umum dipakai istilah “ study of Literature” (studi sastra), karena istilah filologi dipandang sudah agak kolot (arkhais). Kalau yang dimaksud itu khusus filologi seperti pengertian kita, Inggeris dan juga Amerika memakai istilah “ Textual Criticism” (dipinjam dari bahasa Jerman) yang tidak dilepaskan dari linguistik artinya termasuk dalam linguistik. Sedangkan di Jerman filologi telah dihubungkan dalam bahasa latin dan Yunani Kuna. Seorang yang sering bukunya disebut untuk mempelajari filologi yaitu Paul Maas (ahli bahasa Yunani kuna dari Jerman). Bukunya pertama kali ditulis dalam bahasa Jerman dengan judul “ Tekx kritik” yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris antaranya oleh “Barbara Flower (1950); English Edting Oxford University dan sebelumnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris pada tahun 1927, judul dalam bahasa Inggeris : “Textual Criticism”. Isi buku tersebut di ambilkan dari naskah-naskah Yunani Kuna, bukunya kecil saja, hanya 50 halaman (sulit dimengerti karena berupa gambar-gambar). Sesuatu bahaya jika kita mengambil buku-buku yang berbahasa asing. Bila umpamanya saja kita menterapkannya pada filologi Indonesia. Sebuah contoh misalnya : Tantu panggelaran edisi Dr. Th. Pigeaud, masih memakai metode kuna (out to date) pada waktu itu. Ia hanya memakai sebuah naskah saja, dengan kesalahan-kesalahannya. Biasanya mengumpulkan teks, kemudian diambil satu di antaranya yang dipandang paling baik (paling sedikit kesalahan). Tetapi tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1932 J. Gonda, menerbitkan Brahmanda Purana, maka untuk pertama kalinya Gondalah yang memakai metode baru dalam penelitian filologi di Indonesia. F. Hubungan Filologi Dengan Sejarah. Di Athena misalnya suatu kebiasaan seorang panglima perang selalu diikuti oleh seorang penulis yang bertugas mencatat kejadian sehari-hari. Hal ini menjadi pegangan penulisan-penulisan sejarah Eropa, sehingga dalam disiplin penulisan dipercaya. Interpretasi : di dalam menghadapi sesuatu sebagai sumber sejarah, maka kita harus memperhatikan ; 1) Peranan sejarah (kurang) atau tidak ada, akhir-akhir ini mulai timbul. 2) Naskah-naskah kita tidak ada yang khusus mengenai sejarah (karena itu kita harus waspada) 3) Pemakaian data tidak boleh dipakai begitu saja, harus diteliti dan diselidiki dengan membandingkan pada berita-berita asing seperti para musafir Cina, Marcopolo, Ibnu Bathutah, prasasti-prasasti dan lain sebagainya. Jadi selayaknya dalam menggunakan naskah sebagai sumber sejarah perlu pendekatan secara filologis supaya tidak terjadi kesalahan dalam mengemukakan interpretasi. Misalnya Krom tentang jaman Hindu, sekarang tulisannya itu dianggap gegabah, yaitu tentang perpindahan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur tanpa argumentasi. Artinya Krom membicarakan hal-hal di dalam sejarah secara terbuka.Dalam hal ini C.C. Lerg agak lebih baik, tetapi sayang fantasinya terlalu jauh. Autentitas berita-berita juga merupakan lapangan Filologi. Jadi antara ilmu dan bahan harus dipisahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar