Senin, 04 Januari 2016


NILAI-NILAI DALAM KALA TATTWA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agama berasal dari kata sansekerta yaitu a dan gam. Aartinya “tidak” dan gam artinya “pergi”. Jadi kata Agama berarti “tidak pergi” , “tetap di tempat”, “langgeng” diwariskan secara turun temurun. Sedangkan arti dalam jiwa kerohaniannya agama itu adalah dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia. (Upadeśa, 2001:4). Hindu adalah salah satu agama besar di dunia yang lahir di India. Kata Hindu adalah perkembangan ucapan dari kata indu yang artinya bintik air suci, kemudian menjadi kata sindu selanjutnya menjadi Hindu, terakhir menjadi India. Agama Hindu adalah agama Weda, jadi indikasi atau ukuran bahwa suatu agama itu adalah Hindu bila ajarannya bersumber pada Weda (I Gede Sura dkk, 1988/1999:26-27). Agama Hindu memiliki tiga kerangka dasar yaitu tatwa, etika, dan Upacara, ketiganya merupakan satu kesatuan yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh umat Hindu (Upadesa, 1967 :14). Katatattwa merupakan istilah filsafat yang didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai oleh filsafat itu, yakni suatu kebenaran sejati yang hakiki dan tertinggi (Sudharta, 1985: 4). Secara etimologi, filsafat berasal dari kata majemuk Filo (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan). Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Dengan pertimbangan yang sehat akan mencapai kebenaran. Dalam ajaran agama Hindu, suatu kebenaran adalah pelaksanaan dari ajaran dharma (Poedjawiatna, 1980 : 2) Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki keterangan atau sebab yang sedalam-dalamnya sehingga manusia itu mampu tahu. Filsafat juga dikatakan suatu ilmu yang bersifat alamiah yaitu dengan sabar menuntut kebenaran bersistem dan berlaku umum (Sura, 1991:12). Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethis yang berarti kesusilaan lebih tepatnya to ethos yang berarti kebiasaan, adat istiadat, kesusilaan. Etika ialah pengetahuan tentang kesusilaan, kesusilaan berbentuk kaedah-kaedah yang berisi larangan-larangan untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian dalam etika akan didapati ajaran-ajaran tentang perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk (I Gede Sura dkk, 1994 :32). Sedangkan Upacara berasal dari bahasa Sansekerta yaituUpa dan Cara. Kata Upa berarti berhubungan dengan, sedangkan Caraberasal dari kata ca yang berarti gerak. Dengan demikian upacara adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerak atau dengan kata lain upacara adalah pelaksanaan dari upakara-upakara dalam satu yadnya dari awal sampai dengan pelaksanaan suatu yadnya tertentu ( Putra, 1988: 13 ). Jika dikaitkan dengan sastra pada awal mula segala sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1988 : 11). Apa yang disampaikan Mangun Wijaya tersebut tidaklah dapat disangkal, karena pada awal sastra itu lahir oleh pengarangnya sudah dibebani nilai pendidikan kebenaran ( Dharma) sebagai pengejawantahan inti ajaran agama. Masyarakat penikmat sastra secara tidak langsung akan menghayati apa yang diselipkan pengarang melalui karya sastra baik yang ditulis secara eksplisit maupun secara implisit. Begitu juga dengan yang ada dalam lontar Tattwa kala. Dalam Kala Tattwa ini diceritakan bagaimana sulitnya Sang Hyang Kala mencari Ayah Ibunya karena beliau dianggap masih kotor. Akhirnya diberi petunjuk oleh Bhatara Siwa agar memotong gigi taringnya. Isi dari lontar tattwa kala sangat sarat akan ajaran yang mengacu pada Tiga Kerangka Dasar agama Hindu khususnya Tattwa dan Upacara. Karena itulah menjadi suatu ketertarikan bagi saya untuk mencoba menganalisa Lontar Kala Tattwa ini berkaitan dengan Filsafat dan Yadnya yang terkandung di dalamnya. 2.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut: 1. apa isi naskah kala tattwa? 2. nilai-nilai apa yang terkandung dalam kala tattwa? BAB II PEMBAHASAN A. Deskripsi Cerita Kala Tattwa Kala Tattwa berisikan riwayat Bhatāra Kala dari sejak beliau lahir. Diceritakan Bhatāra Siwa bersama permaisuri-Nya yaitu Bhatārī Giriputri pergi melihat-lihat laut, samudra. Tak berapa lama sampailah beliau di atas samudra. Tiba-tiba bangkitlah birahi Bhatāra Siwa, ingin bersenggama dengan permaisurinya, Sang Hyang Giriputri. Tidak maulah belai (Bhatārī Giriputri) karena sadar sebagai perwujudan dewata. Kemudian marahlah Bhatāra Siwa. Berkatalah Bhatārī Giriputri : Duhai jungjungan, janganlah demikian, (perilaku seperti itu) bukanlah perilaku dewata. Berkatalah Bhatāra (Siwa) : “Ya Bhatārī janganlah demikian, karena tidak terkendalikan keinginanku, jika tidak diberikan tidak senanglah aku.” Akhirnya (keduanya) sama-sama marah. Namun belum terpenuhi keinginan Bhatāra (Siwa), sperma beliau sudah keluar dan jatuh ke laut. Selanjutnya Bhatāra Siwa kembali ke sorga bersama dengan permaisuri-Nya. Kala Tattwa adalah lontar yang berisikan mitologi caru dan menceritakan lahirnya Bhatara Kala yang menciptakan segala jenis bhuta kala dengan segala penyakit serta godaan-godaan yang ditimbulkan, sehingga di alam semesta ini terjadilah ketidak harmonisan, yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Tattwa Kala dalam Hindu Bali, disebutkan lontar ini juga berisikan penggunaan hewan dalam caru (tawur) dan kisah lahirnya Sang Hyang "Dewa / Bhatara Kala" yang berwujud raksasa besar, menyeramkan dan luar biasa yang dalam terjemahan tattwa kalaini diceritakan, Tatkala Sang Hyang Brahma dan Sang Hyang Wisnu melihat air mani Bhatara / Dewa Siwa yang jatuh ke laut, dan laut tampak goncang, lalu beliau berdua beryoga. Maka menyatulah air mani itu menjadi wujud raksasa besar, menyeramkan dan luar biasa. Tidak ada yang menyampai rupanya. Saat itu larilah Bhatara Brahma dan Bhatara Wisnu ke sorga. Tidak diceritakan larinya mereka. Diceritakan raksasa itu berkeinginan mengetahui (siapa) ayah dan ibunya. Dipandangnya laut, sepi. Dipandangnya ke Timur juga sepi. Ke selatan sepi. Ke Barat sepi. Ke utara sepi. Ke bawah sepi. Ke atas juga sepi. B. Nilai-Nilai dalam Kala Tattwa Nilai-nilai yang terkandung dalam Kala Tattwa yaitu: a. Nilai Pengendalian diri, bentuknya yaitu mengendalikan sad ripu. Nilai ini tertuang dalam naskah Kala Tattwa oleh Drs. I Wayan Dunia halaman 2, adapun kutipan teksnya yaitu: Caritan Bhatara Siwa sareng swaminida Bhatari Giriputri lungha nulu sagara. Ndah tandwa prapta ring luhuring samudra. Tandwa kasmaran Bhatara Siwa ahyun asanggama ring rabhi Sanghyang Giriputri. Tan kahyun Ida Bhatari, eling ring paraganing Hyang. Artinya: Diceritakan Bhatara Siwa bersama permaisuriNya yaitu Bhatari Giriputri. Tidak berapa lama samapailah beliau diatas samudra. Tiba-tiba bangkitlah birahi Bhatara Siwa ingin bersanggama dengan permaisurinya yakni Bhatari Giriputri. Permaisurinya tidak mau karena ingat akan perwujudannya sebagai Dewata. Referensi pendukung: b. Nilai kasih sayang. Tertuang dalam teks kala tattwa halaman 30 yaitu: Si Raksasa berkata: “bukanlah maksudku berperang, hanya saja aku ingin bertanya pada mereka mengenai ayah dan ibuku”. Selanjutnya Bhatari Uma berkata: “Duhai putaku ada anugerahku padamu, mulai sekarang janganlah tidak menentu tempat lagi. Pergilah engkau kedesa pekraman, tinggalah di pura dalem, durga namamu sebagai pemberian ku sebagai ibumu, karenanya kau menjadi bhatari durga. Semoga engkau memperoleh pengetahuan budi yang memiliki kekuatan supranatural”. Referensi Pendukung: c. Nilai Etika, yaitu tidak bergosip ditengah jalan, mengendalikan perkataan dan perbuatan, jangan tidur berlebihan hingga larut, tidak memakan makanan yang tidak patut, memberi penghormatan pada orang tua dan memohon restu sebelum pergi. Ini tertuang dalam kutipan teks: Si Raksasa berkata: “salam hormat kepada ibu, apa yang dapat dijadikan makanan oleh putramu ini ibu?”. Refernesi pendukung: d. Nilai pendidikan. ini tertuang dalam kutipan teks: diceritakan Dewa siwa memberi penjelasan pada sang kala mengenai hakekat yadnya, tata pelaksanaan yadnya, pembagian catur warna, hingga penjelasan mengenai upacara bhuta yadnya lengkap dengan panca yadnya, ajaran tentang kematian dan penyakit, tata cara meracik obat (ilmu/usada pengobatan), penjelasan mengenai pengolahan aksara, penjelasan mengenai catur weda serta penjelasan mengenai kekotoran dan kesucian. Referensi pendukung: e. Nilai ritual meliputi tata cara tapa, tata cara pelaksanaan bhuta yadnya hingga panca yadnya, tata cara melakukan persembahan dan ritual jenazah. Referensi pendukung: C. Lampiran Transliterasi Kala Tattwa Om Awighnamastu nama siddham. Nihan Kala Tatwa nga., indik Bhatara Kala duk sira wahu mijil. Caritan Bhatara Siwa sareng swaminida Bhatari Giriputri lungha nulu sagara. Ndah tan dwa prapta ring luhur ing samudra. Tan dwa kasmaran Bhatara Siwa ahyun asanggama ring rabhi Sang Hyang Giriputri. Tan kahyun Ida Bhatari, eling ring paragon ing Hyang. Dadya ta wirosa Bhatara Siwa. Umatura Bhatari: “Uduh pukulan aja mangkana, dudu polah ing Hyang”. Ling Bhatara: “Singgih Bhatari aja sira mangkana, apan tan siddha inandetan ikang indriya yan tan aweh tan suka aku”. Tan caritanan Ida Bhatara lawan Bhatari. Ndan tucapa sira Sang Hyang Brahma Wisnu andulu ikanang kama, katon ocak ikang samudra, neher sira mayoga sareng kalih. Tan dwa kumpul ikang kama dadi marupa raksasa agung kabinawa, tan kabina-bina rupa. Irika malayu Bhatara Brahma Wisnu. Tan caritanan ri palakun ira tucapa ikang raksasa arep sira wruha ring yayah-rena. Kadeleng ikang samudra sunya. Kadeleng mangetan sunya. Mangidul sunya. Mangulwan sunya. Mangalor sunya. Maring sor sunya. Maring luhur sunya. Tandwa makrak ikang raksasa masinghanada, gumeter ikang nagara, menggang-menggung tang swarga kabeh. Tandwa mijil prawatek dewata Nawasangha kabeh, katon tikang danuja agung krura rupa, makrak manggrang masinghanada. Tandwa muntab krodhan ira Bhatara watek Dewata Nawasangha kabeh, teher mapag i mamanahi. Karebut ikang raksasa dening Dewata kabeh. Tan wikara mwah ikang danuja, nuhur sira umatur: “Ah ah bhagya ko kapangguh, aja sira amrong ngong, ngong aminta bener ”. Ling Dewata: “Ah ah mami, aja sira akweh ujar, apan sira danuja lwih murkha tan urung sing ko mati” Neher sira maprang. Tandwa kapes ikang dewata binurunia, kabalasah watek Dewata kabeh pada umungsi jeng ira Bhatara Siwa. Maneher sira sama umatur: “singgih pukulun iki hana satru pukulun prapta umungsi ring jeng pukulun, nghing danawa rupa angusak-asik ring swarga loka. Tan wikara de ranak pukulun makabehan yan tan ahyuna pukulun umijila, tan urung bhrasta kang swarga kabeh”. Ling Bhatara Siwa: “Ah Uh Ah Mah, aja sira sangsaya ku papaga mangke”. Neher sira mijil, kapanggih tang danawa”. “Aum sira danuja agung dosane kita? Tan urung kita mati deng ku”. Ling raksasa: “Lah mijila kita mangke”. Tandwa ramen ing ikang prang silih sudat silih sulih suduk. Dadya ta malayu sira Bhatara Siwa, apanyan danuja tan wikara dening bajra. Matangnyan kinepung Bhatara gepang kapilayu, kumeterana angisis prapta maring kadohan. Irika Bhatara mawali saha sabda nira mijil: “Aum kita danuja. Apa dosane sang Catur Loka Phala? Dadi kita sahasa lumuruga watek ing swarga loka?” Sumahur kang raksasa: “Norana ngong arep alaga, ngong apti atanya ri sira. Singgih pukulun dene ngong tar wruha ring yayah rena”. “Lah yan mangkana punggelen rumuhun syung ta ring tengen maran kapangguh bapa-babun ta. Tan adwa ku ri kita, mangke hana panganugrahan kwa ri kita, jah tasmat umangguhang kiat kasidyan, umawak kita sarwa ning mambekan, kapisara kita mangke. Mahyun kita majeha wenang, mahyun sira nguripa wenang, apan kita anak ingsun, ya tiki ibun ta Bhatari Uma Dewi”. Mangkana ling Bhatara. Ndah ling sira Bhatari: “Uduh Bapa-naku hana panganugrahang kwa ri kita, mangke aja sira cahuh, anusup sira ring desa pakraman, ring dalem sira alungguh, Duega maka aran ta sangkaying ibun ta Bhatari karanan ing dadi Bhatari Dhurga, Bhatara Siwa iki bapan ta asung maka sajnan ta Hyang Kala, ri kalanya syung ira kapunggel. Mangkane harane kita, dadi kita dewan ing watek Kala, Dhurga, Pisaca, Wil, Danuja, Kingkara, Raksasa mwang gring, sasab, marana kabeh, sahanan ing sarwa wisya mandi, nging ring desa yogya pangreh ta ring sarwa mangsa ika, kunang kalan ing hulun tamamah ing dalem dadya hulun Bhatari Durga Dewi, apan ing hulun anugraha ring kita. Matangnyan hulun masajna Bhatari Durga Dewi. Kita ring pinggir, maka aran kita kalika. Kita ring Bale Agung maka aran jutisrana. Jah tasmat umangguhang kita sidyajnana”. Umatur Sang Durga: “Singgih Bhatara, paran maka mrtane ranak Bhatari?”. Lah hana maka tadahane kita, yan hana wang turu, tut sore mwang salah masa atangi wus surup ing aditya, mwang rare nangis ring wengi kapatakut dening bapa babunya hana ujare, nah nah amah ne amah. Mwang yan hana wang amaca kidung, kakawin, tutur motama ring tengah dalan, iku maka mrtane sira. Yan hana wang anyangkepang seka ring margi, aja sira anadah tan yogya. Kunang yan hana wang wruha pangastutyane kita wenang siwa aweha kasidyan ta, sapamintanya yogya tuten den ta lawan sawadwan ta kabeh, apan ika wang sanak jati. Sira maka aran kamanusa jati. Ki manusa jati juga wenang arok lawan Bhuta Kala Durga. Bhuta Kala Durga wenang arok lawan Dewa Bhatara Hyang,karaning tunggal ika kabeh, sira manusa, sira Dewa, sira Bhuta. Bhuta ya, Dewa ya, Manusa ya. Mangkana jati tattwa ya lawan waneh Sang Hyang Panca Mahabhuta pasanggahan ta. Sang Hyang, nga., lalima. Bhuta, nga., sarwa wisya mangsa, lwirnya Kala, Bhuta, Durga, Pisaca, kingkara. Ika kabeh maka awak ing gring sasab mrana mwang grubug leyak tuju teluh taranjana desti. Ika kabeh maka wadwan ta tan wenang tuduhen magawe ala ayu, apan ika pada wisesa sakti, apan wijil nira sangkaying dasendriya Bhatara Hyang Mami, rikala kaangkaran ira amukti ring saktin ira. Ika prasama angebek ring rat bhawana tuwin ring swarga kahyangan, sapta loka, sapta patala, sama kapenuhan dening sarwa kala, Bhuta Durga sakancanya pada kabina-bina rupa maha sura sakti ika kabeh, ika samodaya ngulati tadahan ring janma manusa mwang ring sarwa janma, pasu, ri denya tan anuta ri saparikraman ing panjadman ira. Nghing yan hana janma wruha ring kalinganing samangkana, neher kadi ling kwa nguni wenang dinulur den ta ri salaku selwanya amangun ayu duluren kita ring rahayu, apan Bhatara Dharma umawak ring sira mahening lwir toya amrta kadi dilah ning agni. Mangkana prabhawanya lwir maruta linus kasidyan ira mijil saking sarandun ing awak nira. Matangnyan sira sinembah den ing sarwa galak, sarwa aheng, sarwa mandi, sarwa kaangkara mwang leyak kabeh, kita juga wenang magawe kasidyan ira. Mangkana ling nira Bhatari Giri putri. Telas ira maweh anugraha ri anak ira sira Bhatara Kala. Telas sira sinalin aran maka sijna sira Bhatari Durga, apanugraha sira Bhatari siniwin ira ring Dalem, Sang Hyang Panca MahaButha pasanggan ira, apan sira dewan ing sarwa krura, siniwi sira ring Desa Bale Agung. Mangkana ling Bhatara Siwa mwah: “Aum ranak Hyang Kala pasajnan ta mangkana wenang sira sumendi ring desa rumakasaka kita ikang desa pakraman, wenang sira nguptin i jiwan ing manusa tuwin pasu janma ngatahun sasih kasangha. Nguniweh amidanda wang dudu, dursila, drti kama tan manuta ri sila karma dharma sasana mwah agamanya. Samangkana kita wenang angadakaken gring tutumpur sasab mrana mwang grubug tan sidha inusadan, mwang ring desa pakraman sakatibanan durmanggala, apan pamidandan ira Sang Hyang Siwa Raditya, ring bhumi katiban letuh. Ika maka ta buktyan ta lawan sawadwa kalan ta, Sang Hyang Kala Mrtyu pasanggahan ta, apan kita Bhuta Rajapati Krodha, Shang Hyang Yama Raja pasajnan ta mwah. Kunang mon hana sira sang amawa bhumi minta sih ing Hyang, amalaku ta huripan ing bhumin ira tekeng janman ira sapunpunan ira, den age sira anuku jiwa ring kita mwang ring sarwa dewata, dening pangaci banten. Nimitanyan wruha sih wang ring pratekan ing yajna apan. Apa lwirnya: manusa-yajna, Bhuta-yajna, rsi yajna, dewa yajna, pitra yajna, siwa yajna, aswameda yajna. Ika sapta yajna , nga., maka ahyun ing bhuwana sarira mwang bhumi mandala tekeng swarga kahyangan, apan maka wrddhyan ing jagat. Yanyan wus tiningkah samangkana wenang kita ranaku somya rupa lawan sawadwa kalan ta, mari sagleng ta saha pamidanda, anadahan kita panglukatan ring sang Brahmana Siwa Buddha prasiddha umilang aken lemah ning sarira wayawan ta. Byakta kita temah dewata dewati. Maran sira wenang apisan lawan bapa babun ta amukti ring swarga loka. Tandwa umatur Sang Hyang Kala, ling nira:”Sang tabe yan nama siwa ya pukulun paduka Bhatara tan wihang si ranak Bhatara ring krta nugraha Bhatara. Hana mwah pasajnan ingong ring jeng Bhatara. Kadyang apa pangraksan ikang yajna swang swang? Kadyang apa pratatan ika? Lah warahan ngong mangke”. Ling Bhatara: “haywa sangsaya kita ndah ku warah i kita”. Kapratyaksa den ta ikang linghan ing yajna. Ikang yajna maka panebasan danda I Hyang ri wang sudosa makadi panuku jiwa rikahuripanya swang swang, gunaning manusa yajna magawe kateguhan ing jagat, mwang langgeng ira sang pradipati rumaksa bhumi, tingkah ing yajna madana dana, kasukan sarwa mulya saraja yoga maka dulurin bhojana mwang sarwa phala mula, maka saksi Sang Hyang Siwa-ditya, pinuja denira sang siddhayogi, Sang natha ratu juga wenang amanguna yajna mangkana. Lawan waneh yen kalan ing wang angastiti dewa ring paryanganpanyiwyan ira sang catur warna maka pangulun ing desa pakaraman. Samangkan wenang. Lyan sakarika tan wenang, twin ring pura madangka pahibon ing sudra janma tan wenang apadana. Yan ana amurug ika wenang tadahan ta, walik danda wang mangkana, konen wadwa kalan ta amangan anginuma rahnya, dagingnya. Mangkana kramanya. Kunang ikang bhuta yajna maka ngaran ing tawur, kweh pratingkahnya agung alit sarupa ning tawur ya .bhuta-yajnya juga nga. Ika maka tadahane kita pareng lan wadwa kala nira makabehan, apan tawur makas sisilih wak ira sang adrewa ya caru, apan panawur danda ning sudosa nira twin kadurmitan kaupradrawan lawan kadurmanggalanira prasiddha ning pamidandanira agung alit tuten ira pwa ya. Apa kunang pratyeka nira ya ta kwa lingan ta nihan. Yan panca sata maka tawurnya satumpek pangraksanya. Yan panca-kelud panawurnya nemang lek pangraksanya. Yanya resi-gana alit 6 lek maka pangraksanya. Yan resi-gana agung 6 tahun pangraksanya. Yan panca-sanak alit, satahun tigang lek pangraksanya. Yanya panca-sanak agung 5 tahun 5 lek pangraksanya. Yanya tawur agung 9 tahun pangraksanya. Yanya tawur gentuh 10 tahun. Yanya panca-wali-krama 12 tahun 6 lek pangraksanya. Yanya amalik sumpah 8 tahun pangraksanya. Yanya Ekadasaludra 11 tahun pangraksanya. Yanya Arebhu-gumi sapanyenengan pangraksanya. Mangkana pangraksaning tawur kawruhakena. Kunang ikang resi-yajna abhojana ring watek sang maharesi saha dulur wastra kampuh, mas pirak, ratna rajya yoga. Agung alit ikang punya ye resi-yajna sakadi nulur ri buddhi nira mahening ten hana tresnani drewenira, dening resi-yajnya ilang ning papa pataka nira sang ayajnya tekeng papa gati sangsara ning kawitan ira. Mangkana pwa ya, apan wus kaparisuddha dening watek resinggana makabehan. Kunang ikang pitra-yajna: aturana tadah saji ring sang dewa pitara. Nguniweh anangun sawa prateka, anebas atmaning mati ring Hyang Yama Dipati mwang ri sawatek ing kingkara Butha, sang amidanda atma panca-gati sangsara. Samangkana sapratekan ing sawa aweha muktya swarga sang dewa pitara, apan ana dosanya du ing kari maurip ring madya-pada mangke Yama ning loka tinemunya sangsara dinenda de ning Sang Hyang Yamadipati, pinilara de ning watek kingkara butha, karaning wenang tinebasan dening pangaci-aci manut sakramania amuja pitra de ning pitrayajnya maka prasiddha ning sang atma mantuk ing swarga-loka. Dewa-yajna ya ta weh dewahara ri kala dina rahayu angadegaken sanggar paryangan panyawang, magawe palawatan ing dewa bhatara Hyang, inimyan-imyan sinembah maka puja kerti ring widdhi, de ning citta nirmala magawe ya pancagra pasakrama mwang peletan. Ika dewa-yajna maka pangilang papa-klesa, panyadmanya mawang kadurmitanya ring loka, agung alit ikang pangaci juga Dewa yajnya, magawe magawe kapagehan ing Sang Hyang Pramana makadi Sang Hyang Urip ring Bhuwana kabeh, apan langgeng yoga ning watek dewata kabeh ngamredyaken ayuning jagat raya. Mangkana kengetakena. Kunang guna ning asiwa-yajnya, apan yajna ri mami Hyang Siwa-pati linaksanan de ning wang dredha bhakti ring guru, ya ta umilangaken papa pataka lemeh ing sariranya luluh temahanya. Kadyang apa bhaktinya ring dang guru, maka siddhaning yajnyanya? Ya ta duk ta Kari maurip aweh bhoga pabhoga phala mula mwang sakalwiraning dadi paguruyaga dinulur dening manah ening satya ring ulah sadhu bhudi, nda teka ri pati sang guru wruh sira angaskara ni maweh kamoksa pada nira sang pangempwan tekeng sapangacinya apitra yajna. Nimitanyan Sang Hyang Atma mantuk maring swarga loka umor ing sarwa dewata. Ya ta sangkaying bhakti ning sisya juga nimitanya. Mangkana kengetakena. Gunaning aswameda yajna kawruhaken denta naku, ikang yajna angentasaken saisin rat bhawana, umilangaken sarwa geleh geleh ing loka makadi tar ila ila kabeh, mwang sarwa krura, sarwa mandi, sarwa magalak sarwa mrana, marmaning pada inangaskara ikang sarwa tiryak sarwa prani, sarwa janma, tekeng daitya danawa raksasa, Bhuta kala dewa bhatara. Ika samodaya inarpanakena ginawe homa, maka stana Sang Hyang Agni dumila gumeseng ikang lengkaning bhuwana kabeh. Mangkana karma tiningkah de sang wijnana ya ryadeg ning aswayambhuwa manu prih kapagehan ing bhuwana. Mangkana tiningkah yan hana bhumi kaputungan ratunya twin kahilangan, yadyapin ilang sangkayan ing keneng sapa keneng soda, keneng temah mwah durmita, durmanggala, sira sang yajamana juga wihikan ri samangkana, apan sang ratu winasa dening satru, wenang sira Bhatari Uma-pati inastungkara dening homa aswameda yajna pareng lan Sang Hyang Saraswati. Sira wenang umulihaken kahayuning loka twin ring swarga kahyangan yanya kadurmitan. Mangkana juga kramanya, apan sira sang yajamana maka ngaran catur-asrama. Sira ngawak ing sangkan paraning sa rat kabeh. Sira pangadeganing Sang Hyang Catur weda. Ikang Catur Weda maka urip ing sarwa jagat kabeh, maka ngaran sira Sang Hyang Jagat Kantar, sira witaning sarwa kabeh, sara paran ing ilang, sira sangkan ing wetu, sira ganal ademit sira hana nora, sira angkus bhuwana. Matangnyan sarwa karya tan dadi ya yan tan maka sadana Sang Hyang Catur weda, apan sira maka siddha karya. Nguniweh tanaku dak mangke ku warah i kita mwah ri para wrtin ta mangke, apan kita wus inangaskarang ku waluya Bhatara Kala pasajnan ta, Sang Hyang Bhuta Raja pasanggahane kita. Haywa kita tan upeksa ri pawrtin ing sarwa yajna ning wana ring martya loka, agung alit yajna tan dadi yan tan pasaksi ring Sang Hyang Weda Carana, apan Sang Hyang Weda Carana maka lingga yajna, dampatya sira lawan Sang Hyang Siwaditya karaning angadeg aken sanggat tutuwan, yan alit kang yajna. Sanggar surya sewana, yan Madhya kang yajna sanggar tawang rong tiga, yan uttama kang yajna. Banten yogya munggah ring tutuwan, kewala ardhanareswari, nga., suci, rwa, siwabahu, cukcukbahu, dewa-dewi, tan paesor, kewala maguru bungkulan, daksina rongan. Banten yogya munggah ring sanggar suya sewana: catur mukti, daksina sarad, suci catur, gana alit mwang citra gotra, dewa-dewi, siwabahu, cukcukbahu wenang masor mapagneyan, saparikramanya, wenang atapakan bawi plen duluring ayan amanca warna: Yamaraja Alit, adasar tepung putih. Yanya amadhya widhi-widhana ning yajna, ring surya sewana wenang catur-ebah saruntutanya kadi nguni. Kunang yan nista: caru sari make wenangnya sahedan suci, edan 2, saduluring citra gotra. Mangkana kramanya. Ring sor: babangkit asoroh, tapakanya caru bawi plen. Yan nora bawi, itik bulu sikep wenang ing ayam manca warna. Ring padudusan: babangkit asoroh magayah utuh dulurin aida ing asoroh, sasayut paideran pepek. Mwah ring arping pamujan: itik inolah 2 maka lampad dadi 15 tanding. Kunang yan ngadekaken sanggar rong tiga, maka pratyekan ing babantenya dak tan kawruhakena. Ring rongan ing tengah: tumpeng 10, guling itik, 2, tumpeng guru 7, tumpeng catur, 4, itik ginoreng, 1, winangun urip, itik lada 1, byu 4, sasamuhan 4, saraswati 2, pancaphala 2, sasamuhan catur 4, lingga 2, sekah dewa 2, lawe 2, jinah 450, wastra putih 2 paradeg, saput catur warna, jinah 900, duma jinah 50, jebugarum 2, pupusi jenar 16, jinah lingga 33, mawor kukumba, nyuih singgat mawadah tamas, catur muka waidyagana sahedanya, yama-raja, suci kayeng lagi. Ring sanggar kiwa tengen: tumpeng pada 4, itik ginuling pada 2, lada pada 2, sasamuhan pada 2, panca phala 2, saput 1, jinah 225, jebugarum 1, maisi duma 25, pipisan pupus ing jenar 11, suci waidya pada 2, saruntutannya pras ajuman, daksina gede kadi nguni. Ring arping pamujan samangkana kadi arp. Malih caru ring sor: bawi recah 1, ingolah kakatikan sarwa galahan, balunge winangun urip, celeng guling 1, caciri guling bawi daha 1, guling itik 1, babangkit 1, tadah 1, pras, benang atukel, jinah 225, sata pinanggang 12, jinah taled babangkit 225, sale satukel, sega cacahan 11 tanding, iwaknya gegempungan mawadah tapi anyar, jinah taled 11 wongan, jangan sakawali, gelar sangha, sega garuda, timbunan acatu awadah tapi anyar, sinurat garuda. Iwaknya jajatah 23. Mwang sapratyekyaning adudus agung tiningkahakene ring Aji Tapahini uliken, irika telas inarcanan sapratekaning yajna, mwang ring plutuk, ring putru sangkara pada telas kabyatakyang tekang sapratekaning yajna, mwang ring plutuk, ring putru, sangkara pada telas kabyaktayang tekang sapratekaning sawa wedana, asti wedana, atma wedana, prasama sampun kaarcanan. Kawruhakena juga pwa ya, aji epeka, apan pakenan ing kadi kitanaku juga ardrbeyang tadaha, maka nguniring Rogha Sanghana ning Bhumi mwang prakempa. Yan tan manut maka pamarisuddhanya ika wenang dinanda den ta ikang manusa loka, ajaken wado kalan ta. Sang Hyang Purusangkara maka ngaran ta wenang kita magawe ya durmita, durmintan ing bhumi. Ya sampun manemugelan yugan ing bhumi, prapta ring kali yuga, Sang Hyang Kala Mrtyu maka aran ta. Kreta yuga mwah Sang Hyang Mrtyunjiwa pwa sajnan ta. Mangkan den ta rumaksa jagat, haywa peka. Umatur Bhatara ri ibun ta: “Singgih Bhatari, kunang yan ana wang keneng lara kagringan, kadyang apa upasubanya? Ndah warah akena ranak Bhatari”. Ling Bhatari: “Aum anaku Hyang Kala, yan hana wang kena lara panes mangarab, hana maka uripnya”. Ta., sa., isen nguda, bras mes, sembar tulang cetiknya, tutug akajeng yan tan waras, sa., kapkap, uyah bejek, pres dan atekes ginlar dening klabet, sembarakena tulang giyingnya yan tan waras dadi panes maleman, ngabubawang awaknye kabeh selid sore, yadyan teka laws laranya nga., tiksna kapendem. Ta., sa., baligo arum, temu tis, bawang tambus, karud kabeh, pres saring, dadah dening kawali waja, inumakena, dadi mijil ikang panes. Yan tan mijil ika peluh awaknya dayuh temahanya. Yan tan mangkana kari ya kadi nguni. Wekasan metwaken rah sira kadya ketekan anyang, pejah juga pwarany wang lara mangkana. Yen teka lwas panes awaknya. Sa., isen, gamongan, temu tis, karud, yeh bras, sebar awaknya kabeh. Yan grah nangken nyoreyang mwang bayunya paheshes, jarijin tangan sukunya nyem kala nyoreyang, uswan wetu lamba panas, sbaha gantung wang mangkana. Ta., sa., akah kuata kedis, akah nyuh mulung ne nguda, akah kacemcem, lublub buhu, sindrong gagambiran, weh apuh bubuk, eningnya dadah kawali waja. Wus rateng tahap. Mwang yan hana awaknya grah kala nyoreyang, pramanya lemper, bayau metu ring irung panes, sabaha wang mangkana. Ta., sa., lublub buhu, lublub tingkih, ketan gajih, asaban cendana, weh juhuk, uyah uku, tahap akena. Yan kesat lambenya tur nyeneb, bayu metu ring irung mapanes nyoreyang tangan sukunya nyem, sbaha jampi wang mangkana. Ta., sa., yeh kasimbukan, tirisan panyalin, damuh tlengisan, pijer cina, tahap akena. Iku ngaraning panes sawiji dadi makweh. Haywa nyembar wang kena panes mngkana. Yan sembar panes mangkana nghing tapakena rumuhun. Ling Durga: “Sadna Bhatari. Kadyang apa tapa ika? Ndi unggwan ing atapa” Ling Bhatari Durga: “lah kayeki titahnya tapa. Yan hana wang minta ri kita, aja sira tan paweh. Kewala hana pininta denya aweha juga, iku nggwanya tapa nga. Hana mwah ikang segahana sira aja sira milihin sega, apan pawak ing Sang Hyang Amrta, papa dahat sira tan siddhi phalanya. Apa lwirnya: sisa, tataban, carikan, lungsuran paridan. Iku wenang sira nganggo”. Ling Durga: “Sajna Bhatari, apan dahat maletuh ikang sega. Yan lungsuran Sang Hyang Siwa guru maglem ranak Bhatari, apan dahating masuci Sang Hyang Siwa Guru”. Ling Bhatari: “aum anak Sang Durga, wruh sira maharan ing letuh. Ndi kang di araning suci?”. Sajna Bhatari, apan sega ika wit ing setra. Setra ika wit ing wangke. Ika karananing letuh. Sang Hyang Siwa Guru sira suci”. Ling Bhatari: Lah yan mangkana den ta, yan hana wong pawestri anapak ing setra tan arepa kitanku. Kunang Sang Hyang Giri Putri dahat masuci, dahat maletuh. Apa karananing mangkana? Giri ngaran gunung, gunung, nga., prathiwi. Putri nga., panak. Panak, nga, wetu. Wetu, nga, sila. Sila, nga. Watu. Kunang wang aumah ring gunung kalanya aputra apurusyadi onggwanya ya ring gunung juga. Mangkana ling Bhatari. Mwah Bhatara Rama Wijayam kawruh akena. Bha, nga., wit. Ta, nga., wetu. Ra. Nga., angebeki loka. Rama, nga., bapa. Wija, nga., anak. Yama, nga., ibu. I bapa, nga., cangkem. Anak, nga. Jihwa, nga., lidah. Yam, nga., ibu pahledan. Ika ngaran Dewa Bhatara ring sarira. Ika ngaran Sang Hyang Titah, sira wekas ing tuduh, ika anuduh aken kabeh. Siwa, nga. Siwi, nga., suhun. Ika ngaran siwadwara, nga., pabahan. Ring apa mijil ira pabahan tan hana ring sarira, hana manusa tan pasarira. Yaning sarira kadyang apa ambunya? Wangi mwang banges. Yan wang pejah. Ling Durga : Sadna Bhatari. Kadyang apa tapa ika? Ndi unggwan ing atapa” Ling Bhatari Durga: “Lah kayeki titahnya tapa. Yan hana wang minta ri kita, aja sira tan paweh. Kewala hana pininta denya aweha juga, iku nggwanya tapa nga. Hana mwah ikang segahana sira aja sira milihin sega, apan pawak ing Sang Hyang Amrta, papa dahat sira tan siddhi phalanya. Apa lwirnya : sisa, tataban, carikan, lungsuran, paridan. Iku wenang sira nganggo.” Ling Durga : “Sajna Bhatari, apan dahat maletuh ikang sega. Yan lungsuran Sang Hyang Siwa Guru maglem ranak Bhatari, apan dahating masuci Sang Hyang Siwa Guru.” Ling Bhatari: “Aum anak Sang Durga, wruh sira maharani ing letuh. Ndi kang di araning suci?”. Sajna Bhatari, apan sega ika wita ing śetra. Śetra ika wit ing wangke. Ika karananing letuh. Sang Hyang Siwa Guru sira suci.” Ling Bhatāri: “Lah yan mangkana den ta, yan hana wong pawestri anapak ing tan arepa kitānku. KUnang Sang Hyang Giri Putri dahat masuci, dahat maletuh. Apa karananing mangkana? Giri ngaran gunung, gunung, nga., prathiwi. Putri nga., panak. Panak, nga. Wetu. Wetu, nga., śila. Śila, nga, watu. Kunang wang aumah ring gunung kalanya aputra apurusyadi onggwanya ya ring gunung juga. Mangkana ling Bhatāri. Mwah Bhtāra Rama Wijawam kawruh akena. Bha, nga., wit. Ta, nga., wetu. Ra. Nga., angebeki loka. Rama, nga., bapa. Wija, nga., anak. Yama, nga., ibu. I bapa, nga., cangkem. Anak, nga. Jihwa, nga., lidah. Yam., nga., ibu pahledan. Ika ngaran Dewa Bhatara ring sarira. Ika ngaran Sang Hyang Titah, sira wekas ing tuduh, ika anuduh aken kabeh. Siwa, nga. Siwi, nga., suhun. Ika ngaran siwadwara, nga., pabahan. Ring apa mijil ira pabahan tan hana ring sarira, hana manusa tan pasarira. Yaning sarira kadyang apa ambunya? Wangi mwang banges. Yan wang pejah sama lawan dewa. Dewa tan milu masabda. Wang pejah tan pasabda, jatinya Siwa Buddha dewajati wijil ing swarga. Karaningnya kalaning puja walin ing dewa gaweyakena Widhi-wighana malaku rirtha ring Sang Siwa Buddha maka siddaning dewa yajna, twin ring wang pejah juga mangkana. Gaweyakena Widhi-widhana, inangaskara dening sang brahmana Siwa Buddha, maka phalaning sang atma mantuka ring swarga. Kunang wang tan maka don tirtha sang Siwa Buddha salawasnya tan amanggih panca gati sangsara sama lawan atmaning wang tulah keneng upata upadrawa tan dadya jadma mwah ensep ringkawah. Mwah tingkahing bahisa, nga., prajna. Carika, nga., sahaning puput, lwirnya: sampi, nga., carikan tanggala, carikan prabot. Tanah carikan tanggal lampit. Padi, jagung, sela carikan kebo, sampi Bras oran cacah carikan prabot palatri. Tataban, nga., salwir ing matampak, majemak. Paridan, nga., sahananing mabakta. Ayaban, nga., sahaning pilihin. Lungsur, nga., twa, pasti ika jatinirang lungsur. Titah ing waidha. Ong, nga., manusa. Toyam, nga., yeh,. Nga., gangga. Satam, nga., sakadi. Candam, nga., wangi. Puspan, nga., kusuma. Samara payam, nga., amatra katonua. Nagni rah, nga., getih ing., api. Gni, nga., genah. Ya teka ne mawak api. Netra bang, nga., dadi. Nghing tan hana dewa ring buwana agung ring bhuwana alit juga unggwanya. Papusuhan ta nga., Bhatara Iswara. Paparu, nga., Bhatara Sangkara. Ati Bhatara Brahma. Usus Bhatara Ludra. Ungsilan Bhatara Mahadewa. Limpa Bhatara Mahesora, tutudedi Bhatara Siwa. Mangkana ling Bhatari. Mwah umatur Sang Durga: “Sajna Bhatāri, kadyang apa titah wang kena gring watuk kelkelan”. Ling Bhatāri: “Lah kaya iki tingkahnya ngūni duknya kari waras sira ngantut urung. Sampun liwar limolas ari nora ya mawruh witing lara mangkana mati juga wang mangkana tan kena tinambanan, ya dadi wetu makelkelan tansah kapati=pati. Wus mangkana masret munyinya metu tengkaak, jampi maling Nghing yan kari sajroning roras dina waras ika. Iki tambahnya : sa., carman balimbing besi saka wit binakar, kunyit warangan matambus, lunak mapanggang, Ra., pula sahi, bawang tambus, yeh ketan gajih, tahap akena. Yan karasa kena jampi upas. Sa., rwa ngandola putih, temutis. Ra., bawang adas, sembar lambungnya mider. Maka inumnya: S. sembung wangke, jawum-jawum poutih, ra pulasahi, bawang adas. Yan hana wang abangkes alon rumuhun dadi atitir awali-wali tan sah kapati-pati. Wekasan ngreges ya temahanya mabangkes buhung ngreges dadinya. Ta., sa., jeruk purut, isen kapur, temutis, cekuh, kunir, tumukus, ulet, pres, saring tibani cuka tahun, asaban cendana. Ra., menyan, kumukus, pulasahi tahap. Ngawe tamba ri kala Bya, Ka. Tuwi tan Kaliwon, kewala ya kajeng wenang. Wedaknya ulungan don waringin, cekuh mapanggang, pulasahi, ada. Kunang ya hana wang ngulati tukang, awasakena den tepet, sukunya duk munggah ing babtur. Yang tengen munggah rumuhun tengernya sang lara, bubuk awaknya lara tur lesu nek atinya anglempunyeng, mangkana laranya. Ta., sa., kasisat putih, siladaka, maswi, pulasahi tahap. Maka wedaknya : rwaning Kendal, cekuh, cendana,. Ta. Pulasahi. Yan sukunya kiwa munggah rumuhun kang agring ulun atinya lara, bangkyangnya lara, lesu, linyun, mwah yan liwar sapuluh dina pinakitnya, nora wang wruha ngusadanin, mati juga wang mangkana. Kadyang apa panakitnya mbahnya mati? Metu rah saking sipah, sakeng rambut, sakeng silit, ring song bulu, ika tan weanng tinulung, bayu kasuduk., nga., Ta., sa., temu poh, tĕmu akar, isen. Ra., katik cĕngkeh, phala kurung, sampar wantu, santen nyuh mulung madadah apang padet, pipis rumuhun. Wus rateng pulung-pulung, until sari sari, sasantun den ngenep artha, 77, gĕnĕp tingkahing sesantun, ma. “Bena putih ketemu tulung, pangentas patpah iku bulisah. Rehnya amantra amĕgĕng batu.” Maka wĕdaknya, sa., isen matambus, ra., tingkih mapanggang, rĕmĕk daging kasuna tunggal. Mwah tĕngĕraning wang ngulati tukang, dĕlĕngĕn matanya sumrah katon matanya, tangan paguridip, kang angring siwahnya sakit, wĕtĕngnya lara, sukunya lara, kena wisya waraguna, kaswen mati wang mangkana. Kadyang apa ambahnya mati? Mauwab, mataag, ngĕtor, mĕtu pĕluh tan pĕgat. Wus mangkana nĕlik matanya, macĕngung uninya, yan mengĕt malih yang ngĕntah kadi rumuhun. Ta., śa., inan tĕmu kiruk dagingnya isinin mĕnyan, wai wrak, ji kalih, tambus tum, wus ratĕng, pipis den alĕmbat, pres saring, eningnya dagingin kalabĕt, gintĕn cĕmĕng, puh irungnya. Pakinumnya, sa., rwaning bengkel putih, temutis, kacang ijo, pipis pĕrs saring, timbung campuri pinge ning taluh ayam. Wus rateng, wai jruk purut, malih kinla de ning kwali waja. Wusnya ratĕng malih rajah. Ra., cĕngkeh matutup, rĕmĕk daging, gulasari, mica musi, wai jruk. Wus macampur malih dadah dening dadasar cemeng sudarana. Iki rajahing dadasar: nde yung mung. Wus kinla wai ketan gajih tahapakĕna. Phalanya sakweh ing lara ring weteng utas denya. Tamban iki tan pilih lawan. Ngawe tamba wĕnang ring sukra Ka., nemu Kajeng twi tan kliwon, kewala Kajeng temunya wenang. Mwah maka wĕdaknya: śa., gamongan, cendana, yeh anakan, wai jruk mawadah limas andong. Wus mawadah rajah ikang burat. Iki rajanya : Phalanya yan lupa krasa tan pagalih, waras denya. Malih cindra ni panakiting wang tan katon, wang ngulati tukang juga cidranĕn ring matanya, ring munyinya. Yan katon putih matanya gading bulunya ring, munyinya sasĕdĕnan, apanya lara osĕk atinya., osah angsah tangkahnya sakit mrasa tĕkĕd ka tĕngah, saranduning awaknya sakit kena wisya banyu mala nga. Malih enyeh-enyon ring dalm, nghing yan nganti pitung ari, gring ika yang tan wruha ngusadanin mati phalanya. Yan tan mati buduh pwa ya. Ta., sa, akah slagwi lanang, cĕkuh, sĕmbung, pipis pres saring dadah ening kawali waja. Iki rajahing kwali. Wus knila tibani lengha tanusan. Ra., wangkawa, tundra parawos, inumakĕna. Ri wusnya anginum tamba ika inumakĕna sajeng dasar. Waneh maka bablonyoh, sa, temutis, gamongan, sekar blimbing, wai wak manis, kla den aratĕng. Yan adyus haywa dening banyu wedang, banyu mati ngaran. Malih yan marawat kuning matane ngulati tukang, munyinya clucuh amour guyu, sang tukang awĕdalang bayu ring irung kalih. Yanya drĕs abantĕr yu tĕngĕn, ewĕh laranya meh mati ya. Laranya ne kalyang tukang wonwonan, yun, grah mrapah awaknya tur uyang, tan krasa nu mawak, ring ototnya krasa a aktip. Yan kanti 6 dina laranya ya tan wang wruha ngusadanin mati aranya, mutah rah tan papĕgatan. Mangkana ambahnya mati. Ta., sa., rwaning ic-sona ne kuning, lunak tanĕk, ra., bawang tambus inum. Wedaknya haywa wehakĕna adyus mati ya balik gawenang panawutan. Sa., gamongan, weh bras putih, asaban cendana, batun jalawe. Waneh maka gantinya: sa., gamongan 3 iris, weh cuka kla sadarana. Malih yan mabwah-bwah sang ngulati tukang tur tekanya pada gati, adalah banyunta ring irung. Yan sama deresne kalyang tukang glem ngapwan, uklun atine sakit mepet, kreng mawiduh kecah-kecuh, manining basangnyane. Ta., sa., sulasih, myana cemeng, kasimbukan putih ckacak, pres saring. Ra., phala. Katik lanang ne makreb. Sembar ring ulun atinya, sa., kapkap kuning, cekuh, isen, kunir 3 iris. Wedaknya suruh temu urat, cekuh bakar sasigar, lunak mapanggang, sampar wantu binakar, pulasahi matambus, asaban candana, wai jruk, ma., Ah sardang sarira mati kukus ules kukus kaulesan. Iti ngaran Puspa Kalimosadha. Kawruhakĕna panakiting wang, ring sariranya kacirnyan denya. Nghing yan ngangge śāstra iki tapakena rumuhun. Yan puputan denya byasa phalanya yan hana wang ngulati tukang kawruhakĕna ring sasriranya kacirnyan den ta panakiting mānusa, twi mati kalwan amawa rwan ing wrksa makan angusadani awaknya. Yanya pacing mati teka janma amawa wangke ring pangipen twin ring Samādhi Tanya mankana. Mwah nyanya wang tĕka ngulati tukang sĕmĕngan kalaning I tukang kari ya aturu, kang ngulati pada lanang-lanang, ne sakit anak luh, kebus tĕmbenyane sakit tur sampun malyang balyan kĕni sampun kasĕmbar kebus ika, dadi kapendem kĕbus ika. Kaswen-swen gringnya sĕring malyang balyan, dadi metu gĕtih sakeng silit kadi ketekan anyange. Wus mangkana ĕmbĕt basangnyane tan dadi mabacin tan dadi manyuh, bawongnya bĕsĕh tan dadi manglĕkan, pupunnyane bĕseĕh ne di kebot. Mangkana pinakitnyane, pejah wang mangkana. Tambhanya, sa., bligo, tĕmutis, bawang matambus, kikih kabeh prs saring dadah dening kawali waja, tahapakena. Iki tambahnya sahaning tiksana kapĕndĕm. Tan bĕsĕh sagĕnahnya, śa., don kakrepetan, bawahng adas, ĕmpol andong olesakĕna. Yan bĕngka tan dadi manyuh tan dadi mabacin, śa., carman dapdap, bawang adas, sĕmbar wĕtĕngnya. Malih śa., ĕmpol pandan, ĕmpol manas, ĕmpol ĕndong, empol jaka, bawang adas, sĕmbar sor silitnya. Malih yan hana wang nguklati tukang lanang sawiji, kalaning wĕgi tĕkanya sampun I tukang aturu, tĕka ya umatur sada sĕngap. Kenken sakitnyane wong lanang sakit. Kĕbus awaknya olih masĕmbar kapĕndĕm panĕsnya ika mamahang tĕkanya. Wus mangkana ngawĕtwaken rah kadi kĕtĕkan. Wus mangkana niwang sapisan tan eling ring awaknya tur kredek-kredek angkighanya mĕtu pĕluh maka ukud, mangkana tenahanya. Ta., sa., bilga arum, temutis, bawang, tambus kikih, prĕs saring, dadah dening kawali waja. Yan mĕtu panĕs kadi nguni waras wang mangkana. Yan tan metu panes pĕjah juga ya. Nihan tengeraning wang ngrempini nga., bobot Yan otot ing socanya dumilah tur jenar, yan ring tungtung rambutnya semu wilis kalimatmatan, Malih delengen paigel-igelanya ring arep, yan katon padrutdut ring pacagukanya ika yan metu anaknya samadi galar. Mati rare ika. Yan nora mati lara ika memenya mati. Duk wawu ngidam kena wisya taruna, nga., cekutan ring paturon, nghing yan arepa mahurip kawasa juga. Ta., sa., rwaning jruk, limo, kapkap kuning cakcak kabeh, pres saring. Ra., lunak tanek, katumgbah, klabet, tri katuka kinla den arateng. Wus rateng wai cuka tahun, wai jruk, lengis tanusan, tahapakena. Malih patenggeraning wang ngarbhini yan katon kang putih ing matanya carmanya masawang pinge, ring suku matadah beteg sada gading. Malih awas ring paturon yan karenga ambeknya mamba ta cemeng, iku wang praya mati. Kadyang apa patengeranya ? Lesu satata kereng pules, kareng mangan kaget-kaget, metu rare ika pramangke ya beteg maka ukud, kena moyo banyu nga., yan diniusaken mati ya yanya wus umanak. Yan hana wang mangkana haywa ngusudani teka mati wang ika. Ling Bhatāri “ Lah iki pangidĕpnya kawruhakĕna śāstra uttama nga. Canting Mas, SiwĕrMas, lwih parikramanya śāstra iki, Wastu asing angangge umangguhang sadya rahayu. Jah tasmat suka yan kataman ngring, sakwehnya kaparisuddhanĕn dening śāstra iki. Mantra ini dahating lwih parikramanya lwirnya : Ana nga, wre-astra, ika dadi wangsita. Ana modre, ika dadi kamoksan. Ana swalalita dadi mantra, mangkana parikramanya. Matanya dwa-daśa kwehnya kawitaning śāstra kabeh ika amatemu ring Na, Na ring Ca. Ca ring Ra. Ra ring Ka. Ka ring Da. Ikang Na matemu ring Ya. Ca ring Ja. Ra ring Pa. ka ring Nga. Da ring Ba. Ta ring Ga. Sa ring ring Ma. Wa ring La. Pepek patemuning Wre-astra. Ikang modre matemu ring Swalalita. Ika ngaran patemuning dyatmika saramaksa kamoksan lawan mantra. Ika nga, kramaning dasa-bayu, sabdanya : Ih A Ka Sa Ma Ra, La Wa Ya Ung. Iki dadi dasaksara sabdanya : Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya, pinalih dadi Panca-brahma mwah maringkes. Iki Sa Ba Ta A I. Sa mulih ring Da. Ta Mulih ring A. Ya Mulih ring I dadi tryaksara A U Ma, nga, tryaksara ring jro tinulung dening angsa. Karaning dadi masabda : Ang Ung Mang. Jatinya mawak lintang bulan surya nga, tryaksara ring jaba, mawak api yeh angin. Ang magenah ring ati dadi gni, ung magenah ring ampru dadi yeh. Mang mulih ring windu. Windu mulih ring sunya. Sunya mulih ring akasa. Ya geh mrtane. Ikang Ang Ah nga, Rwa-bhineda irika pasuk-wetunya, ring witing ati dadi bayu malang mapet amarga ring irung kalih, krana ngaran rwa-bhineda, apan bayu ring irung tengen terus ring silit, amarganing sekul ulam. Bayu ring irung kiwa anrus ring baga purus margining toya. Mangkana kramanya Sang Hyang Rwa-bhineda aksara wiśesa. Mwah ikang Ang dadi Ongkāra ngaděg ring dada. Ikang dadi Ongkāra sumungsang ring gidat. Ardacandranya ring tulang bawu. Windunya ring cěkoking bahu. Nadanya ring lidah. Ongkāra sumungsang ring gidat. Ardacandranya ring alis. Windunya ring slagan alis. Nadanya ring tungtunging angadu pucuking rwi, sida ya matěmu kapanggih den ta kasidening mantra. Ikang maka dasar salwiring lalěkasan. Yan sāmpun langgěng mangkana siddhi juga ya. Yan tan mangkana arang kasiddhyan tiněmun ta, tan pendah taru tan pawit juga ya. Yaning anggawe panawar sandhi, iki rěgěpakěna rasakěna gnine ring tulang cětik, upining sakeng pusěr, apanya gni tabuhan. Angine ring pupusuh anggen Ardacandrane ring tulang gulu maawak agni murub nuut windune ring cěkoking gulu, ya māwak sibuh mesi wai. Lidahe nadha māwak wai kaglut dening agni. Yan sāmpun mangkana karěgěpanya wětukukus tang wai panaware ring sapta ring sor ring luhur. Krana kadi ngrah swaraning nadhanta ring jro kadi gěnta ngawang-awang. Ika cirinya siddhi Sang Hyang Mantra wak bajra narasingha, ring jro siwanjana māwak siddhi juga ya. Ikang Ongkāra Batuk, Arcandranya ring alis, windunya slaning lalata. Nadanya ring gěntiling irung. Ika awaning amrta sakeng ākāśa umili maring sor, ibanya ring jiwa-raga. Ākāśa maring untěk nga, bunděr waena pětak kadi duma, a ngaran langite ring awakta. Ikang mreta tiba kadi udan wětunya. Umiliyakěn awuning lara wisya akwehnya gěsěng dening apuy trus maring wat nga, lwah ya ring suku kiwa trus mareng sajarahing sagara ring tlapakaning suku. Ikang nga, suku bga, pasih. Wusnya aniramin wisya awunya angūrdha těken muladara-gni. Malih iděp makaplkig, dyun kundi manike mesi amrta ring slaning batuk. Wintu Ongkārane nungsang ring walung kapalane. Ikang mwah amlabar gnin wisyane, malih angili těken idani. Mangkana denta angrgěp, ikang mantra ngawe kasiddhyaning panawar gni sakala. Yan kěna ngring kěna upas katawar denya nadyan wang pacang mati kari bajang, maurip juga denya. Yan wus wrda pějah juga ya. Jah tasmat, aja wehing wong lyan dahat mauttama panlasing śāstra iki. Iti gaglaran ring raga, ma: Ong Mang Tang nama swāhā, Ong Ang Tang nama swāhā, Ong Ung Tang nama swāhā. Iti Sang Hyang Barunāstra wiśeṣamaguna, kweh phalanya, sabdanya : Sang ring pupusuh. Bang ring ati, tang ring ungsilan. Ang ring ampru. Ing ring patumpukaning ati. Nang ring paparu. Mang ring usus agung. Sing ring limpa. Wang ring iněban. Rang ring tungtunging pupusuh. Ong ring witing pupusuh. Mresyu masyudi swa sesa nama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar