TUGAS TATTWA
“ PURA
SURANADI ULON”
Dosen Pengampu: Dewi Rahayu
Aryaningsih,S.Ag.,M.Ag
Oleh:
Ni Wayan
Mariaseh
NIM.131 111 33
Jurusan Pendidikan Semester
III A
DEPARTEMEN KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
GDE PUDJA MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara
nugraha Beliau-lah sehingga saya berhasil menyusun dan menyelesaikan makalah penelitian ini dengan judul “Pura Suranadi Ulon”
tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Tattwa
dalam kaitannya dengan materi yang berhubungan dengan konsep ketuhanan dalam hindu.
Makalah ini disusun berdasarkan pada informasi-informasi yang saya peroleh dari
sejumlah referensi berupa
narasumber/infoman, sejumlah buku acuan dan website
diinternet yang berkaitan dengan topik
yang saya teliti.
Saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu adanya kritik dan saran dari para
pembaca baik itu Bapak/Ibu dosen, maupun teman-teman yang berada dalam lingkup
STAHN Gde Pudja Mataram sangat saya harapkan dalam upaya perbaikan makalah saya kedepannya. Dengan tersusunnya makalah
ini, semoga dapat member
sumbangsih pikiran dalam rangka tambahan ilmu
dan wawasan kita. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu saya dalam hal memperlancar penyelesaian
penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua.
Om
Santhi Santhi Santhi Om
Mataram,___September
2014
Penyusun,
Ni Wayan Mariaseh
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Pura Suranadi Ulon............................................................... 3
2.2 Nama-Nama
Pelinggih di Pura Suranadi Ulon................................. 6
2.3 Fungsi
Panca Tirtha............................................................................. 9
2.4
Pujawali di Pura Suranadi Ulon......................................................... 10
2.5 Banjar
Pengamong Pura Suranadi Ulon........................................... 12
2.6
Renovasi dan Pemangku Pura Suranadi Ulon.................................. 13
2.7
Keunikan di Pura Suranadi Ulon....................................................... 13
2.8
Struktur Kepengurusan Pura Suranadi Ulon................................... 14
2.9 Denah
Pura Suranadi Ulon................................................................. 16
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan............................................................................................... 18
3.2 Saran..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah
Pura sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu tampaknya berasal dari zaman yang tidak begitu
tua. Pada mulanya istilah Pura yang berasal dari kata Sanskerta itu berarti
kota atau benteng sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Sang Hyang
Widhi. Sebelum dipergunakannya kata Pura untuk manamai tempat suci / tempat
pemujaan dipergunakanlah kata Kahyangan atau Hyang. Kata Hyang yang berarti
tempat suci atau tempat yang berhubungan dengan Ketuhanan.Pura banyak didirikan
didaerah-daerah setempat, untuk dijadikan tempat pemujaan bagi umat hindu
seperti di daerah lombok terdapat banyak pura-pura yang telah didirikan oleh
umat hindu, salah satu pura yang didirikan adalah Pura suranadi.
Pura Suranadi adalah pura yang
terdapat dilokasi wisata Suranadi, pura ini merupakan sarana aktivitas ritual
keagamaan yang dikelilingi oleh alam yang masih asri, namun pura ini juga
memiliki beberapa pura yang berpola menyebar, diantaranya adalah Pura Pembersihan, Pura Ulon, Pura Pengentas, dan Pura Majapahit. Sesuai dengan
keberadaan sumber mata air suci yang terdapat di kawasan setempat. Meskipun
terpisah secara fisik, dari segi rangkaian kegiatan ritual, Pura Suranadi
merupakan satu kesatuan. Keberadaan pura Suranadi erat kaitannya dengan 5 mata
air yang di sebut dengan Panca Tirtha.Kelima mata air (Panca Tirtha) tersebut adalah Tirtha Pembersihan, Tirtha Panglukatan, Tirtha Pengening (Petirtan), Tirtha Pengentas danToya Tabah.
Suranadi sendiri berasal dari kata Sura
yang berarti dewa dan Nadi yang berarti sungai. Konon, dalam kamus bahasa Jawa Kuno, Suranadijuga berarti Kahyangan. Menurut catatan sejarah, mata air di Pura Suranadi terbentuk
pada abad XVI ketika seorang India yang bernamaDang Hyang Niratha berkunjung ke pulau
Lombok untuk menyebarluaskan
agama Hindu. Setelah lelah menempuh perjalanan yang panjang, beliau
beristirahat di Suranadi yang saat itu masih berupa hutan lebat yang dipenuhi
satwa liar.
Ketika itu, beliau menancapkan tongkat saktinya ke lima titik dan
menyemburlah air dari tempat dimana tongkatnya ditancapkan dan sampai sekarang
menjadi mata air tempat masyarakat mengambil air untuk upacara keagamaan
Hindu.Inilah yang melatar belakangi penulis untuk meneliti dan membuat makalah
mengenai Pura Suranadi khususnya di Pura Suranadi Ulon tersebut,disebutsuranadiulonkarenapurasatuinimerupakanUluatauinti/pusatdarirentetantigapuralainnya
yang merupakankesatuandariPuraSuranadi, dimana dipura ini memiliki sejarah yang
sangat sakral sehingga membuat penulis menjadi tertarik untuk mengetahuinya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah dan struktur
bangunan pura Suranadi Ulon?
2.
Bagaimanakonsepketuhanan
yang terdapatdalampuraSuranadiUlon?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan daripenulisan makalah ini
antara lain:
1. Untuk memberikan pemahaman dan gambaran mengenai sejarah pura SuranadiUlon.
2. Untuk mengetahui konsepketuhanan
yang berkembangdalam Pura Suranadi Ulon.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pura Suranadi Ulon
Pura Suranadi berada di Dusun Suranadi Desa Selat, Kecamatan Narmada
Kabupaten Lombok Barat. Dari Kota Mataram berjarak sekitar 15 Km ke arah timur
laut. Pura tersebut berada di tiga buah lokasi yang berbeda yaitu disebut Pura
Ulon,Pura Majapahit, Pura Pengentas dan Pura Pebersihan. Lokasi Pura-pura ini
dikelilingi oleh hutan wisata, persawahan, jalan raya, tempat berjualan dan
penginapan. Terletak pada ketinggian 256 meter di atas permukaan
laut, dengansuhuudara 18 sampaidengan 25
derajatCelcius. Dari Mataram, Suranadidapatdijangkaumelaluiduajaluryaknijalanraya
Narmada maupunLingsar. (DRA.H .Usri
Indah Handayani,dkk. PeninggalanSejarahdanKepurbakalaan
NTB.2004)
Secara Etimologis, Suranadi berasal dari kata “Sura” (dewa) dan “Nadi” (sungai).Dalam kamus bahasa jawa kuno
disebutkan bahwa Suranadi juga
berarti “Kahyangan”, tempat para dewa bersemayam(http://vhaulva.blogspot.com/2012/03/taman-suranadi.html).
Berdasarkanisibuku Dr.
SoegiantoSastrodiwiryodenganjudulPerjalananDanghyangNirartha,
SebuahDharmayatra (1478-1560) dariDahasampaiTambora, dikatakanbahwadariKarangBolong
Dang
HyangNirarthabergerakkearahtenggarakemudianberbelokketimurlangsungmenujuKarangMedain,
LingsardanSuranadi. Di inibeliaumulaimemberikanpelajaran-pelajaran agama bagi
orang sasak yang beragamaislam, ajaran yang
beliauberikandikenaldenganajaranWaktuTelu.Beliautelahberhasilmenarikperhatianmasyarakatsasakuntukbelajardipesramannya
yang dibangun di dekatsumber air, tempatitudisebutpuraSuranadidimanamuncullimamata
air yang disebutPancaTirtha. (Dr. SoegiantoSastrodiwiryo. PerjalananDanghyangNirartha, SebuahDharmayatra (1478-1560)
dariDahasampaiTambora. Halaman 159)
Pernyataandiatasjugadiperkuatdenganapa yang
tercantumdalambuku I GustiBagusSugriwadenganjudulDwijendraTattwapadahalaman 44 yang menyatakanbahwasetibanyabeliau
di Sasak (Lombok), Dang HyangNirarthamengajarkan agama
islamwaktutelukepadamasyarakatsasaksehinggabeliauitudianggapsebagai guru (nabi) yang di gelari Tuan Semeru, asramatempatbeliaumengajar agama yang
utamadiberinamaSuranadiyaitusuatuasrama yang sangatindahdiapitolehduabuahtelaga
yang penuhdenganpohon bung yang harum.
Berdasarkan hasil wawancara denganPemangku Ida BagusErjan pada hari Rabu, 17September 2014, beliau menceritakan bahwa keberadaan Pura Suranadi tidak terlepas dari
Kisah Perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang
kedua kalinya ke tanah Lombok ini dan juga upacara pengabenan pertama di lombok
sekitar abad ke-16halinisebagaimanasesuaidenganapa yang tercantumdalamLontarDwijendraTattwa.
Di ceritakan pada waktu
Danghyang Dwijendra datang pertama kali ke Lombok, dijumpai oleh Beliau adanya orang-orang Bali atau “Baliage” yang berdomisili di Dusun Medayin.
Mereka telah memuja Bhatara Gede Muter Jagat. Atas permohonan orang-orang yang tinggal di
Medayin itu maka Sang Bhatara menganugrahi mereka untuk berpindah tempat dari Medayin ke suatu
tempat yang terletak di sebelah utara dan di sebelah barat sebuah sungai.
Tempat yang baru itu diberi nama Karang Medain.
Pada suatu hari Mpu Dwijendra
melintas di Karang Medain dan bertemu dengan salah seorang penduduk
bernama I Gede Butaq. Dia itu sedang mempersiapkan tempat kremasi mayat
pamannya yang bernama I Gede Batuhu yang meninggal tadi malamnya. Mpu Dwijendra
memberikan petunjuk kepada I Gede Butaq bahwa hari ini tidak baik untuk
membakar mayat maupun Ngaben,
tetapi yang baik adalah lima hari lagi
dari sekarang, tepatnya pada hari Wrespati Pon wuku Uye tanggal ping tigabelas
purnamaning ke-dasa. Sang Mpu akan diminta untuk Muput atau menuntaskan upacara tersebut. I Gede Butaq juga
memperkenalkan sanak saudara yang lain kepada Dang Hyang Dwijendra. Disebutkan
bahwa ayahnya bernama I Gede Pageh yang berstatus Bendesa Banjar, bersaudara
dengan I Gede Batuhu yang berstatus Kliang Banjar, sedangkan Gede Batuhu berputra bernama I Wayan
Para.
Tepat pada hari yang
disepakati I Gede Butaq bersama I Wayan Para datang menjemput Mpu Dwijendra di
Asramanya di Dasan Agung. Tetapi ternyata Sang Mpu telah pergi meninggalkan
Asrama berjalan menuju kearah utara timur. Atas petunjuk seorang warga sasak
maka I Gede Butaq dan I Wayan Para berusaha mengejar Sang Mpu yang baru saja
berjalan ke arah timur. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya di sebuah hutan
mereka menjumpai Mpu Dwijendra sedang duduk di atas batu di bawah pohon
beringin. Setelah I Gede Butaq menyampaikan maksudnya seraya mengingatkan
tentang kesepakatan mereka ternyata Beliau mengaku lupa sambil mengatakan bahwa
kejadian ini memang kehendak dari Yang Maha Kuasa.
Mpu Dwijendra selanjutnya
menunjuk pohon bambo dan menyuruh I Gede Butaq dan I Wayan Para membuat empat
buah Bumbung (yaitu buluh bambu yang dipotong untuk
tempat menampung sesuatu). Setelah ke empat Bumbung
selesai dibuat, maka Mpu Dwijendra berdiri seraya mengambil tongkat. Sang Mpu
kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Setelah beberapa saat tongkat itu
dicabut maka keluarlah air yang meluap-luap bahkan sampai mancur. I Gede Butaq
disuruh mengambil air tersebut dengan salah satu bumbung yang telah disiapkan
tadi. Mpu Dwijendra menyuruhnya untuk memberi tanda dengan helai daun kayu,
lalu bersabda bahwa air itu bernama “Tirtha Pebersihan”, yang sekarangtempatitukita kenal dengan Nama Pura Pembersihan, kejadianinitepatterjadipadahariwraspatipaing.
Danghyang Dwijendra kemudian
berjalan ke arah timur diiringi oleh I Gede Butaq dan I Wayan Para. Setelah
berjalan kurang lebih lima puluh Depa
(ukuranlangkahataudapatdiartikanukurandengantangan),
karena pada saat itu tidak ada alat ukur. Selanjutnya Beliau menancapkan
kembali tongkatnya seperti tadi maka keluarlah air yang meluap-luap. Danghyang
Dwijendra memberi tahu bahwa air tersebut bernama “Tirtha Pelukatan”.
Danghyang Dwijendra kemudian
berjalan ke arah timur laut sampai sekitar lima Depa barulah melakukan hal yang sama yaitu menancapkan tongkatnya
maka keluarlah air muncrat bersuara gemuruh. Beliau memberi tahu mereka berdua bahwa air itu
bernama “Tirtha” yang selanjutnya disebut “Tirtha Gamana”. Hingga sekarang tempat munculnya tirtha pelukatan dan tirtha Gamana ini di beri nama
pura Suranadi Ulon, kata UlonpadasebutanSuranadiUlonberartiintiataupusatdariseluruhbagianlainnyadalampuraSuranadibaikituPuraSuranadiPebersihanmaupunPuraSuranadiPangentas.
BerdasarkantofografinyapuraSuranadiUlonterletak
yang paling tinggidiantarapuraSuranadilainnya,
purainiberbatasanlangsungdengankawasanhutanlindungpadasisibagianbelakangnya,
danberbatasandenganruasjalanmenujulapangan golf Golongpadabagiandepannya. (DRA.H. Usri Indah Handayani,dkk. PeninggalanSejarahdanKepurbakalaan NTB.2004)
Setelah itu Danghyang
Dwijendra berbalik jalan ke arah barat daya kurang lebih sejauh lima belas
Depa. Beliau kembali menancapkan tongkatnya maka keluarlah air yang kemudian
diberi nama “Tirtha Pengentas dan Toya Tabah”. Jadi di Pura Pengentas ini di temukan dua macam tirtha yaitu tirta pengentas
dan toya Tabah, Dijelaskan oleh Beliau bahwa “Tirtha Pengentas” digunakan
untuk upacara “Pitra Yajna” yang bertujuan supaya Sang Atma (roh) yang diupacarakan
tersebut berhasil menemukan jalan menuju asalnya,
selainituPuraPangentasjugamemilikimaknauntukmenuntaskanataumenyesaikanataudapat
pula diartikanmembersihkansegalakekotoranpadadirikitasecaraskala (yang terlihat),
Tirthapangentasdapatdimanfaatkansesuaidengankeyakinandanapa yang kitatunasatau yang kitaminta/mohon,
misalnyasajauntukmengobatipenyakit yang sudah lama
namuntidakmenemuijalanpenyembuhan. Di
penglukatanTirthaPangentasinilahmasyarakat/orang yang
sakitmenyerahkandiridanmemintapengobatankepadaBhataraWisnu yang
dalamhalinidisimbolkansebagaidewa air. Sedangkan Toya
Tabah digunakan untuk pemuput upacara Pitra Yadnya, yang di Bali dikenal dengan nama Tirtha Penembak.
SangMpu menjelaskan kembali
kegunaan Tirtha yang lainnya. “Tirtha Pebersihan” digunakan untuk menghanyutkan Mala atau kekotoran yang berasal dari luar diri atau luar badan
agar menjadi suci. “Tirtha Pelukatan” digunakan untuk menyapu Mala yang ada di dalam diri yaitu enam musuh dalam diri yang disebut
Sad Ripu. Sedangkan Tirtha Gamana digunakan untuk menguatkan Sradha, membuang pikiran negatif dan memerangi tujuh
macam kegelapan yang disebut “Sapta Timira”.
Selanjutnya Mpu Dwijendra
bersabda : “ Nah sekarang, hutan ini Mpu beri nama Suranadi”. Sura berarti orang yang telah berhasil
melaksanakan Yoga Jnana atau dapat juga diartikan "Dewa". Nadi berarti orang yang menebar kesucian atau juga dapat diartikan
"Sungai". Setelah itu I Gede Butaq dan sepupunya disuruh segera
pulang. Akhirnya kedua saudara sepupu ini segera kembali ke Karang Medain.
I Gede Butaq dan I Wayan Para
dengan membawa empat buah bumbung berisi
Tirtha yang
ditutup daun paku telah sampai di Karang Medain. Kemudian menjumpai bapaknya
yaitu I Gede Pageh yang statusnya Bendesa Banjar. Kepada bapaknya diceritakan
bagaimana sampai memperoleh empat bumbung
Tirtha. I Gede Pageh akhirnya
memanggil sekalian Sekaha Banjar termasuk kepada I Ketut Kayun sebagai pemegang Awig-awig
atau peraturan. Kepada warga banjar
disampaikanlah apa yang disebut “Tirtha” yang diciptakan Mpu Dwijendra yang tak lain adalah Ida
Bhatara Sakti
Wawu Rawuh yang berada di Suranadi. Pemberian Tirtha dari tengah
hutan itu digunakan sebagai dasar agama untuk memberi penerangan kepada diri
sendiri sehingga dinamakan “Gama Tirtha” oleh Mpu Dwijendra bagi warga Baliage di Karang
Medain.
Setelah Danghyang Dwijendra
selesai membuat mata air suci atau Petirthan di Suranadi maka Beliau
melanjutkan perjalanan ke arah utara. Beliau menginap di suatu tempat yang
kemudian diberi nama “Majapahit”. Beliau menginap ditempat itu selama sebelas
hari. Kemudian Beliau kembali melakukan
perjalanan kearah utara menuju daerah Bayan. Di sana beliau mengajarkan warga
masyarakat tentang ajaran Wetu Telu.
2.2 Nama-Nama Pelinggih di
Pura Suranadi Ulon
Pura Ulon
berada disebelah timur dan tepatnya disebelah timur jalan raya dan berbatasan
dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam disebelah utara dan timur pura.
Pura ini menghadap kebarat. Luas area pura Suranadi Ulon secara keseluruhan
sekitar 65 Ha. PuraSuranadiUlonmengambilkonsepSaptaLingga
(tujuhkonsepstana/pelinggih) dengantatananpura Tri Mandala yang terbagi menjadi tiga area, yaitu nista mandala, madya mandala dan
utama mandala yang menyimbolkan
Tri LokayakniBhurBvahSvah.
A. Utama Mandala,terdiri dari:
1.
Padmasana yaitu sebagai tempat berstananya Sanghyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya. Bangunan
ini memiliki tinggi sekitar tujuh meter. Dimana
semau motif bangunan ini berwarna hitam.
2.
Palinggih Penyungsungan Bhatara Lingsir Gunung Rinjani.
Palinggih ini berada diatas bataran
bertangga sembilan, yang diapit oleh pelinggih Padmasana dan pelinggih Anglurah. Bangunan ini memiliki ketinggian sekita
empat meter dengan strukturnya terdiri atas dasar,badan dan puncak. Bagian
dasar berbentuk segi empat terbuat dari bata dan pasir semen yang dicetak
dengan hiasan dua buah ekor naga sebagai bibir tangga, serta beberapa hiasan
lainnya. Bagian badan terdiri atas kayu yang bertiang enam dengan altar
singgasana pada bagian atasnya. Puncak terdiri atas kerangka kayu berbentuk
limas dengan beratap ijuk. Bangunan palinggihnya hampir keseluruhan berwarna
hitam, yakni simbol Dewa Wisnu, sebagaimana diketahui bahwa wujud beliau
sebagai Dewa air dan Dewa pemelihara. Demikian pula hutan suranadi adalah sebagai pusat mata
air yang jumlahnya sangat banyak.
3.
Palinggih Anglurah , fungsinya sebagai tempat pemujaan bhatara-bhatari pengiring atau
manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.Pelinggih ini berada di sebelah selatan pelinggih Bhatara Gede Gunung
Rinjani, pelinggih
ini memiliki tinggi sekitar 3 meter.
4.
Pelinggih Bhatara Ayu Mas Melanting berfungsi sebagai tempat pemujaan betara ayu mas
melanting.Pemujaan terhadap Bhatara Ayu Mas Melanting bermakna untuk memohon penghidupan yang baik
terutama dalam hal rejeki agar selalu dimudahkan untuk memperolehnya. Umat
hindu yang mengharapkan rejeki dari berjualan di lingkungan pura suranadi dapat
melaksanakan pemujaan pada palinggih ini agar diberi kemudahan dalam mencari
rajeki.Bangunan ini memiliki panjang
sekitar 2 meter, lebar 2 meter dan tinggi 3 meter, dengan dasar berupa bataran
agak lebar. Pada atas bagian badan terdapat altar berbentuk empat persegi dan
diatasnya terdapat dua buah Tawulan (batu lonjong berdiri). Tawulan sebagai pratima itu dibungkus
masing-masing dengan kain warna putih dan kuning. Bangunan puncaknya berupa
kerangka berbentuk limas dengan atap genteng. Bagian dasarnya berupa teras yang
telah dikeramik biasanya sebagai sebagai tempat sesajen.
5.
Gedong Penyimpenan berfungsi
sebagai tempat pempat menyimpan segala peralatan yang digunakan pada saat
persembahyangan atau pujawali, seperti wastra dan sebagainya. Bangunan ini
berada disebelah selatan. Bangunan ini merupakan bangunan berdinding yang mempunyai
teras dan di depan bangunan terdapat dua buah tiang serta beratapkan genteng.
6.
Bale Pengaruman / bale pelik,
berada di utara pelinggih tirtha pelukatan. Bale ini berfungsi sebagai tempat bermusyawarahnya para
dewa.
7.
Pesimpangan tirtha pelukatan. Sebelum
nunas/ mengambil tirtha pelukatan ini, biasanya terlebih dahulu nunas lugra dengan ngunggahan
canang atau banten di palinggih ini.
8.
Tirtha pelukatan. Tirtha ini
biasanya digunakan untuk melukat seseorang dengan tujuan agar dapat
membersihkan segala kekotoran yang ada pada dirinya baik secara jasmani maupun
rohani.
9.
Bale pewedaan pemangku, digunakan
sebagai tempat pewedaan oleh jero mangku saat muput persembahyangan atau
upacara yadnya.
10. Pesimpangan tirtha pengening. Pelinggih ini berfungsi sebagai tempat mohon lugra / permisi sebelum
mengambil tirtha pengening. Bangunan ini terletak berdekatan dengan tirtha pengening.
11. Tirtha
pengening, biasanya digunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta
upacara sebagai tirtha wangsuhpada.
12. Bale banten dan pewedaan pedanda. Bale banten berfungsi segai tempat
untuk menyimpan banten dan segala sarana upacara. Di belakang bale banten
terdapat bale tempat pewedaan pedanda yang sedang memimpin pelaksanaan upacara
yadnya.
13.
Bale peteduh (tempat istirahat).
Bale ini berbentuk persegi panjang, memiliki enam tiang dan beratap genteng.
Bangunan ini biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat jero mangku yang bertugas.
B. Madya Mandala, terdiri dari:
1.
Kori Agung serta pelinggih apit
lawang. Kori agung ini merupakan pembatas antara madya mandala dengan utama
mandala. Kori agung ini hanya di buka pada saat pujawali saja. Sedangkan
pelinggi apit lawang ini sebai tempat para penjaga atau prajurit di pura tersebut.
2.
Bale Pekemitan. Diarea madya mandala ini terdapat dua bale
pekemitan. Yang satu berada di sebelah selatan dan yang satu lagi berada
disebelah utara. Bale pekemitan ini biasa digunakan oleh warga untuk
beristirahat atau melaksanakan pekemitan baik pada hari pujawali maupun
hari-hari suci lainnya.
3.
Pos penjaga. Bangunan ini terletak
di dekat pintu masuk madya utama. Pos ini berfungsi sebagai tempat peminjaman
selendang atau kain bagi tamu wisatawan.
C. Nista Mandala
1.
Bale Pesamuan, biasanya digunakan
sebagai tempat mengadakan rapat dan
kegiatan masyarakat, seperti pegelaran tari-tarian dan sebagainya. Menurut
keterangn narasumber ( putu Sueka agung ) dalam waktu dekat ini bale pesamuan
tersebut akan direnovasi menjadi bangunan serba guna yang memakai motif
bangunan bali.
2.
Bale Kulkul, berada di bagian
pojok utara nista mandala berdekatan dengan kantor sekretariat. Kulkul ini
biasa dibunyikan saat ada pemberitahuan rapat atau saat pelaksanaan pujawali.
3.
Kantor sekretariat merupakan
kantor yang digunakan sebagai sekretariat oleh pengurus pura suranadi tersebut.
(Jero Mangku Ida
BagusErjan, 17 september
2014)
2.3 Fungsi Panca Tirtha/ PancaksaraTirtha
Berdasarkanbuku
I.B.S ManuabadenganjudulWarisanBhataraCaktiWawuRauhPancaksara-TirthaSuranadipadahalaman
37 dikatakanbahwaPancaTirthadikaitkandenganPancaksaraitusendiri
NA, MA, CI, WA, YA. CiwanggadalamDasaaksara Nyasa sebagai alas dariImdan Yam
beradapadatengahdan yang delapanmerupakanAstaDewata
(delapanpenjurumataanginkekuasaanSiwa) Tirthaadalahsaranauntukmembersihkan
Papa/kenestapaan.PemberiannamaPancaTirthaoleh Dang
HyangNirarthaberkaitandenganPancaksaraStawa yang setiapharididoakanolehparaSulinggihpadasaatNyurya-Sevana.
Dari nama Air Sucitersebutmenunjukanbetapasakralpemberiannamaitu,
danbetapabahagianyaumat yang menerimawarisanitu.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Jero Mangku Ida WayanSuarsana dan Jero Mangku Ida
BagusErjan,17September 2014. Panca Tirtha artinya lima buah mata air dalam rangka upacara yajna. Panca Tirtha terdiri dari mata air
Petirthan, mata air
Pelukatan, mata air
Pengentas,mata air Tabah dan mata
air Pebersihan. Kaitan dengan
pelaksanaan upacara agama maka air berfungsi dan bermakna sebagai sarana
persembahan yang disebut dengan air suci, yang sering juga dikenal dengan
istilah Toyam. Lebih lanjut
dijelaskan, Toyam atau Toya merupakan air suci yang dipergunakan sebagai sarana
persembahan atau sarana upacara yang memiliki kekuatan magis selanjutnya lebih
dikenal dengan nama Tirtha. Dalam kaitan ini yang digunakan Tirtha tersebut
bersumber dari mata air Petirthan.
a)
Tirtha Pelukatan berasal dari mata
air Pelukatan bermakna untuk
membersihkan dan menyucikan rohani manusia yang akan melaksanakan upacara.
b)
Tirtha Pengening (petirthan) dipergunakan
saat puncak upacara, sebagai prasadam
dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya.
c)
Tirta Pebersihan bermakna untuk membersihkan
dan menyucikan jasmani manusia yang akan melaksanakan upacara yang berasal dari
mata air Pebersihan
d)
Tirtha Pengentas berasal dari mata
air Pengentas bermakna untuk memberi bimbingan jalan bagi sang Roh agar lancar
melewati alam Niskala.
e)
Toya Tabah sama dengan Tirtha Penembak yaitu bermakna
untuk muput upacara Pitra Yajna. Penembak juga bermakna sebagai bekal sang Roh agar tidak
kehausan di perjalanan, dan sebagai pengganti darah yang mengandung dosa dan
kegelapan menjadi
bersih oleh sinar Sang Hyang Widhi.
Beliaujuga menjelaskan bahwa untuk kegiatan upacara Dewa dan Manusia Yadnya hanya
dibutuhkan empat macam tirtha yaitu tirtha Tabah, tirtha Pebersihan, tirtha Pengening (Petirthan), dan tirtha Pelukatan.Sedangkan untuk upacara pitra yadnya
di butuhka lima macam tirtha (panca tirtha) yaitu tirtha tabah, tirtha pebersihan, tirtha pelukatan, tirtha pengening (petirthan) dan tirtha pengentas.
Bebantenan yang digunakan untuk
nunas tirta disesuaikan oleh kemampuan yang bersangkutan, apabila tidak bisa
membuat banten yang besar, dengan canang sari saja sudah cukup.Beliau juga
menjelaskan, panca Tirtha ini tidak hanya di ambil oleh orang-orang lombok saja, namun juga
diambil oleh orang-orang dari luar seperti dari bali, jawa bahkan seluruh
Indonesia dapat mengambilnya.
2.4 Pujawali Pura Suranadi
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 17 September 2014,Pujawali Pura Suranadi ini dilaksanakan pada purnamaning sasih ke-lima yang
padatahuninikuranglebihjatuhsekitarduabulandarisekarangtepatnyapadabulannovember.Rangkaian pujawali mulai dari awal sampai penutupan upacara pujawali
dilaksanakan selama sepuluh hari. Pujawali Pura
SuranadiUlondilaksanakanbersamaandenganpujawali di PuraMajapahitserentak pada hari yang sama.
Adapun prosesi
Pujawali ini di laksanakan dengan beberapa rangkaian upacara,diantaranya:
Ø Enam Hari sebelum hari pujawali dilaksanakan upacara Nuhur/nunas/ngelungsur tirtha Ida Bhatara LingsirGunung Rinjani.
Banten untuk nuhur Ida Bhatara Gunung Rinjani dibawa dari Pura Suranadi Ke Gunung Rinjani terdiri
atas, pejatian, canang burat wangi, canang bebaos,canang genten, krik kramas,buhu
dan tehenan. Banten tersebut akan dihaturkan pada masing-masing pelinggih yang ada disana.
Ø Tiga hari sebelum pujawali, yaitu sekembali dari Gunung Rinjanidilakukanmundut(membawadanmenyimpanataumenyinggahkan) Tirtha Bhatara Gunung Rinjani untuk dilinggihkan di Pura Majapahit. Setelah Tirtha tersebut di linggihkan
maka diadakannya pekemitan yang dilaksanakan oleh banjar-banjar pengamong pura
Suranadi tersebut.
Ø Dua hari sebelum puncak pujawali dilaksanakan upacara Tabuh Rah, yang
merupakan salah satu rangkaian upacara bhuta yadnya dengan cara mempersembahkan
darah ayam di halaman pura. Upacara ini dilaksanakan dengan cara memotong ayam
dan darahnya dicecerkan di nista mandala, madya mandala dan utama mandala.
Banten yang digunakan untuk upacara tabuh rah di pura ulon yaitu pejatian,
canang burat wangi, canang genten, krik kramas, dan buhu.
Ø Sehari sebelum Puncak Pujawali dilaksanakan upacara Melasti (Purwa Daksina) yang bertujuan untuk
membersihkan dan menyucikan semua pratima-pratima pura dan juga membersihkan
diri semua krama dari segala kekotoran (Mala) baik secara jasmani maupun rohani. Upacara ini dilaksanakan mulai
pukul 08.00 pagi. Banten dan sarana yang dihaturkan untuk nyuciang pratima
dipura ulon yaitu: pejatian, canang burat wangi,canang genten, canang bebaos,
toya pesucian (toya cendana, toya segara, kumkuman, toya jeruk, dan toya nyuh
gading), muncuk ambengan, krik kramas, buhu, tehenan, tigasan, dan solasan.
Ø Dilanjutkan pada pukul 13.00 waktu setempat yaitu sehari sebelum puncak
pujawali dilaksanakan upacara mendak Ida Bhatara. Upacara ini dilaksanakan
dengan nge-medalang Bhatara tirtha pada masing-masing pura, kemudian dinaikkan diatas
jempana dan semuanya diarak keliling oleh semua banjar yang mengemong
pura.Banten yang digunakan dan dibawa pada waktu mendak yaitu: bayuhan panca phala,
tipat kelanan, sanganan jauman, canang burat wangi, ayunan alit, canang lenga
wangi, dan canang genten.Banten yang dihaturkan bila setibanya mendak Ida
Bhatara, yaitu: segehan agung, pitik selem mulus, rujak miyeh, solasan,
basokan, tetabuhan (arak, tuak, berem, dan klungah nyuh gading). Banten ini
akan dihaturkan diarepan candi.
Ø Selanjutnya pada pukul
14.00 waktu setempat, dilaksanakan
upacara ngadegan Ida Bhatara di
masing-masing Pura. Upacara ini di pimpin oleh seorang sulinggih dan beberapa
pemangku.
Ø Keesokan harinya merupakan hari puncak pujawali, dimana puncak pujawali
dilaksanakan satu hari penuh. Upacara pujawali dimulai pada pukul 07.00 waktu
setempat, diawali dengan ngunggahan banten pada masing-masing tempat yang telah
ditentukan.
Ø Upacara Nyejer dilaksanakan
tepat satu hari dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali) yang mulai
dilaksanakan pada pukul 06.00 waktu setempat.
Ø Upacara Nglukar dilaksanakan
tiga hari setelah pujawali. Upacara ini dilaksanakan pukul 15.00 waktu setempat
yang dipimpin oleh pemangku yang telah ditunjuk. (Hal inisesuaidengan penjelasan yang diberikanolehJero
Mangku Ida WayanSuarsana).
Beliau juga menyarankan
agar ketika upacara pujawali pura suranadi di usahakan
kami dari mahasiswa STAHN Gde Pudja Mataram dapat ngaturang bakti di pura
tersebut.
2.5 Banjar Pengamong Pura
Suranadi
Berdasarkan hasil wawancara
dengan Bapak Ida Bagus Made
Putrasnadijelaskan bahwa meski Pura Suranadi terbagi
menjadi 4 wilayah atau pura, namun pura-pura tersebut merupakan satu kesatuan.
Sehingga keempat pura tersebut di among
atau urus oleh pengurus dan banjar yang sama. Pura suranadi di among oleh 13 banjar atau kurang lebih
sekitar 1.000 umat. Adapun banjar-banjar pengamong pura Suranadi antara lain:
1.
Banjar Semitha Karya Suranadi Barat
2.
Banjar Patus Suranadi Barat
3.
Banjar Muwe Desa Suranadi Barat
4.
Banjar Lempuyang Suranadi Selatan
5.
Banjar Sida Karya Suranadi Selatan
6.
Banjar Tresna Karya Suranadi Selatan
7.
Banjar Rta Tunggal Dharma Seraya
8.
Banjar Suka Karya Eyet Kandel
9.
Banjar Karya Dharma Kuang Mayung
10.
Banjar Gumang Peninjoan
11.
Banjar Sila Dharma Pemunut
12.
Banjar Sida Karya Pemunut
13.
Banjar Satya Dharma Eyet Kendel
2.6
Renovasi dan Pemangku Pura Suranadi
Berdasarkan keterangan JeroMangku Ida BagusErjan,
Pura Suranadi Ulon ini sudah di renovasi sebanyaktiga kali. DimanaPura Suranadi pertama kalinya dipugar
sekitar tahun 1720 M atas prakarsa
Anak Agung Nyoman Karang raja di Pagesangan pada masa pemerintahan
raja karangasem. Beliau adalah putra pertama I Gusti Anglurah Ketut Karangasem
seorang raja yang dalam perjalanan waktu kemudian meninggalkan Puri Pagesangan
menuju Bali. Pemugaran Pura dipimpin oleh Pedanda Sakti Abah yang didatangkan dari Bali. Beliau
adalah cicit dari Danghyang Dwijendra. Pemugaran kedua dilaksanakan sekitar
tahun 1930 oleh pengelolaan punggawa cakranegara selatan. Pemugaran ketiga
dilaksanakan sekitar tahun 1946, pada saat
kepengurusan pura suranadi diserahkan kepada krama pura pusat.
Selanjutnya hingga saat ini kepengurusan pura suranadi diserahkan kepada umat
hindu Desa Suranadi.
Adapun sumber dana yang digunakan untuk merenovasi Pura Suranadi
tersebut, berasal dari tiga sumber, diantaranya:
~ Hasil plaba pura seperti hasil sawah dan tanah
(hasil parkir dan dagang yang ada di
kompleks pura)
~Dana punia dari
para Bakta
~ Donatur
Pemangku yang ada di pura Suranadi secara keseluruhan berjumlah 8
orang, namun yang bertugas di pura Suranadi Ulon sekaligus pura Majapahit
berjumlah 3 orang. Dimana pemangku-pemangku ini bertugas secara rutin setiap harinya.
Salah satu pemangku yang bertugas di Suranadi Ulon bernama Pemangku Ida BagusErjan, yang
menjadi narasumber ketika penelitian.
2.7 Keunikan di Pura Suranadi Ulon
Adapunbeberapakeunikanperaturan
yang diberlakukan di PuraSuranadiUlonyaitu:
~
Tidak di perbolehkan adanya hewan kaki empat masuk ke area pura,
misalnya babi dan sapi.
~ Orang yang dalam keadaan cuntaka
dilarang untuk masuk kepura, seperti wanita yang sedang mengalami menstruasi,
wanita melahirkan sebelum 42 hari, bayi yang belum berumur tiga bulan dan
wanita Abortus selama 42 hari.
~ Dilarang melakukan perjudian diareal pura.
~ Untuk para wisatawan, wajib
menggunakan pakaian (kain) yang sudah disediakan dan penglukatan oleh mangku
sebelum masuk ke Utama Mandala.
~
Para wisatawan dilarang naik
dibagian Luwur/ atas, yang diperbolehkan hanyalah orang-orang yang akan
maturan atau sembahyang.
~
Sebelum masuk ke Utama mandala, wajib melakukan penglukatan yang sudah
disediakan di depan pintu gerbang di madya mandala.(keterangan dari JeroMangku Ida BagusErjan).
2.8 Struktur Kepengurus Pura SuranadiUlon
Susunan Personalia Pengurus Krama Pura Suranadi
Periode 2012-2017
1.
Dewan Pembina
~Ketua : I Nyoman Santhi Artana.Amd.tak
~Wakil ketua : I Gusti Lanang Suniartha
~Anggota : Semua ketua banjar pengamong dan
kepala dusun Hindu
se-wilayah Suranadi.
2.
Dewan Penasehat
~ I Nengah
Gatarawi.BA
~ I Gede
Mandia,SH.M.Ag
~ I Nyoman
Sumantri.SH.M.Ag
~ I Nyoman
Adwisana
~ I Komang
Srigata.SP
3.
Pengurus Harian
~ Ketua : I Nengah Segara Yasa
~ Wakil Ketua I : I Made Swastika
~ Wakil Ketua
II : I Gusti Nyoman Oka S.Ag
~ Sekretaris : Dewa Komang Puspa
~ Wakil
Sekretaris : I Made Sutha
~ Bendahara I : I Nengah Sirna
~ Bendahara II : I Gusti Lanang Kawiasa
4.
Seksi-Seksi
~ Seksi Yadnya : Ida Wayan Suarsana
Ni Komang Purni
Ayu Ketut Uma
~ Seksi Drowe : I Gede Sumarda, SH.MH
I
Gusti Bagus Kaler
Ni
Made Suryaningsih
~ Seksi
Pembangunan : I Putu Sueka Agung,S.St
I
Ketut Wana Prastha
I
Wayan Dana
~ Seksi Humas : I Komang Asta
I
Gusti Bagus Parka
I
Gede Renawan
2.9 DenahPuraSuranadiUlon
A
|
B
|
CC
|
D
|
I
|
H
|
F
|
E H
|
K
|
J
|
G
|
KKk
L
|
M
|
Uuuu
|
P
|
N
|
O
|
N
|
Q
|
Jalan Raya
|
R
|
S
|
T
|
KeteranganDenah:
AadalahilustrasiposisipelinggihBhataraAyuMasMelanting
BadalahilustrasiposisipelinggihPadmasana
CadalahilustrasiposisipelinggihPenyungsunganBhataraLingsirGunungRinjani
DadalahilustrasiposisipelinggihAnglurah
EadalahilustrasiposisibangunanGedongPenyimpenan
FadalahilustrasiposisipelinggihPesimpanganTirthaPanglukatan
GadalahilustrasiposisiTirthaPanglukatan
Hadalahposisipelinggih Bale
PlikPesamuan/Pengaruman
IadalahposisipelinggihPesimpanganTirthaPengening
JadalahposisiTirthaPengening
Kadalahposisibangunan Bale PawedaanPemangku
Ladalahposisibangunan Bale
BantensekaligustempatPawedaanPedanda
MadalahposisibangunanPeteduhtempatpemangku yang
bertugasuntukberistirahat
OadalahposisibangunanKoriAgung
PadalahposisibangunanPosPenjaga
Qadalahposisibangunan Bale Pakemitan
RadalahposisibangunankantorSekretariatPengurusPura
Sadalahposisibangunan Bale Pesamuan
T adalahposisibangunan Bale Kulkul.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Pura Suranadi berada di Dusun Suranadi Desa Selat, Kecamatan Narmada
Kabupaten Lombok Barat. Dari Kota Mataram berjarak sekitar 15 Km ke arah timur
laut. Dimana kata Suranadi berasal dari dua kata, yaitu "Sura"
berarti Dewa dan " Nadi" berarti sungai. Dalam kamus bahasa jawa kuno disebutkan bahwa
Suranadi juga berarti “Kahyangan”, tempat para dewa bersemayam.
Pura tersebut berada di
empat buah lokasi yang berbeda yaitu
disebut Pura Ulon,Pura Majapahit, Pura Pengentas dan Pura Pebersihan. Meski
keberadaan pura-pura tersebut berpisah namun secara fisik merupakan satu kesatuan. Keberadaan Pura Suranadi tidak terlepas
dari Kisah perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang kedua kalinya ke tanah Lombok
ini dan juga upacara pengabenan pertama di lombok sekitar abad ke-16. Di pura
suranadi dikenal adanya lima macam tirta diantaranya tirta pebersihan, tirta
pelukatan, tirta pengening, tirta pengebtas dan tirta tabah. Dimana tirta-tirta
ini tidak hanya dapat diambil oleh orang yang berada dilombok saja namun juga
orang yang berasal dari luar lombok.
Luas area Pura Suranadi ulon ini sekitar 65 Ha, yang terbagi menjadi tiga
wilayah yaitu nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Pujawali pura
suranadi dilaksanakan pada purnamaning sasih ke lima yaitu sekitar bulan november.
Pura suranadi memiliki 13 banjar pengamong dengan jumlah warga sekitar 1.000
jiwa. Menurut keterangan yang diperoleh, hingga saat ini pura suranadi ulon
telah mengalami renovasi sebanyak lima kali.
3.2 Saran
Semogadenganterbentuknyahasilmakalahiniparaumat
Hindu khususnya
di Lombok lebihmengenaldanmemperhatikanPura-pura yang ada di Lombok
ini.Karenabagaimanapunjugainimerupakanpeninggalanleluhurkita, yang
haruskitajagadankitalestarikanuntuknantinyadijadikansebagaibekalcucukitauntuklebihbisamengenaltempatsuci
agama hindu.
DAFTAR PUSTAKA
Erjan, Ida Bagus. 17 September 2014. Suranadi.
Handayani, Usri Indah dkk. 2004. PeninggalanSejarahdanKepurbakalaan Nusa
Tenggara
Barat.Mataram.PemerintahProvinsi Nusa Tenggara Barat,
DinasKebudayaan
danPariwisata Museum
NegeriPropinsi Nusa Tenggara Barat 2004.
Manuaba, I B S. 1980.WarisanBhataraCaktiWawuRauh,
Pancaksara-TirthaSuranadi.
Denpasar.
Putrasna, Ida Bagus
Made. 17 September. Suranadi.
Sastrodiwiryo,
Soegianto. 1996. Perjalanan Dang
HyangNirartha, SebuahDharmayatra
(1478-1560) dariDahasampaiTambora.Denpasar.BalaiPustaka.
Suarsana, Ida Wayan. 17
September. Suranadi.
Sugriwa, I GustiBagus.
1991. DwiJendraTattwa. Denpasar.UpadaSastra.
DATA INFORMAN
1. Nama : JeroMangku Ida WayanSuarsana
Usia : 50 tahun
Pekerjaan:
PemangkuPuraSuranadiUlon
2. Nama : JeroMangku Ida BagusErjan
Usia : 49 tahun
Pekerjaan
:PemangkuPuraSuranadiUlon
3. Nama :
Ida Bagus Made Putrasna
Usia :
50 tahun
Pekerjaan: Dosendari
Bali sekaliguspengamatdantokohmasyarakat.
4.
Nama : Ida Mangku Buda Arsana
Usia :
52 tahun
Pekerjaan: pemangku di pura tirtha
pengentas
Nomor :
081803610785
Lampiran:
Lampiran pertanyaan:
1.
Bagaimana sejarah berdirinya pura
Suranadi Ulon?
2.
Mengapa dinamakan Suranadi Ulon?
3.
Pelinggih-pelinggih apa saja yang
terdapat di area Pura Suranadi Ulon?
4.
Apa fungsi dari masing-masing
pelinggih?
5.
Siapa yang berstana pada tiap-tiap
pelinggih yang ada di pura Suranadi Ulon?
6.
Apa yang dimaksud dengan
Pancaksara Tirtha?
7.
Apa fungsi dari Pancaksara Tirtha?
8.
Kapan pujawali di Pura Suranadi
Ulon dilaksanakan?
9.
Bagaimana rentetan acara dalam
pelaksanaan pujawali di pura Suranadi Ulon?
10. Siapa-siapa saja pngamong pura Suranadi Ulon?
11. Berapa banyak banjar yang menjadi pengamong pura Suranadi Ulon?
12. Kapan pura Suranadi Ulon direnovasi?
13. Berapa kali Pura Suranadi Ulon di renovasi?
14. Siapa saja yang bertugas sebagai pemangku di pura Suranadi Ulon?
15. Apa keunikan atau hal-hal yang berbeda dari pura Suranadi Ulon?
16. Bagaimana struktur kepengurusan di pura Suranadi Ulon?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar