Rabu, 17 Desember 2014

KTSP dan K13

KTSP dan Kurikulum 2013 Setiap diberlakukannya kurikulum baru selalu diberikan nama pada kurikulum baru tersebut. Pemberian nama tersebut dikaitkan dengan tahun pemberlakuannya. Misal kurikulum yang diberlakukan pada tahun 1975 disebut kurikulum 75. Kurikulum yang diberlakukan pada tahun 1984 disebut kurikulum 84. Kurikulum yang diberlakukan pada tahun 1994 disebut kurikulum 1994. Kurikulum yang diberlakukan pada tahun 2004 disebut kurikulum 2004. Khusus untuk kurikulum 2004 sering disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum KBK ini tidak berumur panjang, karena pada tahun 2006 diberlakukan kurikulum baru lagi yang disebut kurikulum 2006. Kurikulum 2006 ini lebih populer dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Karena sejak diberlakukan kurikulum 2006 ini sekolah (satuan pendidikan) harus membuat kurikulum sendiri, yang tentu tiap sekolah berbeda kurikulumnya, namun begitu tetap mengacu pada standar nasional yang telah ditetapkan, di antaranya permen no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, permen no 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Sebutan kurikulum (kurikulum 94 misalnya) sebenarnya bukan sebutan resmi, karena sebutan itu tidak tercantum di dalam dokumen resmi seperti permen. Demikian juga sebutan kurikulum 2013 itu juga tidak ada dalam permen, baik permen no 54 tentang Standar Kompetensi Lulusan, permen no 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70 tahun 2013. Termasuk permen 81A tentang Implementasi Kurikulum (bukan Implementasi Kurikulum 2013). Jadi sebutan kurikulum 2013 itu bukan sebutan resmi. Oleh karena diimplementasikan pada tahun 2013 maka kurikulum itu disebut kurikulum 2013. Lalu apa kaitannya dengan sebutab KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)? Ketika muncul kurikulum 2013 semula saya beranggapan bahwa kita tidak perlu membuat kurikulum di sekolah (satuan pendidikan). Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan kurikulum KTSP (yang diberlakukan pada tahun 2006) dan anggapan saya Kurikulum 2013 itu bukan KTSP lagi, dengan demikian sekolah tidak perlu lagi membuat kurikulum di tingkat sekolah (tingkat satuan pendidikan). Ternyata anggapan saya salah. Walupun sekolah sudah menerapkan kurikulum 2013, tetap sekolah itu membuat kurikulum di tingkat sekolah (satuan pendidikan). Kurikulum yang dibuat oleh sekolah itulah yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jadi untuk SMA/SMK yang tahun pelajaran 2013/2014 menerapkan kurikulum 2013 sekolah tersebut tetap membuat kurikulum di tingkat sekolah (KTSP), yang isinya adalah kurikulum 2013 untuk kelas X dan kurikulum 2006 untuk kelas XI dan XII. Jadi Saat ini KTSP itu terdiri dari Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006. Jadi Kurikulum 2013 itu merupakan bagian dari KTSP. Ketika semua kelas, kelas X, XI dan XII sudah melaksanakan Kurikulum 2013 maka KTSP yang dibuat oleh sekolah itu hanya berisi kurikulum 2013. Jadi nantinya KTSP itu identik dengan kurikulum 2013, sama halnya pada tahun 2006 KTSP itu identik dengan kurikulum 2006. Ringkasan Perbedaan KBK 2004, KTSP 2006, Kurikulum 2013 No KBK 2004 KTSP 2006 Kurikulum 2013 1 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan masyarakat 2 Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan 3 Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan, 4 Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai 5 Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas) 6 Pengembangan kurikulum sampai pada silabus Pengembangan kurikulum sampai pada komptensi dasar Pengembangan kurikulum sampai pada buku teks dan buku pedoman guru 7 Tematik Kelas I dan II (mengacu mapel) Tematik Kelas I-III (mengacu mapel) Tematik integratif Kelas I-VI (mengacu kompetensi) 37 • Kerangka Kerja Penyusunan Kurikulum 2013 KESIAPAN PESERTA DIDIK TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL KEBUTUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) SATUAN PENDIDIKAN KERANGKA DASAR KURIKULUM (Filosofis, Yuridis, Konseptual) STRUKTUR KURIKULUM STANDAR PROSES KI KELAS & KD MAPEL (STANDAR ISI) STANDAR PENILAIAN SILABUS PANDUAN GURU Oleh Satuan Pendidikan BUKU TEKS SISWA PEMBELAJARAN & PENILAIAN (KTSP) KONSEP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DAN IMPLEMENTASINYA OLEH : ASTRIDA, S.Pd.I (GURU PAIS SMP SANDIKA KAB. BANYUASIN) Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.” KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich 2007, hlm. 17). Kurikulum tersebut telah diberlakukan secara berangsung-angsur mulai tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Berdasarkan definisi tersebut, maka pihak sekolah diberikan kewenangan penuh untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah lebih mengetahui tentang kondisi satuan pendidikannya. Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa serta rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya komponen-komponen pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan, di antaranya adalah tenaga pendidik, peserta didik, lingkungan, alat-alat pendidikan, kurikulum dan fasilitas yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Landasan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK). KTSP diwujudkan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar dan telah disahkan penggunaannya di sekolah, baik negeri maupun swasta, yang diberlakukan secara bertahap pada tahun pelajaran 2006/2007, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah pusat (Depdiknas) mengharapkan paling lambat tahun pelajaran 2009/2010, semua sekolah telah menerapkan KTSP (Mulyasa 2006, hlm. 1-2).KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich 2008, hlm. 1). Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, dan berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Landasan penyusunan KTSP sekurang-kurangnya menunjukkan (1) adanya undang-undang yang jelas sebagai acuan dalam penyusunan KTSP; (2) adanya PP dan Permendiknas yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP; (3) khusus untuk madrasah, adanya Surat Keputusan/Edaran Dirjen Pendidikan Islam atau Direktur Pendidikan Madrasah yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP; dan (4) adanya rencana pengembangan sekolah/madrasah yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP (Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo 2008, hlm. 46). Berikut ini akan dikemukakan landasan penyusunan KTSP adalah 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2). 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP No. 19 Tahun 2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 20. 3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Dengan adanya landasan penyusunan KTSP berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri pendidikan nasional menjadi landasan yang sangat kuat dalam mengelola penyelenggaraan otonomi pendidikan di sekolah. Kebijakan otonomi pendidikan ini merupakan suatu keniscayaan dan harus diimplementasikan pada tataran praktis, tidak hanya sebuah wacana semata-mata.Kebijakan desentralisasi pendidikan akan berhasil dengan baik apabila didukung oleh stakeholders dan anggota masyarakat yang sangat peduli dengan urgensi pendidikan bagi masa depan bangsa Indonesia. Pada KTSP, kewenangan tingkat satuan pendidikan atau sekolah untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum lebih diperbesar. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memungkinkan berkurangnya materi pembelajaran yang banyak dan padat, tersusunnya perangkat standar dan patokan kompetensi yang perlu dikuasai oleh peserta didik, berkurangnya beban tugas guru yang selama ini sangat banyak dan beban belajar siswa yang selama ini sangat berat, serta terbukanya kesempatan bagi sekolah untuk mengembangkan kemandirian sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah. Sebagai sebuah konsep dan program, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri; (2) KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi; (4) sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif; (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi (Kunandar 2007, hlm. 138). Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah dan minat peserta didik. Dalam KBK 2004 dideskripsikan kompetensi dasar, dijabarkan indikator, dan bahkan dipetakan pula materi pokok pelajaran. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah (kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan dan menggerakkan berbagai komponen di lingkungan sekolah. Setiap sekolah dapat mengelola dan mengembangkan berbagai potensinya secara optimal dalam kaitannya dengan implementasi KTSP. Komponen dan Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang disebut sebagai komponen kurikulum. Komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan mendukung yang merupakan dasar utama dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), KTSP ada empat komponen, yaitu (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan KTSP, (3) kalender pendidikan, dan (4) silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP (dikutip dari panduan penyusunan KTSP lengkap 2008, hlm. 148-151). Dengan adanya keempat komponen KTSP tersebut, maka tingkat satuan pendidikan atau sekolah, seperti kepala sekolah dan guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolahnya berdasarkan visi, misi dan tujuan sekolah. Karena masing-masing sekolah dipandang lebih mengetahui tentang kondisi nyata satuan pendidikannya. 2. Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum merupakan salah satu indikator yang menentukan berhasil tidaknya suatu pendidikan dan harus dikelola secara baik dan profesional. Pengembangan KTSP berdasarkan prinsip bahwa sebaiknya dilakukan secara terus-menerus untuk merespon dan mengantisipasi perkembangan dan tuntutan zaman. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum adalah (1) prinsip relevansi, yaitu kesesuaian antara program pendidikan dengan tuntunan kehidupan masyarakat. Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang; (2) prinsip efektivitas, yaitu sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan; (3) prinsip efisiensi, yaitu dengan modal atau biaya, tenaga, dan waktu yang sekecil-sekecilnya akan dicapai hasil yang memuaskan; (4) prinsip kesinambungan, yaitu saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi; (5) prinsip fleksibilitas, yaitu tidak kaku dan adanya ruang gerak yang memberikan kebebasan dalam bertindak; (6) prinsip berorientasi tujuan, yaitu sebelum bahan ditentukan, langkah yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik adalah menentukan tujuan terlebih dahulu sehingga dapat menentukan secara tepat metode mengajar, alat pengajaran, dan evaluasi; (7) prinsip dan model pengembangan kurikulum, yaitu pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus menerus dengan implikasi bahwa kurikulum senantiasa mengalami revisi dan bersifat dinamis (Idi 2007, hlm. 179-183). Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tersebut merupakan dasar pokok untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebih lanjut. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti; bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Khusus untuk kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP telah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan propinsi dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Pengembangan KTSP, antara lain menggunakan pendekatan KBK yang memiliki ciri-ciri: (1) menitikberatkan pencapaian target (attainment targets) kompetensi daripada penguasaan materi; (2) lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; (3) memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan (Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo 2008, hlm. 5-6). Menurut Rusman (2009, hlm. 474 - 475), prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik danlingkungannya. 2. Beragam dan terpadu 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan 5. Menyeluruh dan berkesinambungan 6. Belajar sepanjang hayat 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP di atas pada praktek pengajaran di dalam kelas sangat tergantung pada situasi dan kondisi peserta didik di sekolah sehingga setiap guru memiliki kebebasan untuk menentukan materi pelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar), indikator, metode, media, dan ketercapaiannya. Selain itu, prinsip-prinsip tersebut menunjukkan bahwa kalau terjadi perubahan kurikulum hendaknya terjadi perubahan secara menyeluruh termasuk materi, metode, guru, sarana, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan proses pembelajaran sehingga dampak positif dari perubahan kurikulum akan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak. Keunggulan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Untuk melihat keunggulan atau kelebihan KTSP dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya perlu dicari bahan pembanding. Karena sesuatu dianggap lebih baik kalau dapat dibandingkan dengan sesuatu yang lain untuk menunjukkan keunggulannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui kelebihan dan kelemahan KTSP terlebih dahulu, kemudian baru kita mengetahui perbedaan antara KTSP dan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Misalnya antara KTSP dan KBK 2004 atau KTSP dan kurikulum 1994. Setiap kurikulum memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing tergantung kepada situasi dan kondisi, di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut Fasli Jalal (dalam Imam Hanafie 2008, hlm. 1-5), kelebihan yang dimiliki KTSP adalah 1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. 2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan. 3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. 4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih20 %. 5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkankurikulum yang sesuai dengan kebutuhan. Sementara beberapa kelemahan dalam KTSP maupun penerapannya, antara lain: 1. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP padakebanyakan satuan pendidikan yang ada. 2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari 3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsep penyusunan maupun prakteknya di lapangan. 4. Penerapan KTSP merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru. Beberapa kelebihan KTSP tersebut merupakan faktor pendukung bagi sekolah untuk meningkatan mutu pembelajarannya. Sedangkan faktor kelemahannya merupakan faktor penghambat yang harus diantisipasi dan diatasi oleh pihak sekolah dan juga menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Dengan demikian, ide dasar KTSP adalah mengembangkan pendidikan demokratis dan non monopolistik dengan cara memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dalam pengembangan kurikulum, karena masing-masing sekolah dipandang lebih tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Oleh karena itu, perbedaan esensial antara KTSP dan KBK tidak ada. Keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik (Muslich 2007, hlm. 17). Perbedaannya hanya menampak pada teknis pelaksanaan. Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas (c.q. Puskur). Sedangkan KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap mengacu pada rambu-rambu nasional Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh badan independen yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Nama KTSP dan KBK sama-sama menggunakan kata kurikulum. KTSP adalah suatu dokumen yang memuat rencana penyelenggaraan dan pengembangan sekolah, sedangkan KBK adalah kurikulum dalam arti yang sebenarnya yang diwadahi oleh KTSP (Susanto 2008, hlm. 11). Untuk perbedaan antara Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 1994 minimal ada 3 aspek perbedaan yang mendasar (Susilo 2008, hlm. 102), yaitu pertama, aspek kewenangan pengembangan. Kurikulum 1994, seluruhnya berada di tangan pemerintah pusat, dan daerah hanya kebagian pengembangan kurikulum lokal dengan porsi 80 % pusat dan 20 % daerah. Kurikulum 2006, pemerintah pusat hanya mengembangkan kompetensi sebagai standar, sedangkan elaborasi kompetensi diserahkan daerah/sekolah dalam bentuk silabus. Kedua, pendekatan pembelajaran. Kurikulum 1994, sebagian besar berbasis konten/isi. Kurikulum 2006, berbasis kompetensi. Ketiga, penataan isi/konten (struktur program). Kurikulum 1994, tidak terjadi penataan materi, jam belajar, dan struktur program. Kurikulum 2006, terjadi penataan materi, jam belajar, dan struktur program. KTSP merupakan salah satu upaya pemerintah pusat untuk mencapai keunggulan masyarakat dan bangsa dalam penguasaan iman dan takwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi. KTSP diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan sekarang ini terutama dalam memasuki era globalisasi. Langkah-Langkah Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Implementasi KTSP bermuara pada pelaksanaan pembelajaran, yakni bagaimana agar isi atau pesan-pesan kurikulum (standar kompetensi dan kompetensi dasar) dapat diterima oleh peserta didik secara tepat dan optimal. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga kegiatan, yaitu pembukaan, pembentukan kompetensi, dan penutup. Kegiatan pembukaan adalah kegiatan awal yang harus dilakukan guru untuk memulai atau membuka pembelajaran. Membuka pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal agar memusatkan diri sepenuhnya untuk belajar.Kegiatan inti dalam proses pembelajaran merupakan tahapan kegiatan pembelajaran yang paling utama untuk pembentukan kompetensi peserta didik selama berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas. Pembentukan kompetensi peserta didik merupakan kegiatan inti pembelajaran, antara lain mencakup penyampaian informasi tentang materi pokok dan membahas materi pokok untuk membentuk kompetensi peserta didik. Pembentukan kompetensi peserta didik perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Kegiatan penutup adalah kegiatan mengakhiri materi pembelajaran. Kegiatan menutup pembelajaran perlu dilakukan secara profesional agar mendapatkan hasil yang memuaskan dan menimbulkan kesan yang menyenangkan (Mulyasa 2008, hlm. 180-187) . Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa kurikulum dalam dimensi kegiatan adalah sebagai manifestasi dari upaya untuk mewujudkan kurikulum yang masih bersifat tertulis menjadi aktual dalam bentuk serangkaian kegiatan pembelajaran di sekolah. Implementasi KTSP memberikan pemahaman tentang situasi dan kondisi sekolah, sasaran implementasi yang efektif dan efisien, serta harapan sekolah terhadap kurikulum yang diimplementasikan. Ada dua hal pokok yang perlu disiapkan oleh pihak sekolah, yaitu kesiapan materil (sumber daya alamiah sekolah) dan non materil (sumber daya manusia sekolah). Bentuk kesiapan materil sekolah dapat dilihat dari dimensi perangkat kurikulum, sarana dan prasarana sekolah, keuangan, dan lingkungan sekolah yang mencakup lingkungan fisik (gedung) dan lingkungan sosial. Sedangkan bentuk kesiapan non materil sekolah dapat dilihat dari dimensi kepemimpinan kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua (Susilo 2008, hlm. 180-191). Hal senada dikemukakan oleh Rahman (2009, hlm. 202-205), banyak komponen yang berpengaruh terhadap kegagalan atau keberhasilan pendidikan, antara lain (1) kepala sekolah; (2) guru; (3) kurikulum; (4) sarana pendidikan; (5) sistem penerapan pendidikan; dan (6) suasana sosial dan lingkungan sekolah. Sejalan dengan uraian di atas, Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo (2008, hlm. 37-38) mengemukakan tingkat kesiapan sekolah dalam pengembangan KTSP. Untuk menjawab persoalan ini perlu melihat kondisi nyata sekolah dalam membangun kemampuannya (capacity building), yang secara sederhana dapat dipetakan ke dalam beberapa tahap berikut ini: 1. Tahap Pra-formal, yakni sekolah yang belum memenuhi standar teknis, atau belum dapat memiliki sumber-sumber pendidikan (guru, sarana dan prasarana pendidikan, dan sebagainya) yang memadai untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan secara minimal. 2. Tahap Formalitas, yakni sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan yang memadai secara minimal atau mencapai standar teknis minimal, seperti jumlah dan kualifikasi guru, jumlah dan kualitas ruang kelas, jumlah dan kualitas buku pelajaran, dan jumlah dan kualitas fasilitas pendidikan lainnya. 3. Tahap Transisional, yakni sekolah yang sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, meningkatnya kreativitas guru, pendayagunaan perpustakaan secara optimal, kemampuan menambah anggaran dan dukungan fasilitas pendidikan dari sumber masyarakat, dan lain-lain. 4. Tahap Otonomi, yakni sekolah yang berada pada tahap penyelesaian capacity building menuju profesionalisasi dan pelayanan pendidikan yang bermutu. Strategi membangun kemampuan (capacity building) yang bisa dilakukan agar layak atau semakin layak untuk mengembangkan KTSP, antara lain: 1. Terhadap sekolah tahap pra-formal, strategi capacity building dilakukan melalui upaya melengkapi sumber-sumber pendidikan dengan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan secara minimal, tetapi memadai untuk dapat mencapai tahap perkembangan berikutnya. 2. Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap formalitas, strategi capacity building dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga kependidikan, seperti kepala sekolah agar mampu mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal dengan tanpa banyak pemborosan. Bagi tenaga pengajar dikembangkan kemampuan untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran secara kreatif dan inovatif, serta dapat melakukan penelitian terhadap pendekatan pembelajaran yang paling efektif. 3. Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap transisional, perlu dikembangkan sistem manajemen berbasis sekolah yang didukung oleh partisipasi masyarakat dalam pendidikan serta mekanisme akuntabilitas pendidikan melalui fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. 4. Terhadap sekolah yang sudah mencapai tahap otonomi perlu ditingkatkan pengembangannya secara optimal dan menyeluruh yang mencakup seluruh komponen pendidikan yang ada di dalamnya, sehingga dapat dikembangkan ke arah sekolah nasional yang berstandar internasional. Demikian uraian langkah-langkah implementasi KTSP yang telah dijelaskan di atas, yang akan mempengaruhi perkembagan lembaga pendidikan di masa sekarang dan masa yang akan datang. Semua komponen yang berada dalam sistem pendidikan adalah penentu bagi keberhasilan atau kegagalan suatu proses belajar mengajar berdasarkan KTSP di sekolah. KTSP merupakan sikap peduli pemerintah (dalam hal ini pemerintah pusat) dalam menjawab tuntutan zaman. Ditinjau dari perubahan kurikulum terakhir, yaitu kurikulum 2006 (KTSP), kiranya memang sudah waktunya pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum dan ide memperbaiki kurikulum merupakan lebih baik daripada statis. Hambatan KTSP adalah masalah implementasi, artinya perencanaan yang baik belum tentu akan menghasilkan produk yang baik. Hal tersebut tergantung pada implementasi, di mana harus ada dukungan dari semua pihak (stakeholders).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar