Rabu, 22 Oktober 2014

keunikan suranadi ulon


TUGAS TATTWA
PURA SURANADI ULON
Dosen Pengampu: Dewi Rahayu Aryaningsih,S.Ag.,M.Ag 

Oleh:
Ni Wayan Mariaseh
NIM.131 111 33
Jurusan Pendidikan Semester III A


DEPARTEMEN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
 SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
GDE PUDJA MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
            Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha Beliau-lah sehingga saya berhasil menyusun dan menyelesaikan makalah penelitian ini dengan judul “Pura Suranadi Ulon” tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tattwa dalam kaitannya dengan materi yang berhubungan dengan konsep ketuhanan dalam hindu. Makalah ini disusun berdasarkan pada informasi-informasi yang saya peroleh dari sejumlah referensi berupa narasumber/infoman, sejumlah buku acuan dan website diinternet yang berkaitan dengan topik  yang saya teliti.
            Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu adanya kritik dan saran dari para pembaca baik itu Bapak/Ibu dosen, maupun teman-teman yang berada dalam lingkup STAHN Gde Pudja Mataram sangat saya harapkan dalam upaya perbaikan makalah  saya kedepannya. Dengan tersusunnya makalah ini, semoga dapat member  sumbangsih pikiran dalam rangka tambahan ilmu dan wawasan kita. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam hal memperlancar penyelesaian penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.
Om Santhi Santhi Santhi Om
                                                                                                Mataram,___September 2014
                                                                                                            Penyusun,

                                                                                                      Ni Wayan Mariaseh                                             
i
DAFTAR  ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................                 i
DAFTAR  ISI.........................................................................................................                ii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................                1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................                2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................                2
BAB II  PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pura Suranadi Ulon...............................................................                3
2.2 Nama-Nama Pelinggih di Pura Suranadi Ulon.................................                6
2.3 Fungsi Panca Tirtha.............................................................................               9
2.4 Pujawali di Pura Suranadi Ulon.........................................................              10
2.5 Banjar Pengamong Pura Suranadi Ulon...........................................              12
2.6 Renovasi dan Pemangku Pura Suranadi Ulon..................................              13
2.7 Keunikan di Pura Suranadi Ulon.......................................................              13
2.8 Struktur Kepengurusan Pura Suranadi Ulon...................................              14
2.9 Denah Pura Suranadi Ulon.................................................................              16
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan...............................................................................................              18
3.2 Saran.....................................................................................................              18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................              19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
                  Istilah Pura sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu tampaknya berasal dari zaman yang tidak begitu tua. Pada mulanya istilah Pura yang berasal dari kata Sanskerta itu berarti kota atau benteng sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Sang Hyang Widhi. Sebelum dipergunakannya kata Pura untuk manamai tempat suci / tempat pemujaan dipergunakanlah kata Kahyangan atau Hyang. Kata Hyang yang berarti tempat suci atau tempat yang berhubungan dengan Ketuhanan.Pura banyak didirikan didaerah-daerah setempat, untuk dijadikan tempat pemujaan bagi umat hindu seperti di daerah lombok terdapat banyak pura-pura yang telah didirikan oleh umat hindu, salah satu pura yang didirikan adalah Pura suranadi.
                  Pura Suranadi adalah pura yang terdapat dilokasi wisata Suranadi, pura ini merupakan sarana aktivitas ritual keagamaan yang dikelilingi oleh alam yang masih asri, namun pura ini juga memiliki beberapa pura yang berpola menyebar, diantaranya adalah Pura Pembersihan, Pura Ulon, Pura Pengentas, dan Pura Majapahit. Sesuai dengan keberadaan sumber mata air suci yang terdapat di kawasan setempat. Meskipun terpisah secara fisik, dari segi rangkaian kegiatan ritual, Pura Suranadi merupakan satu kesatuan. Keberadaan pura Suranadi erat kaitannya dengan 5 mata air  yang di sebut dengan Panca Tirtha.Kelima mata air (Panca Tirtha) tersebut adalah Tirtha Pembersihan, Tirtha Panglukatan, Tirtha Pengening (Petirtan), Tirtha Pengentas danToya Tabah.
                  Suranadi sendiri berasal dari kata Sura yang berarti dewa dan Nadi yang berarti sungai. Konon, dalam kamus bahasa Jawa Kuno, Suranadijuga berarti Kahyangan. Menurut catatan sejarah, mata air di Pura Suranadi terbentuk pada abad XVI ketika seorang India yang bernamaDang Hyang Niratha berkunjung ke pulau Lombok untuk menyebarluaskan agama Hindu. Setelah lelah menempuh perjalanan yang panjang, beliau beristirahat di Suranadi yang saat itu masih berupa hutan lebat yang dipenuhi satwa liar.
                  Ketika itu, beliau menancapkan tongkat saktinya ke lima titik dan menyemburlah air dari tempat dimana tongkatnya ditancapkan dan sampai sekarang menjadi mata air tempat masyarakat mengambil air untuk upacara keagamaan Hindu.Inilah yang melatar belakangi penulis untuk meneliti dan membuat makalah mengenai Pura Suranadi khususnya di Pura Suranadi Ulon tersebut,disebutsuranadiulonkarenapurasatuinimerupakanUluatauinti/pusatdarirentetantigapuralainnya yang merupakankesatuandariPuraSuranadi,   dimana dipura ini memiliki sejarah yang sangat sakral sehingga membuat penulis menjadi tertarik untuk mengetahuinya.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah dan struktur bangunan pura Suranadi Ulon?
2.      Bagaimanakonsepketuhanan yang terdapatdalampuraSuranadiUlon?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan daripenulisan makalah ini antara lain:
1.      Untuk memberikan pemahaman dan gambaran mengenai sejarah pura SuranadiUlon.
2.      Untuk mengetahui konsepketuhanan yang berkembangdalam Pura Suranadi Ulon.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pura Suranadi Ulon
                  Pura Suranadi berada di Dusun Suranadi Desa Selat, Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Dari Kota Mataram berjarak sekitar 15 Km ke arah timur laut. Pura tersebut berada di tiga buah lokasi yang berbeda yaitu disebut Pura Ulon,Pura Majapahit, Pura Pengentas dan Pura Pebersihan. Lokasi Pura-pura ini dikelilingi oleh hutan wisata, persawahan, jalan raya, tempat berjualan dan penginapan. Terletak pada ketinggian 256 meter di atas permukaan laut, dengansuhuudara 18 sampaidengan 25 derajatCelcius. Dari Mataram, Suranadidapatdijangkaumelaluiduajaluryaknijalanraya Narmada maupunLingsar.  (DRA.H .Usri Indah Handayani,dkk. PeninggalanSejarahdanKepurbakalaan NTB.2004)
                  Secara Etimologis, Suranadi berasal dari kata “Sura” (dewa) dan “Nadi” (sungai).Dalam kamus bahasa jawa kuno disebutkan bahwa Suranadi juga berarti “Kahyangan”, tempat para dewa bersemayam(http://vhaulva.blogspot.com/2012/03/taman-suranadi.html).
                  Berdasarkanisibuku Dr. SoegiantoSastrodiwiryodenganjudulPerjalananDanghyangNirartha, SebuahDharmayatra (1478-1560) dariDahasampaiTambora, dikatakanbahwadariKarangBolong Dang HyangNirarthabergerakkearahtenggarakemudianberbelokketimurlangsungmenujuKarangMedain, LingsardanSuranadi. Di inibeliaumulaimemberikanpelajaran-pelajaran agama bagi orang sasak yang beragamaislam, ajaran yang beliauberikandikenaldenganajaranWaktuTelu.Beliautelahberhasilmenarikperhatianmasyarakatsasakuntukbelajardipesramannya yang dibangun di dekatsumber air, tempatitudisebutpuraSuranadidimanamuncullimamata air yang disebutPancaTirtha. (Dr. SoegiantoSastrodiwiryo. PerjalananDanghyangNirartha, SebuahDharmayatra (1478-1560) dariDahasampaiTambora. Halaman 159)
                  Pernyataandiatasjugadiperkuatdenganapa yang tercantumdalambuku I GustiBagusSugriwadenganjudulDwijendraTattwapadahalaman 44 yang menyatakanbahwasetibanyabeliau di Sasak (Lombok), Dang HyangNirarthamengajarkan agama islamwaktutelukepadamasyarakatsasaksehinggabeliauitudianggapsebagai guru (nabi) yang di gelari Tuan Semeru, asramatempatbeliaumengajar agama yang utamadiberinamaSuranadiyaitusuatuasrama yang sangatindahdiapitolehduabuahtelaga yang penuhdenganpohon bung yang harum.
                  Berdasarkan hasil wawancara denganPemangku Ida BagusErjan pada hari Rabu, 17September 2014, beliau menceritakan bahwa keberadaan Pura Suranadi tidak terlepas dari Kisah Perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang kedua kalinya ke tanah Lombok ini dan juga upacara pengabenan pertama di lombok sekitar abad ke-16halinisebagaimanasesuaidenganapa yang tercantumdalamLontarDwijendraTattwa.
                  Di ceritakan pada waktu Danghyang Dwijendra datang pertama kali ke Lombok, dijumpai  oleh Beliau adanya orang-orang Bali atau “Baliage” yang berdomisili di Dusun Medayin. Mereka telah memuja Bhatara Gede Muter Jagat. Atas permohonan orang-orang yang tinggal di Medayin itu maka Sang Bhatara menganugrahi mereka untuk berpindah tempat dari Medayin ke suatu tempat yang terletak di sebelah utara dan di sebelah barat sebuah sungai. Tempat yang baru itu diberi nama Karang Medain.
                  Pada suatu hari Mpu Dwijendra melintas di Karang Medain  dan   bertemu dengan salah seorang penduduk bernama I Gede Butaq. Dia itu sedang mempersiapkan tempat kremasi mayat pamannya yang bernama I Gede Batuhu yang meninggal tadi malamnya. Mpu Dwijendra memberikan petunjuk kepada I Gede Butaq bahwa hari ini tidak baik untuk membakar mayat  maupun Ngaben, tetapi  yang baik adalah lima hari lagi dari sekarang, tepatnya pada hari Wrespati Pon wuku Uye tanggal ping tigabelas purnamaning ke-dasa. Sang Mpu akan diminta untuk Muput atau menuntaskan upacara tersebut. I Gede Butaq juga memperkenalkan sanak saudara yang lain kepada Dang Hyang Dwijendra. Disebutkan bahwa ayahnya bernama I Gede Pageh yang berstatus Bendesa Banjar, bersaudara dengan I Gede Batuhu yang berstatus Kliang Banjar, sedangkan Gede Batuhu berputra bernama I Wayan Para.
                  Tepat pada hari yang disepakati I Gede Butaq bersama I Wayan Para datang menjemput Mpu Dwijendra di Asramanya di Dasan Agung. Tetapi ternyata Sang Mpu telah pergi meninggalkan Asrama berjalan menuju kearah utara timur. Atas petunjuk seorang warga sasak maka I Gede Butaq dan I Wayan Para berusaha mengejar Sang Mpu yang baru saja berjalan ke arah timur. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya di sebuah hutan mereka menjumpai Mpu Dwijendra sedang duduk di atas batu di bawah pohon beringin. Setelah I Gede Butaq menyampaikan maksudnya seraya mengingatkan tentang kesepakatan mereka ternyata Beliau mengaku lupa sambil mengatakan bahwa kejadian ini memang kehendak dari Yang Maha Kuasa.
                  Mpu Dwijendra selanjutnya menunjuk pohon bambo dan menyuruh I Gede Butaq dan I Wayan Para membuat empat buah Bumbung (yaitu buluh bambu yang dipotong untuk tempat menampung sesuatu). Setelah ke empat Bumbung selesai dibuat, maka Mpu Dwijendra berdiri seraya mengambil tongkat. Sang Mpu kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Setelah beberapa saat tongkat itu dicabut maka keluarlah air yang meluap-luap bahkan sampai mancur. I Gede Butaq disuruh mengambil air tersebut dengan salah satu bumbung yang telah disiapkan tadi. Mpu Dwijendra menyuruhnya untuk memberi tanda dengan helai daun kayu, lalu bersabda bahwa air itu bernama “Tirtha Pebersihan”, yang sekarangtempatitukita kenal dengan Nama Pura Pembersihan, kejadianinitepatterjadipadahariwraspatipaing.
                  Danghyang Dwijendra kemudian berjalan ke arah timur diiringi oleh I Gede Butaq dan I Wayan Para. Setelah berjalan kurang lebih lima puluh Depa (ukuranlangkahataudapatdiartikanukurandengantangan), karena pada saat itu tidak ada alat ukur. Selanjutnya Beliau menancapkan kembali tongkatnya seperti tadi maka keluarlah air yang meluap-luap. Danghyang Dwijendra memberi tahu bahwa air tersebut bernama “Tirtha Pelukatan”.
                  Danghyang Dwijendra kemudian berjalan ke arah timur laut sampai sekitar lima Depa barulah melakukan hal yang sama yaitu menancapkan tongkatnya maka keluarlah air muncrat bersuara gemuruh. Beliau memberi tahu mereka berdua bahwa air itu bernama “Tirtha” yang selanjutnya disebut “Tirtha Gamana”. Hingga sekarang tempat munculnya tirtha pelukatan dan tirtha Gamana ini di beri nama pura Suranadi Ulon, kata UlonpadasebutanSuranadiUlonberartiintiataupusatdariseluruhbagianlainnyadalampuraSuranadibaikituPuraSuranadiPebersihanmaupunPuraSuranadiPangentas.
                  BerdasarkantofografinyapuraSuranadiUlonterletak yang paling tinggidiantarapuraSuranadilainnya, purainiberbatasanlangsungdengankawasanhutanlindungpadasisibagianbelakangnya, danberbatasandenganruasjalanmenujulapangan golf Golongpadabagiandepannya. (DRA.H. Usri Indah Handayani,dkk. PeninggalanSejarahdanKepurbakalaan NTB.2004)
                  Setelah itu Danghyang Dwijendra berbalik jalan ke arah barat daya kurang lebih sejauh lima belas Depa. Beliau kembali menancapkan tongkatnya maka keluarlah air yang kemudian diberi nama “Tirtha Pengentas dan Toya Tabah. Jadi di Pura Pengentas ini di temukan dua macam tirtha yaitu tirta pengentas dan toya Tabah, Dijelaskan oleh Beliau bahwa “Tirtha Pengentas” digunakan untuk upacara “Pitra Yajna” yang bertujuan supaya Sang Atma (roh) yang diupacarakan tersebut berhasil menemukan jalan menuju asalnya, selainituPuraPangentasjugamemilikimaknauntukmenuntaskanataumenyesaikanataudapat pula diartikanmembersihkansegalakekotoranpadadirikitasecaraskala (yang terlihat), Tirthapangentasdapatdimanfaatkansesuaidengankeyakinandanapa yang kitatunasatau yang kitaminta/mohon, misalnyasajauntukmengobatipenyakit yang sudah lama namuntidakmenemuijalanpenyembuhan. Di penglukatanTirthaPangentasinilahmasyarakat/orang yang sakitmenyerahkandiridanmemintapengobatankepadaBhataraWisnu yang dalamhalinidisimbolkansebagaidewa air. Sedangkan Toya Tabah digunakan untuk pemuput upacara Pitra Yadnya, yang di Bali dikenal dengan nama Tirtha Penembak.
                  SangMpu menjelaskan kembali kegunaan Tirtha yang lainnya. “Tirtha Pebersihan” digunakan untuk menghanyutkan Mala atau kekotoran yang berasal dari luar diri atau luar badan agar menjadi suci. “Tirtha Pelukatan” digunakan untuk menyapu Mala yang ada di dalam diri yaitu enam musuh dalam diri yang disebut Sad Ripu. Sedangkan Tirtha Gamana digunakan untuk menguatkan Sradha, membuang pikiran negatif dan memerangi tujuh macam kegelapan yang disebut “Sapta Timira”.
                  Selanjutnya Mpu Dwijendra bersabda : “ Nah sekarang, hutan ini Mpu beri nama Suranadi”. Sura berarti orang yang telah berhasil melaksanakan Yoga Jnana atau dapat juga diartikan "Dewa". Nadi berarti orang yang menebar  kesucian atau juga dapat diartikan "Sungai". Setelah itu I Gede Butaq dan sepupunya disuruh segera pulang. Akhirnya kedua saudara sepupu ini segera kembali ke Karang Medain.
                  I Gede Butaq dan I Wayan Para dengan membawa empat buah bumbung  berisi Tirtha yang ditutup daun paku telah sampai di Karang Medain. Kemudian menjumpai bapaknya yaitu I Gede Pageh yang statusnya Bendesa Banjar. Kepada bapaknya diceritakan bagaimana sampai memperoleh empat bumbung  Tirtha.  I Gede Pageh akhirnya memanggil sekalian Sekaha Banjar termasuk kepada I Ketut Kayun sebagai pemegang  Awig-awig atau   peraturan. Kepada warga banjar disampaikanlah apa yang disebut “Tirtha” yang diciptakan Mpu Dwijendra yang tak lain adalah Ida Bhatara Sakti Wawu Rawuh yang  berada di Suranadi. Pemberian Tirtha dari tengah hutan itu digunakan sebagai dasar agama untuk memberi penerangan kepada diri sendiri sehingga dinamakan “Gama Tirtha oleh Mpu Dwijendra bagi warga Baliage di Karang Medain.
                  Setelah Danghyang Dwijendra selesai membuat mata air suci atau Petirthan di Suranadi maka Beliau melanjutkan perjalanan ke arah utara. Beliau menginap di suatu tempat yang kemudian diberi nama “Majapahit”. Beliau menginap ditempat itu selama sebelas hari.  Kemudian Beliau kembali melakukan perjalanan kearah utara menuju daerah Bayan. Di sana beliau mengajarkan warga masyarakat tentang ajaran Wetu Telu.   
2.2 Nama-Nama Pelinggih di Pura Suranadi Ulon
                  Pura Ulon berada disebelah timur dan tepatnya disebelah timur jalan raya dan berbatasan dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam disebelah utara dan timur pura. Pura ini menghadap kebarat. Luas area pura Suranadi Ulon secara keseluruhan sekitar 65 Ha. PuraSuranadiUlonmengambilkonsepSaptaLingga (tujuhkonsepstana/pelinggih) dengantatananpura Tri Mandala yang terbagi menjadi tiga area, yaitu nista mandala, madya mandala dan utama mandala yang menyimbolkan Tri LokayakniBhurBvahSvah.
A. Utama Mandala,terdiri dari:
1.       Padmasana yaitu sebagai tempat berstananya  Sanghyang Widhi Wasa dengan berbagai manifestasinya. Bangunan ini memiliki tinggi sekitar tujuh meter. Dimana  semau motif bangunan ini berwarna hitam.
2.      Palinggih Penyungsungan Bhatara Lingsir Gunung Rinjani. Palinggih ini berada diatas bataran bertangga sembilan, yang diapit oleh pelinggih Padmasana dan pelinggih Anglurah. Bangunan ini memiliki ketinggian sekita empat meter dengan strukturnya terdiri atas dasar,badan dan puncak. Bagian dasar berbentuk segi empat terbuat dari bata dan pasir semen yang dicetak dengan hiasan dua buah ekor naga sebagai bibir tangga, serta beberapa hiasan lainnya. Bagian badan terdiri atas kayu yang bertiang enam dengan altar singgasana pada bagian atasnya. Puncak terdiri atas kerangka kayu berbentuk limas dengan beratap ijuk. Bangunan palinggihnya hampir keseluruhan berwarna hitam, yakni simbol Dewa Wisnu, sebagaimana diketahui bahwa wujud beliau sebagai Dewa air dan Dewa pemelihara. Demikian pula hutan suranadi adalah sebagai pusat mata air yang jumlahnya sangat banyak.
3.      Palinggih Anglurah , fungsinya  sebagai  tempat pemujaan bhatara-bhatari pengiring atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.Pelinggih ini berada di sebelah selatan pelinggih Bhatara Gede Gunung Rinjani, pelinggih ini memiliki tinggi sekitar 3 meter.
4.      Pelinggih Bhatara Ayu Mas Melanting berfungsi sebagai tempat pemujaan betara ayu mas melanting.Pemujaan terhadap Bhatara Ayu Mas Melanting bermakna untuk memohon penghidupan yang baik terutama dalam hal rejeki agar selalu dimudahkan untuk memperolehnya. Umat hindu yang mengharapkan rejeki dari berjualan di lingkungan pura suranadi dapat melaksanakan pemujaan pada palinggih ini agar diberi kemudahan dalam mencari rajeki.Bangunan  ini memiliki panjang sekitar 2 meter, lebar 2 meter dan tinggi 3 meter, dengan dasar berupa bataran agak lebar. Pada atas bagian badan terdapat altar berbentuk empat persegi dan diatasnya terdapat dua buah Tawulan (batu lonjong berdiri). Tawulan sebagai pratima itu dibungkus masing-masing dengan kain warna putih dan kuning. Bangunan puncaknya berupa kerangka berbentuk limas dengan atap genteng. Bagian dasarnya berupa teras yang telah dikeramik biasanya sebagai sebagai tempat sesajen.
5.      Gedong Penyimpenan berfungsi sebagai tempat pempat menyimpan segala peralatan yang digunakan pada saat persembahyangan atau pujawali, seperti wastra dan sebagainya. Bangunan ini berada disebelah selatan. Bangunan ini merupakan bangunan berdinding yang mempunyai teras dan di depan bangunan terdapat dua buah tiang serta beratapkan genteng.
6.      Bale Pengaruman / bale pelik, berada di utara pelinggih tirtha pelukatan. Bale ini berfungsi sebagai tempat bermusyawarahnya para dewa.
7.      Pesimpangan tirtha pelukatan. Sebelum nunas/ mengambil tirtha pelukatan ini, biasanya terlebih dahulu nunas lugra dengan ngunggahan canang atau banten di palinggih ini.
8.      Tirtha pelukatan. Tirtha ini  biasanya digunakan untuk melukat seseorang dengan tujuan agar dapat membersihkan segala kekotoran yang ada pada dirinya baik secara jasmani maupun rohani.
9.      Bale pewedaan pemangku, digunakan sebagai tempat pewedaan oleh jero mangku saat muput persembahyangan atau upacara yadnya.
10.  Pesimpangan tirtha pengening. Pelinggih ini berfungsi sebagai tempat mohon lugra / permisi sebelum mengambil tirtha pengening. Bangunan ini terletak berdekatan dengan tirtha pengening.
11.  Tirtha pengening, biasanya digunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirtha wangsuhpada.
12.  Bale banten dan pewedaan pedanda. Bale banten berfungsi segai tempat untuk menyimpan banten dan segala sarana upacara. Di belakang bale banten terdapat bale tempat pewedaan pedanda yang sedang memimpin pelaksanaan upacara yadnya.
13.     Bale peteduh (tempat istirahat). Bale ini berbentuk persegi panjang, memiliki enam tiang dan beratap genteng. Bangunan ini biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat  jero mangku yang bertugas.
B. Madya Mandala, terdiri dari:
1.      Kori Agung serta pelinggih apit lawang. Kori agung ini merupakan pembatas antara madya mandala dengan utama mandala. Kori agung ini hanya di buka pada saat pujawali saja. Sedangkan pelinggi apit lawang ini sebai tempat para penjaga atau prajurit di pura tersebut.
2.      Bale Pekemitan.  Diarea madya mandala ini terdapat dua bale pekemitan. Yang satu berada di sebelah selatan dan yang satu lagi berada disebelah utara. Bale pekemitan ini biasa digunakan oleh warga untuk beristirahat atau melaksanakan pekemitan baik pada hari pujawali maupun hari-hari suci lainnya.
3.      Pos penjaga. Bangunan ini terletak di dekat pintu masuk madya utama. Pos ini berfungsi sebagai tempat peminjaman selendang atau kain bagi tamu wisatawan.
C. Nista Mandala
1.      Bale Pesamuan, biasanya digunakan sebagai tempat mengadakan rapat  dan kegiatan masyarakat, seperti pegelaran tari-tarian dan sebagainya. Menurut keterangn narasumber ( putu Sueka agung ) dalam waktu dekat ini bale pesamuan tersebut akan direnovasi menjadi bangunan serba guna yang memakai motif bangunan bali.
2.      Bale Kulkul, berada di bagian pojok utara nista mandala berdekatan dengan kantor sekretariat. Kulkul ini biasa dibunyikan saat ada pemberitahuan rapat atau saat pelaksanaan pujawali.
3.      Kantor sekretariat merupakan kantor yang digunakan sebagai sekretariat oleh pengurus pura suranadi tersebut. (Jero Mangku Ida BagusErjan, 17 september 2014)
2.3 Fungsi  Panca Tirtha/ PancaksaraTirtha
                  Berdasarkanbuku I.B.S ManuabadenganjudulWarisanBhataraCaktiWawuRauhPancaksara-TirthaSuranadipadahalaman 37 dikatakanbahwaPancaTirthadikaitkandenganPancaksaraitusendiri NA, MA, CI, WA, YA. CiwanggadalamDasaaksara Nyasa sebagai alas dariImdan Yam beradapadatengahdan yang delapanmerupakanAstaDewata (delapanpenjurumataanginkekuasaanSiwa) Tirthaadalahsaranauntukmembersihkan Papa/kenestapaan.PemberiannamaPancaTirthaoleh Dang HyangNirarthaberkaitandenganPancaksaraStawa yang setiapharididoakanolehparaSulinggihpadasaatNyurya-Sevana. Dari nama Air Sucitersebutmenunjukanbetapasakralpemberiannamaitu, danbetapabahagianyaumat yang menerimawarisanitu.
                  Berdasarkan hasil wawancara dengan Jero Mangku Ida WayanSuarsana dan Jero Mangku Ida BagusErjan,17September 2014. Panca Tirtha artinya lima buah mata air dalam rangka upacara  yajna. Panca Tirtha terdiri dari mata air Petirthan,  mata  air  Pelukatan,  mata  air  Pengentas,mata  air Tabah dan mata air Pebersihan.  Kaitan dengan pelaksanaan upacara agama maka air berfungsi dan bermakna sebagai sarana persembahan yang disebut dengan air suci, yang sering juga dikenal dengan istilah Toyam. Lebih lanjut dijelaskan, Toyam atau Toya merupakan air suci yang dipergunakan sebagai sarana persembahan atau sarana upacara yang memiliki kekuatan magis selanjutnya lebih dikenal dengan nama Tirtha. Dalam kaitan ini yang digunakan Tirtha tersebut bersumber dari mata air Petirthan.
a)      Tirtha Pelukatan berasal dari mata air Pelukatan  bermakna untuk membersihkan dan menyucikan rohani manusia yang akan melaksanakan upacara.
b)      Tirtha Pengening (petirthan) dipergunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya.
c)      Tirta Pebersihan bermakna untuk membersihkan dan menyucikan jasmani manusia yang akan melaksanakan upacara yang berasal dari mata air Pebersihan
d)     Tirtha Pengentas berasal dari mata air Pengentas bermakna untuk memberi bimbingan jalan bagi sang Roh agar lancar melewati alam Niskala.
e)      Toya Tabah  sama dengan Tirtha Penembak yaitu bermakna untuk muput upacara Pitra Yajna. Penembak juga  bermakna sebagai bekal sang Roh agar tidak kehausan di perjalanan, dan sebagai pengganti darah yang mengandung dosa dan kegelapan menjadi bersih oleh sinar Sang Hyang Widhi.
                  Beliaujuga menjelaskan bahwa untuk kegiatan upacara Dewa dan Manusia Yadnya hanya dibutuhkan empat macam tirtha yaitu tirtha Tabah, tirtha Pebersihan, tirtha Pengening (Petirthan), dan tirtha Pelukatan.Sedangkan untuk upacara pitra yadnya di butuhka lima macam tirtha (panca tirtha) yaitu tirtha tabah, tirtha pebersihan, tirtha pelukatan, tirtha pengening  (petirthan) dan tirtha pengentas.
                  Bebantenan yang digunakan untuk nunas tirta disesuaikan oleh kemampuan yang bersangkutan, apabila tidak bisa membuat banten yang besar, dengan canang sari saja sudah cukup.Beliau juga menjelaskan, panca Tirtha ini tidak hanya di ambil oleh orang-orang lombok saja, namun juga diambil oleh orang-orang dari luar seperti dari bali, jawa bahkan seluruh Indonesia dapat mengambilnya.
2.4 Pujawali Pura Suranadi
                  Berdasarkan hasil wawancara tanggal 17 September 2014,Pujawali Pura Suranadi ini dilaksanakan pada purnamaning sasih ke-lima yang padatahuninikuranglebihjatuhsekitarduabulandarisekarangtepatnyapadabulannovember.Rangkaian pujawali mulai dari awal sampai penutupan upacara pujawali dilaksanakan selama sepuluh hari.  Pujawali Pura SuranadiUlondilaksanakanbersamaandenganpujawali di PuraMajapahitserentak pada hari yang sama.
Adapun prosesi Pujawali ini di laksanakan dengan beberapa rangkaian upacara,diantaranya:
Ø  Enam Hari sebelum hari pujawali dilaksanakan upacara Nuhur/nunas/ngelungsur tirtha Ida Bhatara LingsirGunung Rinjani. Banten untuk nuhur Ida Bhatara Gunung Rinjani dibawa dari Pura Suranadi Ke Gunung Rinjani terdiri atas, pejatian, canang burat wangi, canang bebaos,canang genten, krik kramas,buhu dan tehenan. Banten tersebut akan dihaturkan pada masing-masing pelinggih yang ada disana.
Ø  Tiga hari sebelum pujawali, yaitu sekembali dari Gunung Rinjanidilakukanmundut(membawadanmenyimpanataumenyinggahkan) Tirtha Bhatara Gunung Rinjani untuk dilinggihkan di Pura Majapahit. Setelah Tirtha tersebut di linggihkan maka diadakannya pekemitan yang dilaksanakan oleh banjar-banjar pengamong pura Suranadi tersebut.
Ø  Dua hari sebelum puncak pujawali dilaksanakan upacara Tabuh Rah, yang merupakan salah satu rangkaian upacara bhuta yadnya dengan cara mempersembahkan darah ayam di halaman pura. Upacara ini dilaksanakan dengan cara memotong ayam dan darahnya dicecerkan di nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Banten yang digunakan untuk upacara tabuh rah di pura ulon yaitu pejatian, canang burat wangi, canang genten, krik kramas, dan buhu.
Ø  Sehari sebelum Puncak Pujawali dilaksanakan upacara Melasti (Purwa Daksina) yang bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan semua pratima-pratima pura dan juga membersihkan diri semua krama dari segala kekotoran (Mala) baik secara jasmani maupun rohani. Upacara ini dilaksanakan mulai pukul 08.00 pagi. Banten dan sarana yang dihaturkan untuk nyuciang pratima dipura ulon yaitu: pejatian, canang burat wangi,canang genten, canang bebaos, toya pesucian (toya cendana, toya segara, kumkuman, toya jeruk, dan toya nyuh gading), muncuk ambengan, krik kramas, buhu, tehenan, tigasan, dan solasan.
Ø  Dilanjutkan pada pukul 13.00 waktu setempat yaitu sehari sebelum puncak pujawali dilaksanakan upacara mendak Ida Bhatara. Upacara ini dilaksanakan dengan nge-medalang Bhatara tirtha pada masing-masing pura, kemudian dinaikkan diatas jempana dan semuanya diarak keliling oleh semua banjar yang mengemong pura.Banten yang digunakan dan dibawa pada waktu mendak yaitu: bayuhan panca phala, tipat kelanan, sanganan jauman, canang burat wangi, ayunan alit, canang lenga wangi, dan canang genten.Banten yang dihaturkan bila setibanya mendak Ida Bhatara, yaitu: segehan agung, pitik selem mulus, rujak miyeh, solasan, basokan, tetabuhan (arak, tuak, berem, dan klungah nyuh gading). Banten ini akan dihaturkan diarepan candi.
Ø  Selanjutnya pada pukul 14.00  waktu setempat, dilaksanakan upacara ngadegan Ida Bhatara di masing-masing Pura. Upacara ini di pimpin oleh seorang sulinggih dan beberapa pemangku.
Ø  Keesokan harinya merupakan hari puncak pujawali, dimana puncak pujawali dilaksanakan satu hari penuh. Upacara pujawali dimulai pada pukul 07.00 waktu setempat, diawali dengan ngunggahan banten pada masing-masing tempat yang telah ditentukan.
Ø  Upacara Nyejer dilaksanakan tepat satu hari dan dua hari setelah puncak upacara (pujawali) yang mulai dilaksanakan pada pukul 06.00 waktu setempat.
Ø  Upacara Nglukar dilaksanakan tiga hari setelah pujawali. Upacara ini dilaksanakan pukul 15.00 waktu setempat yang dipimpin oleh pemangku yang telah ditunjuk. (Hal inisesuaidengan penjelasan yang diberikanolehJero Mangku Ida WayanSuarsana).
                  Beliau juga menyarankan agar ketika upacara pujawali pura suranadi di usahakan kami dari mahasiswa STAHN Gde Pudja Mataram dapat ngaturang bakti di pura tersebut.
2.5 Banjar Pengamong Pura Suranadi
                  Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida Bagus Made Putrasnadijelaskan bahwa meski Pura Suranadi terbagi menjadi 4 wilayah atau pura, namun pura-pura tersebut merupakan satu kesatuan. Sehingga keempat pura tersebut di among  atau urus oleh pengurus dan banjar yang sama. Pura suranadi  di among oleh 13 banjar atau kurang lebih sekitar 1.000 umat. Adapun banjar-banjar pengamong pura Suranadi antara lain:
            1. Banjar Semitha Karya Suranadi Barat
            2. Banjar Patus Suranadi Barat
            3. Banjar Muwe Desa Suranadi Barat
            4. Banjar Lempuyang Suranadi Selatan
            5. Banjar Sida Karya Suranadi Selatan
            6. Banjar Tresna Karya Suranadi Selatan
            7. Banjar Rta Tunggal Dharma Seraya
            8. Banjar Suka Karya Eyet Kandel
            9. Banjar Karya Dharma Kuang Mayung
            10. Banjar Gumang Peninjoan
            11. Banjar Sila Dharma Pemunut
            12. Banjar Sida Karya Pemunut
            13. Banjar Satya Dharma Eyet Kendel
2.6 Renovasi  dan Pemangku Pura Suranadi
                   Berdasarkan keterangan JeroMangku Ida BagusErjan, Pura Suranadi Ulon ini sudah di renovasi sebanyaktiga kali. DimanaPura Suranadi pertama kalinya dipugar  sekitar tahun 1720 M atas prakarsa Anak  Agung Nyoman Karang  raja di Pagesangan pada masa pemerintahan raja karangasem. Beliau adalah putra pertama I Gusti Anglurah Ketut Karangasem seorang raja yang dalam perjalanan waktu kemudian meninggalkan Puri Pagesangan menuju Bali. Pemugaran Pura dipimpin oleh Pedanda Sakti Abah yang didatangkan dari Bali. Beliau adalah cicit dari Danghyang Dwijendra. Pemugaran kedua dilaksanakan sekitar tahun 1930 oleh pengelolaan punggawa cakranegara selatan. Pemugaran ketiga dilaksanakan sekitar tahun 1946, pada saat  kepengurusan pura suranadi diserahkan kepada krama pura pusat. Selanjutnya hingga saat ini kepengurusan pura suranadi diserahkan kepada umat hindu Desa Suranadi.
                   Adapun sumber dana yang digunakan untuk merenovasi Pura Suranadi tersebut, berasal dari tiga sumber, diantaranya:
~  Hasil plaba pura seperti hasil sawah dan tanah (hasil parkir dan  dagang yang ada di kompleks pura)
~Dana punia dari para Bakta
~  Donatur
                  Pemangku yang ada di pura Suranadi secara keseluruhan berjumlah 8 orang, namun yang bertugas di pura Suranadi Ulon sekaligus pura Majapahit berjumlah 3 orang. Dimana pemangku-pemangku ini bertugas secara rutin setiap harinya. Salah satu pemangku yang bertugas di Suranadi Ulon bernama Pemangku Ida BagusErjan, yang menjadi narasumber ketika penelitian.
2.7 Keunikan di Pura Suranadi Ulon        
Adapunbeberapakeunikanperaturan yang diberlakukan di PuraSuranadiUlonyaitu:
~  Tidak di perbolehkan adanya hewan kaki empat masuk ke area pura, misalnya babi dan sapi.
~ Orang yang dalam keadaan cuntaka dilarang untuk masuk kepura, seperti wanita yang sedang mengalami menstruasi, wanita melahirkan sebelum 42 hari, bayi yang belum berumur tiga bulan dan wanita Abortus selama 42 hari.
~  Dilarang melakukan perjudian diareal pura.
~ Untuk para wisatawan, wajib menggunakan pakaian (kain) yang sudah disediakan dan penglukatan oleh mangku sebelum masuk ke Utama Mandala.
~  Para wisatawan dilarang naik  dibagian Luwur/ atas, yang diperbolehkan hanyalah orang-orang yang akan maturan atau sembahyang.
~  Sebelum masuk ke Utama mandala, wajib melakukan penglukatan yang sudah disediakan di depan pintu gerbang di madya mandala.(keterangan dari JeroMangku Ida BagusErjan).

2.8  Struktur Kepengurus Pura SuranadiUlon
                  Susunan Personalia Pengurus Krama Pura Suranadi
Periode 2012-2017
1.      Dewan Pembina
                   ~Ketua              : I Nyoman Santhi Artana.Amd.tak
                   ~Wakil ketua     : I Gusti Lanang Suniartha
                   ~Anggota          : Semua ketua banjar pengamong dan kepala dusun Hindu                       se-wilayah  Suranadi.
2.    Dewan Penasehat
                   ~ I Nengah Gatarawi.BA
                   ~ I Gede Mandia,SH.M.Ag
                   ~ I Nyoman Sumantri.SH.M.Ag
                   ~ I Nyoman Adwisana
                   ~ I Komang Srigata.SP
3.    Pengurus Harian
                   ~ Ketua                              :      I Nengah Segara Yasa
                   ~ Wakil Ketua I                 :      I Made Swastika
                   ~ Wakil Ketua II               :      I Gusti Nyoman Oka S.Ag
                   ~ Sekretaris                        :      Dewa Komang Puspa
                   ~ Wakil Sekretaris             :      I Made Sutha
                   ~ Bendahara I                    :      I Nengah Sirna
                   ~ Bendahara II                   :      I Gusti Lanang Kawiasa
4.    Seksi-Seksi
                   ~ Seksi Yadnya                 :      Ida Wayan Suarsana
                                                                     Ni Komang Purni
                                                                     Ayu Ketut Uma
            ~ Seksi Drowe                   :      I Gede Sumarda, SH.MH
                                                                     I Gusti Bagus Kaler
                                                                     Ni Made Suryaningsih
                   ~ Seksi Pembangunan       :      I Putu Sueka Agung,S.St
                                                                     I Ketut Wana Prastha
                                                                     I Wayan Dana
                   ~ Seksi Humas                   :      I Komang Asta
                                                                     I Gusti Bagus Parka
                                                                     I Gede Renawan


















2.9 DenahPuraSuranadiUlon
   A
      B
CC
    D
I   
     H
      F
      E     H
K  
J    
 G  
 






KKk
       L
              M
 



Uuuu

P
N
O
N
Q
Jalan Raya
 






R
S
T
 




KeteranganDenah:
AadalahilustrasiposisipelinggihBhataraAyuMasMelanting
BadalahilustrasiposisipelinggihPadmasana
CadalahilustrasiposisipelinggihPenyungsunganBhataraLingsirGunungRinjani
DadalahilustrasiposisipelinggihAnglurah
EadalahilustrasiposisibangunanGedongPenyimpenan
FadalahilustrasiposisipelinggihPesimpanganTirthaPanglukatan
GadalahilustrasiposisiTirthaPanglukatan
Hadalahposisipelinggih Bale PlikPesamuan/Pengaruman
IadalahposisipelinggihPesimpanganTirthaPengening
JadalahposisiTirthaPengening
Kadalahposisibangunan Bale PawedaanPemangku
Ladalahposisibangunan Bale BantensekaligustempatPawedaanPedanda
MadalahposisibangunanPeteduhtempatpemangku yang bertugasuntukberistirahat
OadalahposisibangunanKoriAgung
PadalahposisibangunanPosPenjaga
Qadalahposisibangunan Bale Pakemitan
RadalahposisibangunankantorSekretariatPengurusPura
Sadalahposisibangunan Bale Pesamuan
T adalahposisibangunan Bale Kulkul.







BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
                  Pura Suranadi berada di Dusun Suranadi Desa Selat, Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat. Dari Kota Mataram berjarak sekitar 15 Km ke arah timur laut. Dimana kata Suranadi berasal dari dua kata, yaitu "Sura" berarti Dewa dan " Nadi" berarti sungai. Dalam kamus bahasa jawa kuno disebutkan bahwa Suranadi juga berarti “Kahyangan”, tempat para dewa bersemayam.
                  Pura tersebut berada di empat  buah lokasi yang berbeda yaitu disebut Pura Ulon,Pura Majapahit, Pura Pengentas dan Pura Pebersihan. Meski keberadaan pura-pura tersebut berpisah namun secara fisik  merupakan satu kesatuan. Keberadaan Pura Suranadi tidak terlepas dari Kisah perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang kedua kalinya ke tanah Lombok ini dan juga upacara pengabenan pertama di lombok sekitar abad ke-16. Di pura suranadi dikenal adanya lima macam tirta diantaranya tirta pebersihan, tirta pelukatan, tirta pengening, tirta pengebtas dan tirta tabah. Dimana tirta-tirta ini tidak hanya dapat diambil oleh orang yang berada dilombok saja namun juga orang yang berasal dari luar lombok.
                  Luas area Pura Suranadi ulon ini sekitar 65 Ha, yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu nista mandala, madya mandala dan utama mandala. Pujawali pura suranadi dilaksanakan pada purnamaning sasih ke lima yaitu sekitar bulan november. Pura suranadi memiliki 13 banjar pengamong dengan jumlah warga sekitar 1.000 jiwa. Menurut keterangan yang diperoleh, hingga saat ini pura suranadi ulon telah mengalami renovasi sebanyak lima kali.
3.2 Saran
                   Semogadenganterbentuknyahasilmakalahiniparaumat Hindu khususnya di Lombok lebihmengenaldanmemperhatikanPura-pura yang ada di Lombok ini.Karenabagaimanapunjugainimerupakanpeninggalanleluhurkita, yang haruskitajagadankitalestarikanuntuknantinyadijadikansebagaibekalcucukitauntuklebihbisamengenaltempatsuci agama hindu.

DAFTAR PUSTAKA
Erjan, Ida Bagus. 17 September 2014. Suranadi.
Handayani, Usri Indah dkk. 2004. PeninggalanSejarahdanKepurbakalaan Nusa Tenggara
Barat.Mataram.PemerintahProvinsi Nusa Tenggara Barat, DinasKebudayaan
danPariwisata Museum NegeriPropinsi Nusa Tenggara Barat 2004. 
Manuaba, I B S. 1980.WarisanBhataraCaktiWawuRauh, Pancaksara-TirthaSuranadi.
Denpasar.
Putrasna, Ida Bagus Made. 17 September. Suranadi.
Sastrodiwiryo, Soegianto. 1996. Perjalanan Dang HyangNirartha, SebuahDharmayatra
(1478-1560) dariDahasampaiTambora.Denpasar.BalaiPustaka.
Suarsana, Ida Wayan. 17 September. Suranadi.
Sugriwa, I GustiBagus. 1991. DwiJendraTattwa. Denpasar.UpadaSastra. 











DATA INFORMAN
1.      Nama       : JeroMangku Ida WayanSuarsana
Usia         : 50 tahun
Pekerjaan: PemangkuPuraSuranadiUlon

2.      Nama       : JeroMangku Ida BagusErjan
Usia         : 49 tahun
Pekerjaan :PemangkuPuraSuranadiUlon

3.      Nama       :  Ida Bagus Made Putrasna
Usia         :  50 tahun
Pekerjaan: Dosendari Bali sekaliguspengamatdantokohmasyarakat.
4.      Nama       : Ida Mangku Buda Arsana
Usia         : 52 tahun
Pekerjaan: pemangku di pura tirtha pengentas
Nomor     : 081803610785













Lampiran:
                    
                                               


     
                  

Lampiran pertanyaan:
1.      Bagaimana sejarah berdirinya pura Suranadi Ulon?
2.      Mengapa dinamakan Suranadi Ulon?
3.      Pelinggih-pelinggih apa saja yang terdapat di area Pura Suranadi Ulon?
4.      Apa fungsi dari masing-masing pelinggih?
5.      Siapa yang berstana pada tiap-tiap pelinggih yang ada di pura Suranadi Ulon?
6.      Apa yang dimaksud dengan Pancaksara Tirtha?
7.      Apa fungsi dari Pancaksara Tirtha?
8.      Kapan pujawali di Pura Suranadi Ulon dilaksanakan?
9.      Bagaimana rentetan acara dalam pelaksanaan pujawali di pura Suranadi Ulon?
10.  Siapa-siapa saja pngamong pura Suranadi Ulon?
11.  Berapa banyak banjar yang menjadi pengamong pura Suranadi Ulon?
12.  Kapan pura Suranadi Ulon direnovasi?
13.  Berapa kali Pura Suranadi Ulon di renovasi?
14.  Siapa saja yang bertugas sebagai pemangku di pura Suranadi Ulon?
15.  Apa keunikan atau hal-hal yang berbeda dari pura Suranadi Ulon?
16.  Bagaimana struktur kepengurusan di pura Suranadi Ulon?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar